Penggunaan kamera blok pada Kejuaraan Dunia Atletik 2019 akan memberikan pengalaman baru bagi penggemar olahraga atletik. Kamera ini akan menguak sisi-sisi unik yang selama ini tersembunyi di lintasan atletik.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
Era baru perlombaan atletik dimulai. Untuk pertama kali dalam sejarah cabang olahraga yang disebut mother of sports itu, kamera blok diterapkan pada nomor sprint dan lari gawang Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, 27 September-6 Oktober.
Penggunaan kamera blok diharapkan kian memperkaya visual siaran langsung perlombaan atletik. Dengan begitu, atmosfer di lintasan lari diharapkan bisa turut dirasakan para penonton, terutama pemirsa layar kaca. Kamera blok yang digunakan adalah produksi Seiko, mitra lama Asosiasi Internasional Federasi Atletik (IAAF).
Ada banyak gerakan dan warna luar biasa di arena maupun sekitar tempat perlombaan.
Bentuk kamera blok itu tak ubahnya alat blok start yang digunakan pelari untuk memulai start. Namun, Seiko menambahkan dua kamera di ujung depan alat tersebut. Dua kamera itu punya sudut pengambilan gambar berbeda.
Satu kamera berada persis di bawah pelari sehingga memungkinkan menangkap gambar ekspresi wajah pelari yang akan memulai lomba. Satu kamera lain dipasang menghadap arah lintasan. Ketika pelari lepas dari start, kamera itu akan merekam gerakan awal para pelari yang mulai berlomba. Kamera blok akan menguak ”misteri” yang selama ini tersembunyi di garis start.
Menurut Direktur Penyiaran IAAF James Lord dikutip dari laman resmi IAAF, Senin (9/9/2019), timnya bekerja secara intensif setahun untuk memastikan siaran Kejuaraan Dunia 2019 lebih segar dan dinamis. ”Atletik adalah olahraga luar biasa. Ada banyak gerakan dan warna luar biasa di arena maupun sekitar tempat perlombaan. Kami ingin menampilkan semua itu kepada dunia dengan cara baru dan menarik,” ujarnya.
Gagasan penggunaan kamera blok pertama kali datang dari Direktur Siaran Langsung dan Produksi Kreatif IAAF Westbury Gillett. Ia menilai penonton kehilangan momen krusial dari drama yang ada karena tidak bisa melihat wajah para atlet di awal lomba, terutama di nomor lari cepat. Hal itu karena posisi kamera tradisional hanya menunjukkan bagian atas atau samping kepala para pelari ketika akan memulai lomba.
”Kamera blok akan memperlihatkan bagaimana ekspresi ketegangan pelari yang akan memulai lomba. Ini akan menghidupkan suasana yang ada di perlombaan kepada para penonton, terutama pemirsa televisi,” kata Lord.
Chairman dan CEO Grup Seiko Holdings Corporation Shinji Hattori mengatakan, tanggung jawab utama mereka tetap untuk memberikan data waktu dan pengukuran akurat, andal, serta cepat. Namun, di Doha kali ini, mereka berinvestasi dengan teknologi baru yang membawa perlombaan atletik lebih dekat kepada para penggemar.
Variasi sudut perekaman
Selain kamera blok, ada sejumlah kamera baru lain yang juga akan digunakan Tim Produksi IAAF di Kejuaraan Dunia 2019. Kamera itu antara lain kamera tubuh pada ofisial (di ruang panggilan dan jalur perlombaan), kamera pada pesawat tanpa awak, sejumlah kamera tambahan di arena pemanasan maupun jalur lomba, kamera jarak jauh untuk merekam gerakan superlambat atau super slo-mo (slow motion), hingga kamera genggam untuk atlet ketika merayakan kemenangan.
”Di kejuaraan kali ini, kami ingin lebih banyak menampilkan rekaman di belakang layar dari para atlet ketika tiba di arena, melakukan persiapan jelang lomba, menjalani perlombaan, hingga menyelesaikan kegiatan. Total ada 130 kamera di dalam dan luar arena. Kami tidak sabar menyiarkan kejuaraan yang akan disaksikan lebih dari 1 miliar orang ini,” tutur Lord.
Pro dan kontra
Sebagai sesuatu yang baru, tentu ada pro kontra terkait penggunaan alat-alat mutakhir itu. Menurut pemberitaan Running Magazine, Senin (9/9/2019), sejumlah pelari tidak menginginkan kamera blok karena mengambil gambar kurang etis terutama oleh kamera bawah yang menghadap langsung rongga hidung pelari.
Namun, yang pro juga ada. Setidaknya, Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) yang mengirim dua atlet pada Kejuaraan Dunia ini, Lalu Muhammad Zohri di nomor 100 meter dan Maria Natalia Londa di nomor lompat jauh putri, menyambut positif keberadaan teknologi baru tersebut.
Menurut pelatih sprint PB PASI Eni Nuraini, gambar dari kamera blok bisa menjadi tambahan untuk mengevaluasi teknik blok start pelari. Selama ini, mereka hanya ada gambar samping untuk melihat apa teknik blok start yang dilakukan sudah benar atau tidak. Dengan ada kamera itu, nantinya mereka bisa melihat pula ekspresi pelari ketika akan start.
Dalam teori blok start, pelari harus sesantai-santainya ketika melakukan start. Jika tegang, kerja otot mereka akan semakin keras sehingga tidak bisa mengeluarkan kecepatan optimalnya. ”Lewat kamera itu, kita bisa tahu apa pelari kita benar-benar sudah rileks atau belum. Kalau ternyata masih kurang rileks saat start, itu bisa jadi bahan evaluasi agar nanti mereka bisa lebih santai,” ujar Eni.
Sekretaris Umum PB PASI Tigor M Tanjung menyampaikan, kamera blok juga bisa jadi bahan verifikasi jika ada pelari yang melakukan pelanggaran saat start. Misalnya, sensor start mendiskualifikasi seorang pelari dan pelatihnya tidak puas. ”Hasil rekaman kamera blok bisa digunakan sebagai alat verifikasi,” pungkasnya.