Stadion Internasional Khalifa berubah dari stadion uzur menjadi stadion modern yang dilengkapi teknologi mutakhir. Selain itu, teknologi penyejuk udara juga diterapkan supaya penonton dan atlet nyaman selama perlombaan.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
Olahraga menjadi salah satu pilihan Qatar untuk dikembangkan setelah era gas dan minyak bumi. Negeri itu membangun berbagai fasilitas olahraga modern demi menjadi simpul olahraga di Timur Tengah. Dua ajang besar yang berhasil mereka tarik adalah Kejuaraan Dunia Atletik 2019 dan Piala Dunia 2022.
Investasi besar dikucurkan untuk merenovasi dan membangun berbagai infrastruktur olahraga. Salah satunya menyulap Stadion Internasional Khalifa di Doha yang dibangun pada 3 Maret 1976 menjadi stadion dengan berbagai teknologi mutakhir dan penyejuk udara.
Pendingin udara yang dipasang selama tahap renovasi 2014-2017 tersebut membuat stadion berkapasitas 40.000 tempat duduk ini benar-benar menjadi oasis di tengah panas terik cuaca gurun pasir. Hal itu dirasakan betul oleh para atlet yang akan berlomba di stadion itu selama perhelatan Kejuaraan Dunia Atletik 2019, 27 September-6 Oktober.
Tahun ini, untuk pertama kalinya Kejuaraan Dunia Atletik dilaksanakan di kawasan Timur Tengah. Menggelar perlombaan atletik di kawasan Teluk itu bukan perkara gampang. Cuaca panas terik menjadi tantangan utama bagi penyelenggara maupun atlet peserta.
Pada September-Oktober, suhu siang hari Doha mencapai 39 derajat celsius dan suhu malam hari sekitar 31 derajat celsius dengan kelembaban 50-52 persen. Situasi itu menjadi keluhan semua peserta dari luar Timur Tengah.
Namun, sebagai negara kaya nan ambisius, Qatar berusaha meminimalkan keluhan itu dengan penerapan teknologi tinggi. Setidaknya, mereka membangun terowongan berpendingin untuk jalur masuk ke Stadion Khalifa. Terwongan itu mempertahankan suhu pada kisaran 23-25 derajat.
Terowongan itu berfungsi sebagai media aklimatisasi atlet dari cuaca panas terik kawasan gurun ke tempat yang drastis lebih dingin di dalam stadion. Adapun di dalam stadion dipasang pendingin udara terbuka dan ramah lingkungan yang canggih. Saat atlet memasuki lorong sepanjang 150 meter itu, tubuh mereka perlahan akan beradaptasi dengan suhu udara di dalam stadion yang nyaman untuk berlomba.
”Terowongan itu memungkinkan orang melakukan perjalanan termal. Sebab, tidak baik jika tubuh tiba-tiba berpindah dari tempat panas ke tempat dingin,” ujar Sebastien Racinais, Kepala Penelitian Kesehatan dan Kinerja Atlet di Aspetar, rumah sakit khusus olahraga pertama di kawasan Teluk, Kamis (26/9/2019).
Tak mengabaikan kualitas
Walaupun pendingin udara ada di sudut-sudut stadion, panitia penyelenggara tidak menggabaikan keselamatan ataupun kualitas perlombaan. Mereka mengatur sedemikian rupa agar aliran udara dari mesin pendingin itu tidak memengaruhi kinerja atlet ataupun alat-alat lempar dalam perlombaan, seperti terhadap pergerakan lembing.
Setelah sampai stadion, kami merasakan suasana yang sangat nyaman dan lebih baik.
”Kesiapan ini untuk membuktikan bahwa kejuaraan atletik bisa diselenggarakan di lokasi panas. Tetapi, yakinlah bahwa kami tetap sangat peduli dengan keselamatan atlet maupun orang banyak yang ada di sekitar perlombaan,” kata Wakil Presiden IAAF sekaligus Ketua Penyelenggaraan Kejuaraan Dunia 2019 di Qatar, Dahlan Al Hamad.
Segenap teknologi tinggi di Stadion Khalifa sudah mulai diterapkan saat stadion itu menggelar Kejuaraan Asia Atletik 2019 pada 21-24 April dan IAAF Diamond League 2019 seri Qatar pada 3 Mei. Renovasi besar di sana merupakan bagian persiapan Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA 2022.
Keberadaan teknologi itu disambut positif para peserta dari luar Timur Tengah. Bintang lari halang rintang putri Amerika Serikat, Emma Coburn, dikutip The Peninsula Qatar, Kamis (26/9), mengatakan, timnya sangat nyaman dan terkesan dengan penerapan teknologi tinggi itu.
”Kami sangat berkeringat ketika berjalan dari mobil ke stadion. Tetapi, setelah sampai stadion, kami merasakan suasana yang sangat nyaman dan lebih baik,” tuturnya.
Menurut pemegang rekor dunia lari gawang 400 meter putri asal AS, Dalilah Muhammad, suhu tidak benar-benar memengaruhi dirinya ketika berlomba. Apalagi, dia sudah pernah datang dan merasakan cuaca di Doha.
”Tapi, teknologi pendingin ini sangat penting untuk para penonton di stadion. Orangtua saya yang akan ada di tribune sangat menyukainya,” ujar Dalilah.