Seperti Biasa, DPR Cuma Umbar Janji, Realisasi Nol
›
Seperti Biasa, DPR Cuma Umbar ...
Iklan
Seperti Biasa, DPR Cuma Umbar Janji, Realisasi Nol
Anggota DPR 2019-2024 baru dilantik pada Senin (1/10/2019) siang di Kompleks MPR/DPR, Jakarta. Seperti pendahulunya ketika baru dilantik pada 2014, mereka pun kembali umbar janji perbaikan kinerja di tubuh parlemen.
JAKARTA, KOMPAS — Anggota DPR 2019-2024 baru saja dilantik, Senin (1/10/2019) siang, di Gedung Nusantara, Kompleks MPR/DPR, Jakarta. Seperti pendahulunya ketika dilantik pada 2014, mereka pun kembali umbar janji perbaikan kinerja di tubuh parlemen.
Hillary Brigitta Lasut, anggota DPR terpilih dari Partai Nasdem, berjanji membenahi citra parlemen. Anggota parlemen termuda dengan usia 23 tahun ini mengakui, citra DPR di masyarakat saat ini sangat buruk.
”Sehingga yang akan diperjuangkan pertama-tama adalah citra DPR terlebih dahulu. Wajah-wajah baru ini diharapkan dalam memberi perubahan di masyarakat,” ujar Hillary.
Janji bakal bekerja sebaiknya juga dilontarkan anggota baru DPR terpilih, Mulan Jameela, yang menyatakan dukungannya terhadap upaya pemberantasan korupsi oleh KPK. Mulan mengungkapkan, secara pribadi menolak revisi UU KPK.
”Pokoknya, saya mau sesuai dengan apa yang disuarakan rakyat,” ujar Mulan.
Ia mengatakan, dirinya berniat untuk masuk Komisi X yang membidangi pendidikan, olahraga, sejarah. Mantan musisi ini menilai komisi itu sejalan dengan latar belakangnya.
Selain wajah-wajah baru, juga masih bertahan wajah-wajah lama yang mewarnai parlemen. Dengan pengalaman yang dimiliki, mereka menjanjikan perubahan untuk publik.
Memberikan janji perubahan setelah dilantik juga dilakukan anggota DPR 2014-2019 lima tahun lalu. Faktanya, lima tahun berlalu, citra DPR di mata publik tetap buruk.
Anggota DPR terpilih dari PPP, Arsul Sani, mengakui, selama ini kinerja DPR yang buruk adalah pada fungsi legislatifnya. Namun, menurut dia, kinerja pengawasan dan kinerja anggaran berjalan dengan baik.
”Terkait kinerja dan fungsi legislatif, saya sepakat ada yang harus diperbaiki,” ujar Arsul.
Anggota Komisi III DPR 2014-2019 ini mengakui buruknya kinerja legislasi karena sering kali masih minimnya kesiapan pembentukan undang-undang, seperti belum menyiapkan naskah akademis dan tanpa menyerap aspirasi masyarakat.
Harapan DPR harus bekerja lebih baik juga disampaikan anggota DPR terpilih dari PKB, Abdul Kadir Karding.
”DPR ke depan harus bekerja lebih baik dan bagus lagi,” ujar Karding.
Mantan anggota DPR 2009-2014 dan 2014-2019 ini mengatakan, ke depan DPR harus secara khusus memperhatikan fenomena radikalisme yang dewasa ini terus berkembang. Pencegahan radikalisme dapat dilakukan dengan meningkatkan pendidikan antiradikalisme di sekolah-sekolah.
Pengulangan janji
Memberikan janji perubahan setelah dilantik juga dilakukan para anggota DPR 2014-2019 yang baru saja dilantik lima tahun lalu.
Arsip Kompas tanggal 1 Oktober 2014 dan 2 Oktober 2014 memberitakan, anggota DPR 2014-2019, Bambang Harjo Soekartono, mengatakan, akan mengoptimalkan kinerja DPR untuk memperbaiki citra DPR yang telah kehilangan kepercayaan dari publik.
Vena Melinda, anggota DPR dari Partai Demokrat, berjanji untuk mendorong kesadaran hukum. Hal senada juga dikemukakan pesohor yang juga anggota DPR dari PAN, Dessy Ratna Sari, yang berjanji ingin memperjuangkan aspirasi wanita dan anak-anak.
Faktanya, lima tahun berlalu, citra DPR di mata publik masih tetap buruk. Minimnya kuantitas dan kualitas produk legislasi masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, selama masa bakti periode tahun 2014-2019, DPR mengesahkan 91 rancangan undang-undang (RUU) menjadi undang-undang. ”Sampai tanggal 29 September 2019, DPR telah menyelesaikan 91 RUU yang terdiri atas 36 RUU dari daftar Prolegnas 2015-2019 dan 55 RUU Kumulatif Terbuka,” kata Bambang dalam rapat paripurna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (30/9).
Jumlah ini jelas menurun drastis dibandingkan dengan kinerja DPR periode 2009-2014 yang menghasilkan 125 UU yang disahkan.
Tak hanya itu, sejumlah produk RUU yang dihasilkan juga menuai kritik, seperti revisi UU KPK, RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Minerba, serta RUU Keamanan dan Ketahanan Siber. RUU tersebut dianggap kontroversial. Mahasiswa yang berdemonstrasi pun mengusung tudingan bahwa reformasi dikorupsi karena produk-produk legislasi tersebut.
Revisi UU KPK antara lain dituding melemahkan KPK sebagai anak kandung reformasi dan lembaga terdepan yang memberantas korupsi di Indonesia. Sementara pasal-pasal di RUU KUHP dituding membuat rakyat makin mudah dikriminalkan.
Mahasiswa dan masyarakat sipil selama sepekan terakhir menggelar demonstrasi menuntut pemerintah dan DPR membatalkan UU yang kontroversial, seperti UU KPK baru, serta menolak RUU kontroversial.
Menurut aktivis antikorupsi, Emerson Yuntho, menagih janji ke DPR itu sesuatu yang terkadang sia-sia. Dia mencontohkan, DPR kerap mengatakan akan memperkuat KPK, kenyataannya, para wakil rakyat tersebut malah setuju merevisi UU KPK yang justru melemahkan lembaga antikorupsi itu.
Menagih janji ke anggota dpr itu hanya buang buang waktu saja. Realisasinya pasti nol besar. Janji palsu dan pemberi harapan palsu. Kita berulang kali kecewa. Jadi jangan pernah berharap banyak atau lebih ke anggota DPR periode 2019-2024. Sudah enggak korupsi saja itu bagus buat performa DPR," ujar Emerson.