Belajar dari Pengalaman 2015, Aliansi BEM Tolak Bertemu Presiden
›
Belajar dari Pengalaman 2015, ...
Iklan
Belajar dari Pengalaman 2015, Aliansi BEM Tolak Bertemu Presiden
Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia menolak undangan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo, Jumat (27/9/2019) ini. Mereka tak ingin konsolidasi gerakan mahasiswa terpecah seperti 2015 lalu.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·4 menit baca
SLEMAN, KOMPAS — Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia menolak undangan pertemuan dengan Presiden Joko Widodo pada Jumat (27/9/2019) ini. Salah satu alasannya, Aliansi BEM Seluruh Indonesia tidak ingin pengalaman pahit saat bertemu Presiden Joko Widodo pada 2015 terulang kembali. Kala itu, gerakan mahasiswa terpecah setelah pertemuan dengan Presiden.
”Kami dari Aliansi BEM Seluruh Indonesia hari ini menolak ajakan atau undangan dari Presiden Joko Widodo,” kata Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia Muhammad Nurdiansyah, saat ditemui di kampus Universitas Gadjah Mada (UGM), Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat siang.
Nurdiansyah mengatakan, ada sejumlah alasan Aliansi BEM Seluruh Indonesia, yang beranggotakan BEM di 159 perguruan tinggi di Indonesia, menolak undangan pertemuan dengan Presiden. Salah satunya, saat ini, para mahasiswa sedang berduka atas meninggalnya dua mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara, karena menjadi korban kericuhan dalam demonstrasi.
”Pertimbangan paling besar adalah pertimbangan etis karena saat ini kami dari kalangan mahasiswa sedang sangat berduka dengan meninggalnya kawan-kawan kami di Kendari,” ujar Nurdiansyah.
Pertimbangan paling besar adalah pertimbangan etis karena saat ini kami dari kalangan mahasiswa sedang sangat berduka dengan meninggalnya kawan-kawan kami di Kendari.
Pertimbangan kedua, lanjut Nurdiansyah, adalah pengalaman tahun 2015 saat Aliansi BEM Seluruh Indonesia diundang bertemu dengan Presiden di Istana Negara. Saat itu, pertemuan digelar secara tertutup. Setelah pertemuan itu, gerakan mahasiswa di Indonesia menjadi terpecah.
”Aliansi BEM Seluruh Indonesia juga memiliki catatan historis pada 2015. Saat itu, kami sempat diundang dengan konteks yang sama seperti sekarang. Tapi, pertemuan itu diadakan dalam forum tertutup dan alhasil gerakan mahasiswa pada akhirnya pecah. Dari kondisi itu, kita mengambil pembelajaran,” ungkap Nurdiansyah.
Nurdiansyah juga mengingatkan, tujuan dari aksi demonstrasi gerakan mahasiswa selama beberapa waktu terakhir bukanlah untuk bertemu dengan Presiden Joko Widodo. Dia menyebut, melalui aksi-aksi itu, para mahasiswa berharap Presiden bisa memenuhi tuntutan yang telah disuarakan.
”Fokus dari kami bukanlah pertemuan dengan Presiden Jokowi, melainkan harapannya Presiden Jokowi bisa memenuhi tuntutan yang sudah kami layangkan dengan sangat jelas,” ujar Nurdiansyah.
Dua syarat
Menurut Nurdiansyah, apabila Presiden ingin menggelar pertemuan dengan perwakilan mahasiswa, Aliansi BEM Seluruh Indonesia mengajukan dua syarat. Pertama, pertemuan itu harus dilakukan secara terbuka dan disiarkan secara langsung oleh televisi nasional. ”Sehingga publik bisa melihat seperti apa jalannya diskusi antara mahasiswa dan Presiden,” katanya.
Syarat kedua, Presiden harus memenuhi tuntutan yang disuarakan para mahasiswa dan tercantum dalam Maklumat Tuntaskan Reformasi. Maklumat itu berisi empat poin tuntutan. Tuntutan pertama adalah merestorasi upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kedua, merestorasi demokrasi, hak rakyat untuk berpendapat, penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia, dan keterlibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan.
Ketiga, merestorasi pelaksanaan reforma agraria dan perlindungan sumber daya alam serta tenaga kerja dari ekonomi yang eksploitatif. Keempat, merestorasi kesatuan bangsa dengan penghapusan diskriminasi antar-etnis, penghapusan kesenjangan ekonomi, dan perlindungan bagi perempuan.
Nurdiansyah menyatakan, Aliansi BEM Seluruh Indonesia juga menuntut Presiden mengambil langkah nyata terkait meninggalnya sejumlah peserta aksi demonstrasi. Oleh karena itu, Aliansi BEM Seluruh Indonesia mendesak Presiden memerintahkan Polri mengusut tuntas meninggalnya dua mahasiswa di Kendari.
Aksi kemarin bukan hanya melibatkan mahasiswa, melainkan juga para petani, buruh, dan elemen-elemen masyarakat lain yang juga harus diberikan ruang untuk menyampaikan pendapat kepada Presiden.
Sementara itu, Presiden BEM Keluarga Mahasiswa UGM Atiatul Muqtadir mengatakan, pihaknya juga menolak undangan bertemu Presiden pada Jumat ini. Hal ini karena undangan tersebut hanya ditujukan kepada para mahasiswa.
”Padahal, aksi demonstrasi kemarin bukan hanya melibatkan mahasiswa, melainkan juga ada para petani, buruh, dan elemen-elemen masyarakat lain yang juga harus diberikan ruang untuk menyampaikan pendapat kepada Presiden,” ujar Atiatul.
Atiatul juga mempertanyakan sikap Presiden dalam menyikapi aksi demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa dan elemen masyarakat lain. Di satu sisi, Presiden menyampaikan apresiasi terhadap aksi demonstrasi yang dilakukan.
”Tapi, di sisi lain, juga memberikan instruksi pada Menristek dan Dikti (Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi) untuk ’mengondisikan’ kampus dan meminta rektor-rektor ’mengondisikan’ mahasiswanya (agar tidak berdemonstrasi lagi),” ungkap Atiatul.
Selain itu, Atiatul juga mempersoalkan sikap represif aparat keamanan dalam aksi demonstrasi di sejumlah daerah. ”Aparat melakukan represi dengan meneror, menangkap, dan menahan massa aksi (peserta demonstrasi) dan para aktivis,” ujarnya.