Selain rutin beri order, karya pembatik kerap diikutkan lomba juga menjadi pemikat bagi pembatik untuk terus menghasilkan batik tulis. Pembatik pun terus dipasok ide terkait corak sehingga mereka merasa diapresiasi.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI/AGNES SWETTA PANDIA
·5 menit baca
BANGKALAN, KOMPAS — Selain rutin memberi order, karya pembatik kerap diikutkan lomba juga menjadi pemikat bagi pembatik untuk terus menghasilkan batik tulis. Pembatik pun terus diberi pasokan ide terkait corak yang digemari pasar sehingga semakin meneguhkan mereka untuk terus membatik. Dengan cara demikian, pembatik merasa betul-betul diapresiasi sehingga semangat tak pudar untuk membatik menggunakan malam.
Demikian dikemukakan Vetrylla Prima Z, pemilik Athaya Batik Madura, di Bangkalan, Rabu (2/10/2019). Pengusaha muda yang meneruskan bisnis batik dari neneknya itu kini membina paling tidak 50 pembatik di Tanjung Bumi, yang umumnya ibu rumah tangga. Harga batik buatan pembatik di Madura paling murah Rp 100.000 per lembar, cukup untuk kemeja.
”Walau pasar lesu, pemesanan tetap dilakukan, tidak hanya mengontak pembatik ketika perlu stok sehingga pembatik tetap ada pemasukan. Kasih motif baru sesuai selera pasar dan ikutkan lomba sehingga mereka semangat karena hasil kerjanya diapresiasi,” ujar Vetrylla.
Ketua Paguyuban Batik Sidoarjo Nurul Huda mengatakan, batik tulis sejatinya berkembang pesat. Indikasinya jumlah perajin meningkat lebih dua kali lipat dalam rentang lima tahun belakangan. Sebagai gambaran, dulu anggota paguyuban hanya 18 perajin dan sekarang menjadi lebih dari 50 perajin.
Walau pasar lesu, pemesanan tetap dilakukan, tidak hanya mengontak pembatik ketika perlu stok sehingga pembatik tetap ada pemasukan. Kasih motif baru sesuai selera pasar dan ikutkan lomba sehingga mereka semangat karena hasil kerjanya diapresiasi.
Meski berkembang pesat, usaha kerajinan batik tulis menghadapi tantangan yang tidak bisa diabaikan. Salah satunya persaingan dengan kain produksi pabrikan bermotif, seperti batik atau yang dikenal dengan sebutan batik printing atau cetak.
Pemilik Rumah Batik Tulis dan Workshop Al mengatakan, banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk menghadapi persaingan dengan kain bermotif seperti batik. Salah satunya memperluas pengetahuan masyarakat agar mereka mampu membedakan antara batik tulis dan kain motif batik. Perbedaan itu bisa dari proses pembuatannya ataupun dari motif atau coraknya.
”Pembeli yang tidak tahu tentang batik tulis biasanya memilih kain bermotif seperti batik karena tertarik dengan harganya yang murah. Namun, bagi yang mengetahui tentang batik, mereka memiliki pertimbangan lain dalam membeli,” ujar Huda.
Salah satu pertimbangan itu adalah motif atau corak batik. Di tengah semakin banyaknya perajin batik, persaingan di antara sesama pembatik tulis pun sebenarnya semakin ketat. Perajin dituntut meningkatkan daya saing, salah satunya dengan cara menciptakan motif batik yang menarik dan tidak umum.
Motif umum contohnya tumbuhan dan hewan. Motif yang tidak umum misalnya motif yang melambangkan ikon suatu daerah, seperti Kabupaten Sidoarjo memiliki motif udang dan bandeng.
Pembeli yang tidak tahu tentang batik tulis biasanya memilih kain bermotif seperti batik karena tertarik dengan harganya yang murah. Namun, bagi yang mengetahui tentang batik, mereka memiliki pertimbangan lain dalam membeli.
Permintaan batik tulis motif tersebut sangat tinggi, baik dari masyarakat lokal maupun wisatawan, karena mereka tahu tidak akan menemukan motif serupa di daerah lain.
Cara lain untuk melestarikan batik tulis adalah dengan mengenalkan filosofi motif batik sehingga pembeli merasa memiliki kebanggaan tersendiri saat mengenakannya. Untuk mengenalkan filosofi motif ini, perajin dituntut tidak asal membatik.
Huda menambahkan, selain perajin, pemerintah juga memiliki peran signifikan dalam pelestarian batik tulis. Caranya, memperluas penggunaan batik sebagai seragam dinas pegawai pemerintahan ataupun seragam sekolah. Namun, faktanya, banyak seragam yang tidak menggunakan batik tulis, tetapi kain bermotif seperti batik.
Pemerintah Kota Surabaya pun tak pernah berhenti melakukan pembinaan terhadap pembatik yang berada di kawasan Dolly. Di kawasan eks lokalisasi itu kini sudah ada enam kelompok pembatik yang terus didampingi dan dibantu mulai dari pelatihan, cara membatik, membuat corak, diarahkan menggunakan pewarna alam, hingga pemasaran.
Pemkot Surabaya, kata Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, tidak pernah berhenti memberikan masukan termasuk membawa contoh batik atau corak, bahkan bahan baku kain yang akan dibatik oleh pembatik di Dolly. Karya pembatik yang di Dolly semakin bagus, bahkan sudah dibawa oleh perancang busana Oscar Lawalata ke luar negeri.
”Saya selalu menekankan kepada pembatik, kain batik itu, ya, tulis. Kalau print atau cetak, itu kain corak batik. Jangan pernah bosan membatik karena pemasarannya pun dibantu lewat pameran dan pusat oleh-oleh Surabaya Square,” kata Risma.
Terus membina dan melindungi pembatik agar mereka tidak mudah terbawa arus kerja cepat, dengan meninggalkan aktivitas membatik menggunakan malam. Pembatik di Surabaya umumnya pemain baru, jadi sejak dini benar-benar ditekankan bahwa membatik tidak sekadar membuat corak, tetapi sarat dengan filosofi.
”Kain batik itu karya seni sehingga butuh ketelatenan saat menggarap, maka harganya pun tak bisa murah, tetapi tetap setimpal dengan keseriusan menggarapnya,” ujar Risma, yang selalu membawa karya pembatik Dolly ke berbagai lawatan ke luar negeri.
Upaya menyelamatkan batik juga digalakkan Bupati Pamekasan Badrut Taman dengan rutin mengadakan pelatihan membatik untuk regenerasi, pembinaan khusus, dan memberikan bantuan alat serta terkait pemasaran.
Saya selalu menekankan kepada pembatik, kain batik itu, ya, tulis. Kalau print atau cetak, itu kain corak batik. Jangan pernah bosan membatik karena pemasarannya pun dibantu pemkot lewat pameran dan pusat oleh-oleh Surabaya Square.
Terkait proses membatik supaya tidak ketinggalan dari batik lain, pembatik pun diikutkan pelatihan di SMK Batik. ”Lulusan SMK Batik diharapkan bisa meneruskan jejak pembatik yang mulai lanjut usia,” kata Badrut Taman.
Apalagi, Pamekasan salah satu sentra batik tulis terbaik di Indonesia sehingga menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk memberikan perhatian khusus kepada pembatik di kabupaten ini. Saat ini paling tidak ada 6.240 perajin dan penjual batik.
Batik buatan pembatik di Pulau Madura, baik di Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep rata-rata masih tulis. Bahkan, di Tanjung Bumi, Bangkalan, terkenal dengan batik gentongan yang lama pembuatan karena direndam dalam gentong di bawah tanah minimal 6 bulan.
Selembar batik gentongan kini sekitar Rp 2,5 juta. Meski batik tulis dengan corak sederhana dan pewarnaan hanya dua kali proses masih dijual dengan harga paling murah Rp 100.000 per lembar.
Belakangan memang sudah ada pembatik yang membuat batik cap sehingga harga bisa ditekan Rp 75.000 per lembar. ”Buat batik cap saja di Pulau Madura masih sangat jarang, pembatik masih setia mengerjakan batik tulis menggunakan malam,” kata Ketua Komunitas Batik Surabaya (Kibas) Lintu Tulistyantoro.
Hal senada juga dikemukakan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah dengan mengatakan dukungan pemerintah daerah terhadap usaha kerajinan batik tulis agar tetap lestari cukup banyak.
Salah satunya memberikan pelatihan kepada perajin untuk meningkatkan kapasitas mereka. Upaya lain memberikan dukungan pendanaan melalui bantuan pinjaman modal usaha dengan bunga ringan agar pengrajin bisa meningkatkan kapasitas produksinya.
”Terkait perizinan, pemda juga memberikan kemudahan layanan pengurusan kepada perajin. Saya sebagai bupati sudah mendelegasikan sebagian kewenangan kepada camat dan kepala desa agar pengurusan perizinan mudah diakses oleh masyarakat,” kata Saiful Ilah.