Kesadaran akan Mobil Hibrida Bertambah, tetapi Pemahaman Masih Minim
›
Kesadaran akan Mobil Hibrida...
Iklan
Kesadaran akan Mobil Hibrida Bertambah, tetapi Pemahaman Masih Minim
Kesadaran publik akan mobil berteknologi ”hybrid” semakin tinggi, tetapi pemahaman mereka ternyata masih rendah.
Edukasi publik pun perlu dilakukan secara berkesinambungan.
Oleh
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peraturan Presiden tentang Kendaraan Listrik sudah resmi diundangkan. Pasar pun sudah merespons dengan peluncuran sejumlah kendaraan berteknologi electric vehicle (EV) bagi konsumen Tanah Air. Kesadaran publik akan mobil berteknologi ini pun semakin tinggi, tetapi pemahaman mereka ternyata masih rendah.
Demikian terungkap dalam survei internal yang digelar PT Toyota Astra Motor (TAM) selaku distributor resmi mobil-mobil bermerek Toyota di Indonesia. ”Dari survei itu terungkap awareness tentang mobil-mobil hybrid Toyota tinggi, sekitar 60 persen konsumen tahu ada mobil hybrid. Namun, pemahaman akan teknologi hybrid itu sendiri masih rendah. Baru sekitar 15 persen yang paham tentang mobil hybrid,” papar Wakil Presiden Direktur PT TAM Henry Tanoto, Selasa (1/10/2019), di Jakarta.
Henry menyampaikan hal tersebut saat mengajak media menjajal jajaran lini produk mobil hybrid Toyota yang sudah hadir di Tanah Air. Lima mobil itu, yakni Toyota Prius PHV (plug-in hybrid vehicle), Toyota Alphard Hybrid, Toyota Camry Hybrid, Toyota C-HR Hybrid, dan yang terbaru Toyota Corolla Altis Hybrid, diuji menempuh jarak lebih dari 100 kilometer (km) dari Jakarta menuju kawasan Cisarua, Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Ia juga menambahkan, walau ada pertambahan jumlah kendaraan hybrid yang dibeli oleh masyarakat Indonesia, pertumbuhannya bisa dikatakan masih lambat. ”Sejak mobil hybrid pertama kami pasarkan di Indonesia dengan Toyota Prius pada 2009, sudah ada sekitar 2.200 mobil hybrid berbagai tipe yang terjual. Ada pertumbuhan, tetapi masih lambat,” papar Henry.
Jumlah itu jelas masih sangat kecil dibandingkan dengan angka penjualan seluruh mobil Toyota di Indonesia yang mencapai lebih dari 300.000 mobil per tahun. Henry mengakui, salah satu kendala bagi konsumen saat hendak membeli mobil hybrid adalah harganya yang lebih tinggi dibandingkan mobil konvensional. ”Affordability memang masih jadi isu. Harapannya memang ada insentif (dari pemerintah), baik insentif fiskal maupun nonfiskal,” kata Wakil Presdir PT TAM tersebut.
Sebagai contoh, Toyota Camry Hybrid saat ini dibanderol Rp 809.400.000 (on the road, Jakarta), atau selisih lebih dari Rp 150 juta dibandingkan dengan varian di bawahnya yang bermesin konvensional, yakni Toyota Camry 2.5 V, yang dihargai Rp 649.450.000.
Atau misalnya, All New Toyota Corolla Altis Hybrid yang pasang harga Rp 566.300.000, berselisih signifikan dibandingkan dengan All New Toyota Corolla Altis V yang dibanderol Rp 489.300.000.
Harga tinggi itu, lanjut Henry, paling besar disebabkan harga baterai yang masih mahal.
Paling banyak
Selisih harga paling tipis baru bisa ditemui pada Toyota C-HR. Varian hybrid mobil ini dijual pada kisaran harga Rp 523.350.000 dan Rp 524.850.000. Sementara varian bermesin konvensional dipasarkan dengan harga Rp 493.350.000-Rp 494.850.000.
Selisih harga yang tak terlalu jauh ini membuat konsumen cenderung memilih varian hybrid. Direktur Pemasaran PT TAM Anton Jimmi Suwandy, yang ikut dalam rombongan uji kendara singkat ini, mengatakan, sekitar 75 persen konsumen Toyota C-HR memilih varian hybrid daripada varian bermesin konvensional.
”Toyota C-HR saat ini terjual sekitar 40 unit per bulan. Dari jumlah tersebut, 75 persennya memilih varian hybrid. Dulu estimasi kami pembeli hybrid hanya akan berkisar di angka 40-50 persen, ternyata estimasi itu sudah terlampaui,” papar Anton.
Anton berharap jumlah pembeli varian hybrid itu terus akan bertambah seiring dengan meningkatnya kesadaran publik akan mobil berteknologi baru tersebut. ”Memang pembeli varian hybrid ini adalah orang-orang yang melek teknologi dan ingin mencoba teknologi terbaru. Mereka rata-rata baru pertama kali membeli mobil hybrid meski saat di luar negeri pernah mencoba mobil hybrid ini,” ujar Anton.
Baik Henry maupun Anton menggarisbawahi pentingnya edukasi publik yang harus disampaikan terus-menerus terkait mobil-mobil berteknologi EV ini. Dalam kasus C-HR, misalnya, awalnya ada dua hal yang menjadi kekhawatiran calon konsumen, yakni soal umur baterai dan biaya perawatan mobil hybrid.
”Setelah kami jelaskan bahwa ada garansi lima tahun untuk baterai dan biaya perawatan mobil hybrid yang relatif sama dengan mobil konvensional, mereka baru yakin untuk membelinya,” ujar Anton.
Terkait dengan upaya edukasi dan pengenalan produk EV Toyota bagi pasar Indonesia ini, Anton mengatakan pihaknya dalam waktu dekat bermaksud memasarkan Toyota Prius PHV berteknologi plug-in hybrid electric vehicle (PHEV). ”Target kami bisa memasarkan Prius PHV ini di Indonesia dengan harga di bawah Rp 1 miliar per unit. Ini kami masih menunggu dua peraturan pemerintah lagi terkait mobil listrik, yakni mengenai Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) dan soal (insentif) produksi lokal,” tuturnya.