Perhitungan kenaikan upah minimum yang biasanya ditetapkan pada Oktober sebaiknya mempertimbangkan dinamika hubungan industrial. Pada 2019, upah minimum provinsi naik 8,03 persen dibandingkan dengan upah 2018.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penghitungan besaran kenaikan upah minimum tahun 2020, sesuai dengan formula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015, dimulai pada awal Oktober. Bersamaan dengan proses itu, pemerintah diharapkan tetap memperhatikan perkembangan dinamika hubungan industrial saat ini.
Komponen yang digunakan untuk menghitung upah minimum adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Haiyani Rumondang, di sela-sela peluncuran Sistem Informasi Tenaga Kerja, pekan lalu, di Jakarta, mengatakan, pihaknya belum mendapat laporan keluhan pelaksanaan upah minimum. Dia mengklaim, pada 2019, semua pemerintah provinsi mengikuti ketetapan upah minimum.
Ditanya mengenai besaran upah minimum 2020, Haiyani menjawab, akan dihitung. Dia menekankan kepastian kenaikan upah minimum karena mengikuti formula penghitungan berdasarkan amanat PP No 78/2015.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (29/9), memperkirakan, besaran kenaikan upah minimum untuk 2020 sekitar 8 persen. Besaran ini masih relevan bagi industri nonpadat karya.
Sementara bagi industri padat karya, Timboel berpendapat, persentase kenaikan sebesar itu agak berat. Oleh karena itu, kenaikan upah minimum pada 2020 perlu disertai insentif untuk industri padat karya. Dengan cara itu, kenaikan upah tidak menjadi beban yang berpotensi mendorong pengusaha merelokasi industri keluar dari Indonesia.
”Pemerintah harus peka terhadap kenaikan upah minimum tahun 2020 supaya jangan sampai terjadi pemutusan hubungan kerja hanya karena kenaikan upah,” ujar Timboel.
Lebih jauh, lanjut Timboel, mengacu pada pasal 45 PP Nomor 78/2015, kebutuhan hidup layak (KHL) yang saat ini berjumlah 60 item harus ditinjau ulang. Diharapkan, hasil tinjauan ulang itu membuat item KHL menjadi di atas 60.
jangan sampai terjadi pemutusan hubungan kerja hanya karena kenaikan upah
Produktivitas
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang ketenagakerjaan dan hubungan industrial Anton J Supit menyebutkan, semangat awal PP Nomor 78/2015 adalah memberikan kepastian mengenai besaran kenaikan upah minimum bagi industri dan pekerja. Namun, dalam pelaksanaannya, kepastian kenaikan upah itu tidak diikuti dengan produktivitas kerja yang berkaitan dengan keterampilkan pekerja. Hal ini terjadi di sejumlah kabupaten/kota.
”Realitas yang dihadapi industri, kenaikan upah minimum sesuai dengan amanat PP No 78/2015. Akan tetapi, pada saat bersamaan, masih ada sejumlah pengangguran, pemutusan hubungan kerja, dan efisiensi,” kata Anton, yang mengaku tidak memiliki angka yang pasti.
Menurut Anton, pelaku industri dalam negeri mengalami beban ketenagakerjaan lain, di antaranya upah sektoral yang terus naik. Sementara pada saat bersamaan, menurut dia, ada berbagai kebijakan yang membuat iklim industri dan investasi kurang menarik.
Ia mencontohkan perjanjian bebas biaya masuk impor Vietnam dan Uni Eropa. Hal ini berpotensi mengganggu perdagangan Indonesia-Uni Eropa.
Ada berbagai kebijakan yang membuat iklim industri dan investasi kurang menarik.
Perihal wacana merevisi PP No 78/2015 yang pernah berembus, Haiyani mengaku belum dapat memastikan. Menurut dia, Kementerian Ketenagakerjaan masih akan mengevaluasi pelaksanaan PP itu.
Mennaker M Hanif Dhakiri menekankan, pekerjaan rumah ketenagakerjaan pada tahun mendatang menyangkut lapangan kerja dan pembangunan sumber daya manusia. Dalam konteks penciptaan lapangan kerja, hal terpenting adalah menciptakan ekosistem ketenagakerjaan yang menarik bagi investor.
”Tenaga kerja terampil masih kurang. Hubungan industrial belum terjalin baik, mulai dari pelaksanaan upah minimum sampai kasus pemutusan hubungan kerja. Intinya, ekosistem ketenagakerjaan di Indonesia masih kaku,” ujarnya.
Terkait pembangunan sumber daya manusia, Hanif mendorong penyiapan pekerja berkualitas di semua kabupaten/kota. Dengan demikian, ketersediaan tenaga kerja terampil tumbuh merata. (MED)