Dua tim sekota, Atletico Madrid dan Real Madrid, kompak mengejar bayangan menjelang derbi di Liga Spanyol, Minggu dini hari WIB. Laga itu menguji keteguhan mereka mengatasi kondisi sulit berbalut krisis.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
MADRID, JUMAT — Legenda sepak bola Argentina, Cesar Luis Menotti, pernah berkata, seorang pelatih harus datang dengan taktik dan memastikan ide itu disetujui para personel tim meskipun situasinya sulit. Petuah lama pelatih juara Piala Dunia 1978 itu mengilhami laga Atletico Madrid kontra Real Madrid di Liga Spanyol, Minggu (29/9/2019) dini hari WIB.
Liga Spanyol musim ini ibarat anomali. Tiga klub raksasa di liga itu, yaitu Barcelona, Real, dan Atletico, kompak mengalami kelesuan performa di awal musim ini. Untuk pertama kalinya dalam 14 tahun, ketiga klub itu hanya mengemas gabungan 37 poin dari maksimal 54 poin di enam laga awal Liga Spanyol musim 2019-2020.
Tren itu berlanjut di kompetisi Eropa. Ketiganya sama-sama gagal meraih poin penuh di pekan pertama penyisihan grup Liga Champions Eropa musim baru ini meskipun berstatus unggulan. Real bahkan dipermalukan Paris Saint-Germain 0-3 di babak itu, tidak lama seusai ditahan Real Valladolid dan Villarreal secara beruntun di Liga Spanyol.
Menurut Marca, ”El Real” kini seolah mengejar bayangannya sendiri, yaitu kehebatan dan era dominasi beberapa tahun lalu. Kembalinya pelatih lama Zinedine Zidane, yang telah memberikan tiga trofi Liga Champions dan satu Liga Spanyol, pada Maret lalu, mempertegas ambisi itu. Namun, nostalgia itu belum berbuah positif, terlihat dari buruknya performa Real, baik di pramusim maupun awal musim baru ini.
Zidane pun mulai menuai banyak kritik, yaitu dari masalah kekakuan taktik maupun sikap keras kepalanya untuk mengutamakan para pemain senior di tim, seperti Sergio Ramos, Toni Kroos, dan Karim Benzema. Sikap itu bertolak belakang dengan arah kebijakan baru di klub yang dua musim terakhir berinvestasi besar pada talenta-talenta segar seperti Vinicius Junior, Brahim Diaz, Luka Jovic, dan Eder Militao.
Presiden Real Madrid Florentino Perez dikabarkan mulai kehilangan kepercayaan kepada Zidane dan tengah menyiapkan penggantinya, salah satunya Jose Mourinho.
”Saya sadar hal yang berlaku umum. Bukan masalah itu (kabar akan datangnya Mourinho) mengusik saya atau tidak. Jika kalah, tuntutannya selalu sama. Harus ada hal yang berubah,” tuturnya pekan lalu.
Zidane akan mati-matian mempertahankan jabatannya itu demi harga dirinya. Belum sekali pun dalam karier manajerialnya ia dipecat atau didepak dari klub. Saat terakhir kalinya meninggalkan Real, Mei 2018, Zidane memilih mundur karena Real pada saat itu enggan membeli sejumlah pemain bintang yang diinginkannya, seperti Paul Pogba dan Eden Hazard.
Tak ayal, derbi Madrid di Stadion Wanda Metropolitano, Minggu dini hari nanti, akan menjadi panggung baginya untuk menunjukkan dirinya masih laik memimpin El Real. Untuk menghadapi laga penting itu, Zidane membuka kembali ”almanak” kesuksesannya di Real.
Seusai dibekap PSG, Zidane menghidupkan kembali rotasi skuad, yaitu tim ”A” dan tim ”B”, yang menjadi rahasia keberhasilannya menjuarai Liga Spanyol dan Liga Champions dua musim lalu.
Ia membagi skuadnya ke dalam dua tim. Tim A diisi barisan senior seperti Ramos, Hazard, Benzema, dan Gareth Bale. Adapun Tim B mengakomodasi para talenta muda, seperti Vinicius, Jovic, Militao, dan Federico Valverde.
Strategi rotasi yang sekaligus mengakomodasi arah kebijakan klub mengembangkan pemain muda itu membuat Real tampil lebih bertenaga. Mereka pun memenangi dua laga terakhirnya, yaitu kontra Sevilla dan Osasuna.
Rawan tergusur
Berkat tren kebangkitan itu, Real kini memuncaki Liga Spanyol. Namun, posisinya itu masih rawan tergusur, salah satunya oleh Atletico. Rival sekotanya itu menyambut musim ini dengan ambisi baru, yaitu keluar dari bayangan Real. Sudah sangat lama, yaitu enam tahun, mereka tidak lagi pernah menjadi juara Liga Spanyol. Kerinduan besar itu ditunjukkan lewat peremajaan dan investasi masif ”Los Rojiblancos” di jendela transfer musim panas lalu.
Mereka menghabiskan dana 243 juta euro atau setara Rp 3,7 triliun untuk mengganti para pemain lama, seperti Antoine Griezmann, Diego Godin, Lucas Hernandez, dan Filipe Luis, dengan tenaga segar macam Joao Felix, Kieran Trippier, dan Marcos Llorente. Seperti halnya Zidane, Pelatih Atletico Madrid Diego Simeone keras kepala dengan taktik ataupun gaya bermain timnya.
Kehadiran individu berbakat seperti Felix dan Trippier tidak lantas membuat Simeone mengubah paradigmanya, yaitu menjadi lebih individualis seperti Real. Para pemain baru itu butuh waktu beradaptasi dengan paham khas Simeone, yaitu ”Cholismo” alias kolektivitas dan kerja keras. Tidak heran, Atletico sempat tertatih-tatih dan kehilangan lima poin di awal musim ini.
Namun, seiring waktu, Simeone yakin proses transisi atau membangun ulang itu bakal berbuah positif, yaitu dimulai dari derbi Madrid. Mereka pantang kalah mengingat tingginya rivalitas kedua tim. ”Suporter sangatlah menuntut. Pelatih akan selalu disalahkan jika kalah,” ujar Simeone menyebut konsekuensi dari pekerjannya itu. (AFP)