Lari 400 meter adalah salah satu nomor lomba yang diwariskan oleh Olimpaide Kuno pada dunia olahraga modern. Lomba lari satu putaran penuh lintasan atletik ini adalah penyempurnaan dari diaulos sejauh 396,24 m.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·4 menit baca
Tidak banyak nomor lomba atletik yang berasal dari Olimpiade Kuno, ajang multicabang di era Yunani Kuno sekitar 700 tahun Sebelum Masehi. Salah satu lomba atletik Olimpiade Kuno yang tersisa adalah lari 400 meter. Menurut Federasi Atletik Internasional atau IAAF, lari 400 meter pada masa lalu dikenal sebagai diaulos, lomba lari cepat sejauh 1.300 kaki (396,24 m). Diaulos mulai dilombakan pada Olimpiade Kuno ke-14, tahun 724 SM.
Diaulos dilombakan di arena khusus bernama stade, atau stadion, yang menyediakan jalur lintasan lari yang lurus dengan jarak bervariasi. Ada stade berjarak 630,81 kaki (192,27 m) seperti di Olympia. Ada pula stade berjarak 582,35 kaki (177,50 m) di Delphi, Yunani. Para sejarawan meyakini, pelari harus berputar di ujung lintasan dan kembali ke garis awal untuk menyelesaikan lomba.
Pada era modern, lari 400 meter dilakukan dengan memutari penuh lapangan dalam lintasan berbentuk oval. Lomba memakai semua panjang jalur lintasan lari yang panjangnya 400 meter. Start perlombaan dimulai di titik yang juga menjadi tempat finis. Lomba ini adalah lomba terjauh yang mensyaratkan pelari berlari di jalur masing-masing hingga finis. Pelari melakukan start dari blok start, dengan posisi tidak sejajar, sesuai jalur masing-masing.
Pada masa Olimpiade modern, nomor 400 meter digelar sejak Olimpiade pertama di Athena 1896. Saat itu, hanya nomor putra yang dilombakan, dengan medali emas diperoleh pelari Amerika Serikat, Thomas Burke (54,2 detik). Perak diraih pelari AS, Herbert Jamison (55,2 detik) dan perunggu direbut pelari Inggris, Charles Gmelin (56,7 detik). Adapun nomor putri baru dilombakan di Tokyo 1964.
Strategi perlombaan
Pelari putra AS kemudian mendominasi nomor 400 m. Mereka mengoleksi 19 emas dari 28 emas Olimpiade di nomor ini. Puncaknya adalah pada era Michael Johnson, salah satu pelari tersukses di nomor itu. Johnson menjadi pelari tercepat di nomor 400 m saat mencatat rekor dunia 43,18 detik pada 26 Agustus 1996. Rekor ini bertahan 20 tahun sebelum dipertajam oleh pelari Afrika Selatan Wayde van Niekerk dengan 43,03 detik pada 14 Agustus 2016.
Johnson dikutip SportsRec pada 2018 lalu mengatakan, rahasia untuk berlari 400 meter adalah melakukan empat ”P” atau push, pace, position, dan pray. Push maksudnya pelari harus mendorong diri secepat mungkin selepas blok start.
Pace maksudnya pelari harus menjaga laju pada 100 meter kedua. Position adalah menjaga atau mempertahankan jarak pada 100 meter ketiga. Pray yang dimaksud adalah tetap rileks hingga finis. ”Lari 400 meter adalah lomba yang sangat mementingkan strategi atau intelektual daripada sprint klasik (100 meter dan 200 meter). Sebab, kita tidak mungkin terus berlari dengan kecepatan penuh sepanjang lintasan,” ujarnya.
Dominasi pelari putra AS itu mulai mengendur pada final nomor 400 meter Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar, Sabtu (5/10/2019) dini hari WIB. Dominasi mereka tak terlihat pada final 400 meter Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar, Sabtu (5/10/2019) dini hari. Pelari AS hanya kebagian perunggu melalui Fred Kerley yang mencatat waktu 44,17 detik. Medali emas di nomor ini diraih pelari Bahama, Steven Gardiner, dengan waktu 43,48 detik. Perak direbut pelari Kolombia, Anthony Jose Zambrano (44,15 detik).
”Saya menjalani putaran yang sempurna. Saya tidak percaya saya bisa menjadi juara dunia. Saya dan Shaunae (Shaunae Miller-Uibo rekan senegaranya yang meraih perak di bagian putri) mendedikasikan kemenangan ini untuk warga Bahamas yang baru saja diterjang badai Dorian pada awal September,” kata Gardiner dikutip IAAF seusai perlombaan.
Berbeda dengan para pelari putra, nomor ini tidak terlalu bersahabat bagi pelari putri AS. Mereka hanya meraih 2 emas dari 14 emas kali nomor ini dilombakan di Olimpiade. Pelari putri terbaik AS di nomor ini, Sanya Richards, hanya tercatat sebagai pelari tercepat kesembilan dalam sejarah, yakni 48,70 detik pada 16 September 2006. Catatan ini terpaut lebih dari satu detik dengan rekor dunia yang dibukukan pelari asal Jerman Barat, Marita Koch, 47,60 detik, pada 6 Oktober 1985.
Pada final bagian putri di Doha, Jumat (4/10) dini hari, tidak ada pelari putri AS yang meraih medali. Medali emas direbut pelari Bahrain Salwa Eid Naser dengan waktu 48,14 detik. Hasil itu tercatat sebagai yang tercepat ketiga dalam sejarah nomor tersebut. Miller-Uibo berada di posisi kedua dengan waktu 48,37 detik, diikuti pelari Jamaika Shericka Jackson dengan waktu 49,47 detik.