Aksi Pagi Ini, Polisi Diingatkan Tugasnya Mengayomi
›
Aksi Pagi Ini, Polisi...
Iklan
Aksi Pagi Ini, Polisi Diingatkan Tugasnya Mengayomi
Kepolisian Daerah Metro Jaya mengantisipasi unjuk rasa yang akan digelar pada Senin (30/9/2019) dengan menjaga lokasi yang menjadi sasaran, di antaranya kompleks gedung DPR Senayan, Jakarta Pusat.
Oleh
WISNU AJI DEWABRATA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya mengantisipasi unjuk rasa yang akan digelar pada Senin (30/9/2019) dengan menjaga lokasi yang menjadi sasaran, di antaranya kompleks gedung DPR Senayan, Jakarta Pusat.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono, Minggu (29/9/2019), mengutarakan, pihaknya belum mendapat pemberitahuan aksi unjuk rasa yang akan dilakukan Senin ini. Namun, Polda Metro Jaya tetap melakukan pengamanan dengan mengerahkan personel gabungan dari Polri, TNI, dan pemerintah daerah.
”Kami tetap melakukan pengamanan dan penjagaan dengan jumlah 18.000 personel gabungan dari Polri, TNI, dan pemerintah daerah,” ujarnya. Jumlah personel tersebut masih sama dengan jumlah personel yang disiapkan untuk pengamanan unjuk rasa pekan lalu.
Pengamatan Kompas, polisi masih menutup Jalan Gatot Subroto menuju arah kompleks Gedung DPR. Jalan lapangan tembak di belakang Gedung DPR masih ditutup sebagian pasca bentrokan aparat dan massa, Selasa-Rabu (24-25/9).
Sebelumnya, aksi unjuk rasa bertema ”Aksi Mujahid 212 Selamatkan Negara Kesatuan Republik Indonesia”, Sabtu (28/9), di kawasan Monas berlangsung damai. Puluhan perempuan berunjuk rasa di depan markas Polda Metro Jaya, Minggu. Mereka memprotes kekerasan yang dilakukan polisi saat menghadapi unjuk rasa mahasiswa.
Terkait penanganan unjuk rasa yang menimbulkan korban, pengamat kepolisian Bambang Rukminto dari Institute for Security and Strategic Studies, tindakan represif aparat tak lepas dari ketidakdisiplinan pada SOP dan ketidakpahaman pada tugas pokok dan fungsi Polri, yaitu pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat.
Menurut Bambang, unjuk rasa mahasiswa adalah upaya menyalurkan aspirasi yang tersumbat kekuatan oligarki baik di dalam lembaga eksekutif maupun legislatif. Tugas polisi adalah menjadi fasilitator dari upaya menyampaikan aspirasi.
Menurut Bambang, unjuk rasa mahasiswa adalah upaya menyalurkan aspirasi yang tersumbat kekuatan oligarki baik di dalam lembaga eksekutif maupun legislatif. Tugas polisi adalah menjadi fasilitator dari upaya menyampaikan aspirasi.
Bambang menambahkan, persoalannya polisi seolah menjadi sponsor revisi UU KPK. Penolakan UU KPK juga terkait penolakan ketua KPK yang berasal dari kepolisian. Hal tersebut memicu konflik kepentingan yang secara tidak langsung menjadi beban yang mengakibatkan tindakan represif.
Psikolog forensik Reza Indra Giri Amriel mencatat ada dua hal penting saat terjadinya kekerasan yang dilakukan polisi terhadap massa. Pertama, ada satuan provos, tetapi tidak berbuat apa pun. Kedua, polisi yang melakukan kekerasan masih berusia muda.
”Personel polisi yang masih sangat belia sudah melakukan tindakan brutal. Itu jauh dari prinsip kesantunan dan penghargaan terhadap kemanusiaan,” katanya.
Menurut Reza, masyarakat menuntut pertanggungjawaban dari institusi kepolisian, bukan berlindung dengan penyebutan oknum yang melanggar SOP, oknum melanggar instruksi, oknum yang tidak bisa dikendalikan.
Menurut Reza, masyarakat menuntut pertanggungjawaban dari institusi kepolisian, bukan berlindung dengan penyebutan oknum yang melanggar SOP, oknum melanggar instruksi, oknum yang tidak bisa dikendalikan.
”Kita belum lupa peristiwa 21-22 Mei 2019 (unjuk rasa menolak hasil pemilu). Lagi-lagi yang viral adalah potret perilaku kekerasan dari para oknum. Sudah saatnya pertanggungjawaban tidak hanya diembankan kepada oknum,” ucapnya.