Lantunan Doa Para Penyintas Mengenang Setahun Bencana Sulteng
›
Lantunan Doa Para Penyintas...
Iklan
Lantunan Doa Para Penyintas Mengenang Setahun Bencana Sulteng
Ratusan penyintas mengenang genap satu tahun bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah dengan kegiatan keagamaan. Penyintas mendoakan para korban yang meninggal serta memohon kekuatan untuk menatap hidup.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
PALU, KOMPAS — Ratusan penyintas mengenang genap satu tahun bencana gempa, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah dengan kegiatan keagamaan. Penyintas mendoakan para korban yang meninggal serta memohon kekuatan untuk terus menatap hidup yang lebih baik.
Gempa, tsunami, dan likuefasi di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala terjadi pada 28 September 2018 atau genap setahun lalu. Korban jiwa saat itu mencapai 4.700 orang dan rumah rusak 110.000 unit.
Kegiatan keagamaan tersebut diselenggarakan di lokasi terpisah oleh masing-masing umat beriman, Sabtu (28/9/2019). Pantauan Kompas, di Desa Sidera, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Sigi, Gereja Protestan Indonesia di Donggala Jemat Patmos Jono Oge menggelar kebaktian untuk mendoakan para korban likuefaksi.
Perayaan ekaristi di Gereja Katolik Santa Maria, Palu, juga dipersembahkan secara khusus untuk para korban meninggal dan penyintas serta petugas kemanusiaan bencana Sulteng.
Di pantai Kelurahan Lere, Kecamatan Palu Barat, Kota Palu, di sekitar Masjid Terapung, penyintas menggelar tahlilan dan zikir massal. Sekitar 500 umat yang merupakan penyintas bencana tsunami hadir. Mereka saat ini tinggal di kompleks hunian sementara, sekitar 1 kilometer dari pantai.
Ibadah yang berlangsung pada pukul 09.45-11.30 Wita itu diselenggarakan pemerintah Kelurahan Lere bekerja sama dengan Majelis Dzikir Nuurul Khairat yang dipimpin Habib Saleh Al-Idrus. Turut hadir, Sekretaris Daerah Provinsi Sulteng Hidayat Lamakarate.
Meksipun dilaksanakan di tengah terik matahari, tahlilan dan zikir berlangsung khidmat. Jemaah khusyuk melantunkan doa dan zikir. Mereka juga diberi kesempatan menyebutkan anggota keluarga atau kenalan yang menjadi korban gempa, tsunami, dan likuefaksi di awal ibadah.
Fadlun (33), penyintas, menuturkan, dirinya datang untuk mendoakan anaknya berumur 1,5 tahun yang meninggal karena tsunami. ”Saya mendoakan agar anak saya berbahagia di surga,” ujarnya.
Nia Islamiyati (45), penyintas lain, yang anggota keluarganya menjadi korban, mengaku datang mendoakan para korban bencana setahun lalu. Dengan doa bersama, ia berharap umat mendapatkan kekuatan untuk bangkit dengan melakukan usaha yang bermanfaat.
Dalam tausiahnya, Saleh meminta umat untuk menggalakkan shalat dan zikir secara pribadi ataupun massal setelah bencana. Dengan begitu, umat bisa menghindari kejahatan, antara lain minum, mabuk, dan penyalahgunaan kekuasaan. Umat juga diingatkan saling menegur jika ada yang berbuat salah atau kejahatan.
Saat diberi kesempatan memberikan sambutan, Hidayat menegaskan, pemerintah terus bekerja untuk pemulihan Sulawesi Tengah dari sisi infrastruktur ataupun hak-hak penyintas. Di antaranya terkait dana stimulan perbaikan rumah rusak dan jaminan hidup tunai.
”Semua bekerja dengan caranya masing-masing untuk bangkit menata kembali Palu, Sigi, dan Donggala,” katanya.
Dalam khotbah saat merayakan misa di Gereja Katolik Santa Maria, Palu, Pastor Joy Derry MSF yang juga ketua Caritas-Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Manado menyampaikan, dalam bencana, semua orang beriman diharapkan mewujudkan cinta kasih dan solidaritas. Hal itu diwujudkan dalam bentuk donasi atau bantuan kepada para penyintas untuk meringankan beban mereka.
Gereja Katolik dunia turut terlibat dalam penanganan pascabencana di Sulteng, mulai dari tanggap darurat hingga fase rehabilitasi dan rekonstruksi. Berbagai bentuk bantuan yang telah disalurkan adalah uang tunai kepada keluarga penyintas dari berbagai latar belakang dan pembangunan hunian sementara.