Walaupun hari sudah lewat pukul 9.30, sejumlah orang masih berlatih lari. Ada pula warga berusia lanjut yang berjalan-jalan. Sepasang kakek-nenek berpegangan tangan dengan wajah bahagia. Lainnya tampak bergegas lari.
Oleh
Agus Hermawan
·3 menit baca
Seorang bapak paruh baya berkaus biru berlari dengan wajah riang, Selasa (8/10/2019). Yang menarik, lelaki itu bukan hanya jogging biasa, tetapi kedua tangannya memainkan tiga bola yang dilempar-lempar bergiliran. Irama melangkahkan kaki dengan permainan juggling bola yang harmonis membuat dia berlari dengan nyaman. Bapak yang enggak sempat ditanya namanya itu berlari di antara sejumlah pelari lainnya, mengelilingi kawasan Central Park, New York, pagi itu.
Walaupun hari sudah lewat pukul 09.30, sejumlah orang masih berlatih lari. Ada pula warga berusia lanjut yang berjalan-jalan. Sepasang kakek-nenek berpegangan tangan dengan wajah bahagia. Lainnya tampak bergegas lari, berkonsentrasi lari dengan headset di telinganya tanpa peduli sekelilingnya.
Di antara mereka bukan hanya warga setempat yang menyempatkan diri berolahraga, menghirup udara di kawasan hijau itu. Sejumlah lainnya adalah wisatawan, seperti kami, yang sengaja datang ke Central Park untuk berolahraga dan menikmati kesegaran sekitarnya.
Taman ini menyediakan lintasan sepanjang 9,8 kilometer yang bisa dimanfaatkan untuk lari, joging, jalan kaki, bersepeda, hingga bermain inline skate. Permukaan lintasan juga bervariasi, dari aspal berpasir halus hingga alami yang nyaman dijejak kaki.
Ya, inilah Central Park di kawasan Manhattan, New York, yang terkenal itu.
Sekitar 38 juta orang per tahun mengunjungi taman seluas 3,41 kilometer persegi yang dirancang-bangun sejak tahun 1821 itu.
Keterkenalan taman ini bisa jadi karena lokasinya sering dijadikan latar tempat pembuatan sejumlah film terkenal Hollywood.
Sejumlah spot pemandangan yang indah dan menarik menjadi pilihan untuk pengambilan gambar ratusan judul film sejak zaman baheula. Orang, misalnya, masih ingat saat si pelayan cantik Marisa Ventura yang dimainkan Jennifer Lopez, ngobrol bareng Christopher Marshall (Ralph Fiennes) di bangku taman dengan latar belakang padang rumput dan pepohonan yang menghijau di salah satu adegan film Maid in Manhattan (2002).
Taman yang menyenangkan, dengan padang rumput menghampar rapi dan pepohonan seperti pohon maple, semarak tumbuh. Di antara lintasan lari, sering kali ditemui tupai melintas, menandakan sejumlah satwa juga dibiarkan hidup di kawasan itu. Lebih dari 26.000 pohon dan 235 satwa, termasuk berbagai jenis burung dan sebagainya, dibiarkan tumbuh liar.
Di sejumlah lokasi tersedia juga lapangan olahraga dengan permadani rumput tertata apik. Kawasan taman ini juga menyediakan sejumlah plaza serta taman bermain untuk berbagai kegiatan warga. Sejumlah cekungan air (reservoir) menjadi danau-danau pelengkap keasrian taman yang juga bisa digunakan untuk memancing bagi yang menyukainya. Dari kehijauan taman ini juga, kita bisa memandang hutan beton New York yang sesak serta pengap.
Sesaat saya ingat taman kebanggaan warga Jakarta, yakni Taman Monumen Nasional ataupun kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Senayan. Sebenarnya, kedua kawasan itu bisa saja menjadi taman yang menyenangkan seperti cerita Central Park di New York itu. Namun, bukan hal mudah mempertahankan kehijauan kota di tengah berbagai pertimbangan bisnis dan berbagai kepentingan.
Kawasan GBK sebagian sudah lama digerogoti berbagai bangunan dari perkantoran, hotel, hingga kawasan perbelanjaan. Walaupun berada di wilayah kekuasaannya, Pemprov DKI memang tak kuasa berbuat apa-apa di kawasan Senayan itu. Alasannya, kawasan itu dikelola sepenuhnya oleh pihak Sekretariat Negara.
Namun, jangankan becermin ke GBK. Kawasan Monas juga, sebagian lahannya habis untuk lahan parkir kendaraan. Kawasan taman parkir IRTI, misalnya, telah lama dikenal sebagai ”ruang pamer” kendaraan para pegawai yang berkantor sekitar Balai Kota DKI.
Selama ini, kawasan itu menjadi tempat parkir dengan tarif murah bagi PNS DKI, yakni hanya Rp 66.000 per bulan. Kebijakan Gubernur Anies Baswedan untuk mengenakan tarif parkir sama dengan tarif parkir umum agar para pegawainya beralih ke kendaraan umum belumlah cukup. Bersamaan dengan itu, Anies bisa mengembalikan kawasan parkir itu menjadi kawasan hijau Taman Monas.
Namun, menggantikan kendaraan dengan berbagai jenis tanaman dan pohon di kawasan Monas bukanlah hal mudah karena membutuhkan kemauan politik yang tidak populer.