Orangutan Sepat Ditemukan dengan 70 Peluru di Tubuh
›
Orangutan Sepat Ditemukan...
Iklan
Orangutan Sepat Ditemukan dengan 70 Peluru di Tubuh
Sepat, orangutan jantan dewasa yang berumur 25 tahun, ditemukan di perkebunan sawit di Kalimantan Tengah. Setelah dibawa ke pusat rehabilitasi, diketahui di dalam tubuh orangutan itu sedikitnya ada 70 peluru.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Sepat, orangutan jantan dewasa yang berumur 25 tahun, ditemukan di perkebunan sawit di Kalimantan Tengah dalam kondisi lemah. Setelah dibawa ke pusat rehabilitasi, di dalam tubuh orangutan itu sedikitnya terdapat 70 peluru.
Sepat ditemukan tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Kalimantan Tengah pada Minggu (22/09/2019) lalu di kawasan salah satu perusahaan perkebunan sawit di Kabupaten Kapuas. Penyelamatan itu dilakukan setelah pihak BKSDA Kalteng mendapatkan laporan dari warga setempat.
”Saat ditemukan, orangutan itu memang dalam keadaan dehidrasi berat dan kekurangan nutrisi,” ungkap Koordinator Konservasi Keanekaragaman Hayati BKSDA Kalteng Etie di Palangkaraya, Rabu (9/10/2019).
Saat ditemukan, orangutan itu memang dalam keadaan dehidrasi berat dan kekurangan nutrisi.
Etie menjelaskan setelah diselamatkan dari perkebunan sawit, orangutan tersebut kemudian dibawa ke Pusat Rehabilitasi dan Reintroduksi Nyaru Menteng miliki Yayasan Borneo Orangutan Survival (BOS) di Kota Palangkaraya.
Sampai di Nyaru Menteng, orangutan yang kemudian diberi nama Sepat itu diperiksa dan diberi tindakan medis oleh dokter hewan Yayasan BOS. Saat diperiksa dan diambil foto rontgen, terdapat sedikitnya 70 peluruh di dalam tubuh Sepat.
Saat ditemukan, Sepat hanya memiliki berat badan 45 kilogram atau setengah dari berat badan ideal orangutan seumurannya. Dalam indeks body condition score (BCS), Sepat diberi skor dua dari rentang skala 1-5 oleh tim dokter Yayasan BOS dalam artian kondisinya sangat lemah.
Sepat adalah orangutan yang kami selamatkan di lokasi PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL), sebuah perusahaan kelapa sawit yang berlokasi di Kapuas.
”Tak hanya malnutrisi, tetapi juga cedera parah karena ada banyak bekas tembakan, makanya dibawa ke Nyaru Menteng untuk dilakukan pemeriksaan yang lebih intensif,” ujar CEO Yayasan BOS Jamartin Sihite.
Jamartin mengungkapkan, di Nyaru Menteng Sepat sempat menolak makan dan mengeluarkan kiss-squek. Sedikit demi sedikit, Sepat mulai menerima pisang dan minum.
Sampai hari ini, berat badannya meningkat menjadi 50 kilogram dan mulai rajin makan berbagai macam makanan, dan minum. ”Tim medis belum berani mengangkat peluru-peluru di dalam tubuhnya karena kondisinya masih belum memungkinkan,” kata Jamartin.
Jamartin mengungkapkan, keluarnya orangutan dari habitatnya juga merupakan dampak dari pembukaan lahan dengan cara membakar. Ketika satwa keluar dari habitatnya, potensi konflik dengan manusia menjadi besar.
”Kenyataan bahwa di tubuh Sepat terdapat sejumlah peluru merupakan bukti bahwa dia baru lolos dari konflik dengan manusia yang tinggal di sekitar habitatnya. Jika akhirnya proses pengobatan berjalan lancar dan ia bisa pulih, Sepat akan kami lepas liarkan kembali ke habitat alami yang aman,” kata Jamartin.
Kenyataan bahwa di tubuh Sepat terdapat sejumlah peluru merupakan bukti bahwa dia baru lolos dari konflik dengan manusia yang tinggal di sekitar habitatnya.
Menanggapi hal itu, Kepala BKSDA Provinsi Kalteng Adib Gunawan mengatakan, pihaknya akan mengambil tindakan terkait kasus Sepat. Saat ini pihaknya sedang mengumpulkan informasi dan melakukan penyelidikan.
”Ini penyelidikan dulu, pengumpulan bahan dan keterangan oleh polisi hutan kami, baru bisa diputuskan apakah akan ditingkatkan ke penyidikan atau tidak,” kata Adib.
Kasus serupa pernah terjadi di Kalimantan Timur. Pada Februari 2018, warga menemukan orangutan di kawasan Taman Nasional Kutai Timur dengan kondisi lemah yang kemudian mati. Dalam tubuhnya bersarang 130 peluru.
Polisi kemudian menangkap lima orang yang mengaku menembaki orangutan itu karena kesal kebun sawit dan kebun nanasnya dirusak (Kompas, Minggu, 18 Februari 2018).
”Kami berharap semua pihak bisa bekerja sama lebih aktif untuk mencegah konflik orangutan dan melindunginya di dalam habitat orangutan. Orangutan tidak bermanfaat lagi kalau berada di luar hutan, habitatnya,” ungkap Jamartin.