Mahasiswa mendesak kepolisian untuk mengungkap dengan segera pelaku penembakan dan penganiayaan yang menyebabkan dua mahasiswa meninggal dalam unjuk rasa pekan lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·3 menit baca
KENDARI, KOMPAS - Mahasiswa mendesak kepolisian untuk mengungkap dengan segera pelaku penembakan dan penganiayaan yang menyebabkan dua mahasiswa meninggal dalam unjuk rasa pekan lalu di Kendari, Sulawesi Tenggara. Mereka juga menuntut agar sejumlah petinggi kepolisian yang bertugas dalam pengamanan dicopot dan diperiksa. Pihak kepolisian berjanji untuk mengungkap kasus ini secara terbuka.
Kepala Polda Sulawesi Tenggara Brigadir Jenderal Merdisyam menyampaikan, siap menuntaskan dan mengungkap siapa saja yang terlibat dalam kasus meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo dalam demonstrasi pekan lalu. Penanganan kasus ini menjadi prioritas dan akan diungkap secara transparan, siapa pun yang terlibat.
Kalau dalam pengungkapan ada keterlibatan anggota Polri, akan dituntaskan berdasar hukum yang berlaku.
“Penanganan kasus ini menjadi skala prioritas kami. Kalau dalam pengungkapan ada keterlibatan anggota Polri, akan dituntaskan berdasar hukum yang berlaku. Saat ini, sudah dilakukan berbagai upaya, dan (kami) terus bekerja berdasar prosedur yang ada,” ucap Merdisyam, dalam dialog dengan mahasiswa, Rabu (2/10/2019).
Sejauh ini, tambah Merdisyam, tim investigasi yang diasistensi langsung Markas Besar Polri, terus bekerja menyelidiki barang bukti, rentetan kronologis, dan pemeriksaan sejumlah pihak. Dua buah proyektil, tiga selongsong, dan sejumlah bukti lain pun dalam penyelidikan. Selain itu, pemeriksaan internal juga terus dilakukan.
Berdasarkan informasi yang dilaporkan kepada Ombudsman RI Sulawesi Tenggara, sebanyak 13 personel kepolisian yang bertugas saat unjuk rasa telah diperiksa. Sebanyak 13 pucuk senjata personel tersebut juga telah diamankan. “Semua kami usut. Jangankan Kapolres (Kendari), Wakapolda, Karoops, atau siapa pun yang terlibat akan dicopot kalau dinyatakan bersalah,” kata Merdisyam.
Terkait tuntutan untuk mencopot Kapolres Kendari, Merdisyam mengatakan akan langsung berkoordinasi dengan Kapolri. "Kewenangan itu (pencopotan) bukan pada saya. Saya sangat menghargai dan membuka ruang dialog sehingga dapat mengungkap kasus ini demi kebenaran,” ucap Merdisyam.
Lebih dari 500 mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Kendari, kembali berunjuk rasa di Markas Polda Sulawesi Tenggara, Rabu siang. Mereka menyampaikan pendapat dengan damai, yang juga dihadapi aparat dengan tenang.
Aksi mereka berlangsung sebagai bentuk protes keras karena meninggalnya Randi (22) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19), dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO), dalam aksi berujung bentrok dengan aparat pekan lalu. Randi meninggal setelah terkena tembakan peluru tajam, sementara Yusuf meregang nyawa setelah mengalami luka parah di kepala.
Macho, Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UHO, mendesak agar kepolisian segera mengungkap pelaku yang menyebabkan meninggalnya Randi dan Yusuf. Kejadian ini merupakan pelanggaran hak asasi manusia berat yang harus segera dituntaskan.
Kepolisian, tambah Macho, merupakan institusi yang seharusnya mengayomi masyarakat. Akan tetapi, sejauh ini, hanya ketidakpercayaan dan rentetan pelanggaran yang terjadi ke mahasiswa dan masyarakat.
Kami menuntut agar Kapolres Kendari dicopot dengan segera dan sejumlah pemimpin di Polda juga dicopot.
“Kami tidak ingin ada korban lagi yang berjatuhan. Kami menuntut agar Kapolres Kendari dicopot dengan segera dan sejumlah pemimpin di Polda juga dicopot,” ucap Macho.
Salah satu hal yang tidak boleh dilupakan, kata Macho, adalah jaminan terhadap masa depan keluarga korban. Sebab, Yusuf dan Randi adalah harapan keluarga. Tidak lupa juga, terkait tuntutan awal mahasiswa, agar pemerintah segera membatalkan revisi Undang-undang KPK.
Buka penyelidikan
Penyelidikan terkait unjuk rasa yang berujung meninggalnya Randi dan Yusuf masih berlangsung. Sejumlah temuan dan bukti dalam pemeriksaan pihak kepolisian. Uji balistik proyektil pun sedang dilakukan.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Sulawesi Tenggara Mastri Susilo menyebutkan, pihaknya akan melakukan pengawasan melekat dalam penyelidikan yang berlangsung, termasuk terkait sejumlah temuan dalam pemeriksaan.
“Dari awal kami memang mendesak agar kepolisian membuka seluas-luasnya ruang kepada berbagai pihak untuk terlibat langsung. Kami fokus melakukan pengawasan dan pengawalan investigasi yang dibentuk,” ucapnya.
Mastri pun mengimbau agar mahasiswa atau siapa saja yang memiliki barang bukti atau informasi terkait kejadian ini untuk segera menginformasikannya. Ombudsman akan memfasilitasi, menerima, dan berkoordinasi dengan banyak pihak untuk menjamin keamanan dan kerahasiaan pelapor. Rabu pagi, seorang warga telah menyerahkan satu temuan selongsong di sekitar lokasi kejadian.