Ruang Publik Partisipatif Tumbuhkan Interaksi Sosial
›
Ruang Publik Partisipatif...
Iklan
Ruang Publik Partisipatif Tumbuhkan Interaksi Sosial
Proses pembangunan ruang publik sebaiknya tak mengabaikan partisipasi masyarakat. Ruang publik yang dibangun dengan partisipasi masyarakat mampu menumbuhkan interaksi sosial dan menjadikan pembangunan kota berkelanjutan.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
BUSAN KOMPAS – Proses pembangunan ruang publik sebaiknya tidak mengabaikan partisipasi masyarakat. Ruang publik yang dibangun dengan partisipasi masyarakat mampu menumbuhkan interaksi sosial dan menjadikan pembangunan kota berkelanjutan.
"Ruang publik harus mampu menumbuhkan interaksi antar warga. Jika pembangunan ruang publik tidak melibatkan warga, keberadaannya hanya menjawab tantangan pembangunan fisik, tidak bisa berdampak pada pembangunan non fisik," kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini saat penganugerahan gelar doktor kehormatan atau doctor honoris causa (Dr HC) di bidang arsitektur dari Universitas Tongmyong, Busan, Korea Selatan, Senin (30/9/2019) di kampus tersebut.
Ratusan orang hadir dalam upacara pemberian penghargaan Dr HC tersebut, antara lain Presiden Universitas Tongmyong Jeong Hong Sub, Dekan Sekolah Pascasarjana Universitas Tongmyong Lim Nam Kee, Sekretaris Jenderal Tourism Promotion Organization (TPO) for Asia Pacific Cities Kim Soo-il, mahasiswa, serta jajaran organisasi perangkat daerah di Pemerintah Kota Surabaya.
Gelar doktor kehormatan dari Universitas Tongmyong merupakan gelar doktor kehormatan kedua yang diterima Risma. Sebelumnya pada 2015, Risma diganjar penghargaan serupa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, juga di bidang arsitektur.
Ruang publik harus mampu menumbuhkan interaksi antar warga. Jika pembangunan ruang publik tidak melibatkan warga, keberadaannya hanya menjawab tantangan pembangunan fisik, tidak bisa berdampak pada pembangunan non fisik, kata Risma
Risma mengatakan, pembangunan ruang publik menjadi salah satu prioritas dalam mengambangkan Surabaya dalam sembilan tahun terakhir. Keberadaan ruang publik, seperti taman, hutan kota, kawasan konservasi, jalur hijau, lapangan olahraga, dan waduk mampu memicu timbulnya interaksi sosial antar warga Surabaya yang beragam latar belakang.
Dalam setiap pembangunan ruang publik, Pemkot Surabaya selalu melibatkan warga. Sebagai pemilik hak untuk memanfaatkan ruang publik, kepentingan mereka harus dijembatani agar masyarakat mendapatkan manfaat yang maksimal dari pembangunan.
"Peran masyarakat sebagai salah satu pemangku kepentingan sangat penting untuk pembangunan kota yang berkelanjutan. Pemerintah sebagai pemilik otoritas harus melibatkan masyarakat sejak proses perencanaan, desain, hingga implementasi," ujar Risma.
Selalu ramai
Setiap hari, hampir seluruh ruang publik di Surabaya selalu ramai dikunjungi masyarakat. Mereka memanfaatkan ruang publik untuk melepas kepenatan dan berkumpul bersama teman maupun keluarga. Keberadaan ruang publik juga membuka peluang ekonomi dan menjadi identitas baru warga Surabaya.
"Dulu, ruang publik di Surabaya hanya ada dua, yakni di Kebon Rojo dan Tunjungan. Kini, ada lebih dari 475 lokasi dengan luas sekitar 30 persen luas Kota Surabaya (350 kilometer persegi)," tutur Risma.
Intensitas berkumpul dan saling berinteraksi di ruang publik menjadi kunci pembangunan Surabaya. Warga merasa memiliki kotanya sehingga jika ada rencana pembangunan, masyarakat dengan sukarela mendukung karena mereka meyakini pembangunan akan meningkatkan kualitas hidup warga. Mereka juga bisa lebih sigap dalam menghadapi perubahan-perubahan yang mungkin terjadi suatu saat nanti.
"Penghargaan ini adalah penghargaan untuk warga Surabaya karena partisipasi yang luar biasa dalam pembangunan. Namun tidak mungkin penghargaan diberikan kepada 3,4 juta warga Surabaya, saya kini menjadi simbolnya," ujar Risma yang kini menjadi Presiden Asosiasi Pemerintah Daerah se-Asia Pasifik (UCLG-ASPAC).
Dulu, ruang publik di Surabaya hanya ada dua, yakni di Kebon Rojo dan Tunjungan. Kini, ada lebih dari 475 lokasi dengan luas sekitar 30 persen luas Kota Surabaya (350 kilometer persegi), tutur Risma.
Jeong menuturkan, Risma pantas mendapatkan gelar doktor kehormatan karena kebijakan dalam membangun Surabaya mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Setiap pembangunan dinilai memiliki filosofi dan tidak hanya mengutamakan pembangunan fisik sehingga memberi nilai tambah bagi perkembangan Kota Surabaya.
Pemikiran Risma mengenai konsep pembangunan juga disebarkan melalui perannya sebagai Presiden UCLG-ASPAC sehingga kota-kota lain di Asia Pasifik bisa merasakan pembangunan seperti di Surabaya. “Risma berbeda dengan pemimpin-pemimpin lain karena mampu aspek menggabungkan pembangunan fisik dan pembangunan manusia sekaligus,” katanya.