Pendiri usaha kuliner Bebek Goreng H Slamet, Slamet Rahardjo (70) tutup usia akibat serangan jantung di Solo, Senin (30/9/2019). Dari Kartasura, ia mewariskan warung bebek kaki lima bercita rasa bintang lima.
Oleh
ERWIN EDHI PRASETYA
·4 menit baca
Pendiri usaha kuliner Bebek Goreng H Slamet, Slamet Raharjo (70), tutup usia akibat serangan jantung di Solo, Jawa Tengah, Senin (30/9/2019). Dari Sukoharjo, ia mewariskan warung bebek kaki lima bercita rasa bintang lima yang kini sudah menjalin kerja sama dengan lebih dari 100 mitra di berbagai penjuru Nusantara.
Kabar meninggalnya Slamet Raharjo beredar melalui kabar berantai di grup percakapan Whatsapp Senin sekitar pukul 09.00 wib. Dwi Nur Rahmanto, salah satu anak H Slamet Raharjo mengatakan, ayahnya meninggal karena serangan jantung. Ayahnya merupakan sosok pekerja keras hingga usaha kulinernya meluas seperti sekarang.
Slamet mendirikan usaha bebek goreng sejak 1986. Warung pertamanya saat itu dibuka di pinggir ruas Jalan Ahmad Yani, Kartasura, Sukoharjo, Jawa Tengah. Jalur itu merupakan jalan utama Solo menuju arah Semarang ataupun Yogyakarta.
Menurut Dwi, akibat pelebaran jalan, pada 1992 warung itu dipindah masuk ke jalan kampung menempati halaman rumah pribadi yang berjarak sekitar 100 meter dari lokasi semula di Sedahromo Lor RT 001 RW 007, Kartasura, Sukoharjo. ”Walau sudah tidak di tepi jalan besar, jumlah pelanggan warung Bapak enggak surut, bahkan terus bertambah,” katanya.
Usaha bebek goreng H Slamet pun terus berkembang. Hingga kini sudah ada lebih dari 100 gerai dibuka di beberapa kota, di antaranya Yogyakarta, Solo, Jakarta, Bekasi, dan Semarang.
Cabang-cabang itu tidak dikelola sendiri oleh keluarga H Slamet, tetapi dikelola dengan sistem kerja sama kemitraan dengan pihak lain. Pria kelahiran 20 April 1949 itu juga menolak praktik waralaba atau franchise karena tidakingin mengutamakan pencarian laba.
Ayah dari tujuh orang putra dan putri ini serta kakek dari 14 cucu ini merupakan pelopor kuliner bebek goreng di Kartasura. Berawal dari usaha Slamet, muncul banyak warung dengan menu sejenis, yakni bebek goreng di sekitar Kartasura. Adapun kelengkapannya pun sama sambal korek dan lalapan.
Pak Slamet menjadi inspirasi bagi orang-orang yang membuka usaha bebek goreng Kartasura yang lain. Sampai-sampai dia harus mencantumkan kata ”Asli” di kardus pembungkus dan papan warung.
Sampai-sampai H Slamet harus mencantumkan kata ’Asli’ di kardus pembungkus serta papan warung.
Cita rasa
Bebek goreng di rumah makan Bebek Goreng H Slamet memiliki rasa khas. Bebek yang disajikan empuk dan gurih. Selain itu bumbunya meresap sempurna. Dalam laporan di harian Kompas, Minggu (30/11/2008), rasa bebek yang nikmat dan gurih tersebut karena Slamet menggunakan daging bebek jenis super. Jadi, bebek yang dipilih adalah bebek yang sudah empat kali bertelur dalam rentang waktu selama sekitar dua tahun.
Slamet tidak menggunakan bebek muda karena dagingnya mudah hancur saat direbus. Rahasia rasa gurih dari bebek juga diperoleh karena daging direbus 3 hingga 4 jam sehingga dagingnya empuk dan bumbunya meresap. Setelah itu daging baru digoreng.
Dalam laporan yang ditulis wartawan Kompas, Djoko Poernomo, 30 November 2008, tersebut, H Slamet Raharjo sebenarnya adalah anak juragan batik. Ia mengawali dunia wirausaha pada akhir 1970-an dengan berjualan es, rujak, lotis, soto, dan rawon sebelum akhirnya memilih menu spesialis bebek goreng tahun 1986.
Ari Santi (39), warga Sukoharjo yang juga pelanggan bebek goreng H Slamet, mengaku sudah jatuh hati dengan cita rasa bebek H Slamet sejak 10 tahun lalu. Baginya, tekstur bebek goreng H Slamet terasa sangat empuk dan sama sekali tidak amis. Apalagi, sambal koreknya yang sangat pedas cocok dengan seleranya yang hobi makan-makanan pedas. ”Kalau tidak makan langsung di warungnya, kadang saya beli pakai ojek online,” katanya.
Meski berbeda kota, kekhasan rasa bebek goreng H Slamet tidak berubah.
Bahkan, ketika bepergian ke luar kota, misalnya ke Yogyakarta, Ari tetap memilih warung bebek H Slamet untuk makan siang bersama anak dan suami. Meski berbeda kota, kekhasan rasa bebek goreng H Slamet tidak berubah. ”Itu yang saya suka, standar rasanya dijaga,” ujarnya.
Bagi Slamet, usaha bebeknya itu bukan sarana mencari kekayaan, melainkan tabungan menuju hidup selanjutnya di akhirat. Untuk itu, dia menerapkan sistem kerja sama, alih-alih waralaba untuk setiap cabang gerainya.
Sejak awal membuka usaha bebek goreng, Slamet juga selalu menyisihkan penghasilannya untuk disalurkan kepada anak yatim dan kurang mampu di Kelurahan Kartasura lewat Yayasan Sunaran atau Sudinata Resiking Lingkungan. Sebelum meninggal, Slamet sempat dirawat di RS Kasih Ibu, Solo, sejak Minggu (29/9/2019) malam, tetapi tidak tertolong.
Oleh penikmat kuliner, jejaknya akan terus dikenang lewat cita rasa daging bebek dan pedasnya sambal korek yang membuat satu porsi nasi putih selalu terasa tak cukup....