Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas meluncurkan buku berisi 20 jurus bukan arus utama dalam pemasaran. Buku itu menjelaskan tips-tips yang membuat perubahan signifikan bagi Banyuwangi yang kini mendunia.
Oleh
AMBROSIUS HARTO/AGNES SWETTA PANDIA
·6 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas (46), Senin (14/10/2019), meluncurkan buku 20 Jurus Anti-mainstream Marketing di Kota Surabaya, Jawa Timur. Buku ini ingin membagi jejak perjalanan Kabupaten Banyuwangi menjadi daerah terkemuka bukan sekadar di Jawa Timur melainkan juga internasional.
Buku yang terdiri atas 425 halaman ini, menurut Anas yang menjabat Bupati Banyuwangi sejak 21 Oktober 2010, merupakan karya keduanya. Dalam terbitan yang disiapkan setahun terakhir ini, Anas memayungi semua jurus dalam perspektif pariwisata. Sektor ini menjadi ”napas” utama Banyuwangi dalam perubahan menuju kemajuan dan kemodernan satu dasawarsa terakhir.
Pada buku yang diterbitkan Penerbit Gramedia ini, Anas membagi 20 jurus bukan arus utama dalam tiga kelompok pemasaran. Tujuh jurus masuk dalam kategori strategi pemasaran. Enam jurus dalam kelompok inovasi pemasaran. Adapun tujuh lainnya ada dalam gugus kepemimpinan pemasaran.
Pada kelompok strategi pemasaran pertama, Anas menyebut setiap dinas adalah dinas pariwisata. Kedua, setiap tempat adalah destinasi, setiap program adalah atraksi. Ketiga, setiap yang datang adalah endorser, cerita adalah segalanya. Keempat, kesan pertama begitu menggoda, kesan terakhir adalah kenangan untuk selamanya. Kelima, merawat dan meruwat. Keenam, dari kota santet menjadi kota internet. Ketujuh, setiap nama harus bermakna.
Sementara enam jurus inovasi pemasaran ialah dari pendapatan asli daerah (PAD) ke produk domestik regional bruto (PDRB). Kemudian, kelemahan adalah kekuatan. Selanjutnya menciptakan pasar bukan mengikuti pasar; memodifikasi ide lebih ampuh dari menciptakan; rakyat adalah raja; dan yang terakhir jemput bola, bukan tunggu warung.
Tips kepemimpinan pemasaran digariskan Anas dalam ungkapan berikut. Jurus ke-14, merangkul agar energi mengumpul, kemudian menginspirasi melalui bukti. Adapun poin ke-16, momentum untuk mempercepat eksekusi; kemudian selanjutnya eksekusi adalah tentang detail; supertim lebih super dari Superman; setiap insan adalah pemenang; dan yang terakhir atau ke-20, memanusiakan aparatur sipil negara.
Anas menerangkan, sebelum 2010, Banyuwangi diketahui cuma sebagai tempat transit, bahkan sekadar buang hajat para turis dari Pulau Jawa yang ingin menyeberang ke Pulau Bali. ”Bumi Blambangan” kental dikenal dengan nuansa mistis, angker, bahkan santet sehingga diabaikan. Padahal, Banyuwangi diberi keindahan lanskap aduhai serta kekayaan budaya yang unik dan otentik.
Menurut Anas, persepsi kurang baik, tetapi punya modal kekayaan alam dan budaya yang luar biasa dipandang sebagai peluang untuk maju. ”Pertanian tetap menjadi pilar utama, tetapi diintegrasikan dalam pariwisata sebagai lokomotif perekonomian,” ujarnya di sela-sela bedah buku di Gramedia Expo-Library Center Surabaya.
Ia mencontohkan, metode pertama adalah setiap dinas adalah dinas pariwisata. Kegiatan dinas tak boleh sekadar seremonial, tetapi juga mampu mengundang kehadiran orang dan meninggalkan kesan layaknya atraksi festival.
Jurus lain, setiap program adalah atraksi atau festival. Program toilet dan sungai bersih sekaligus dijadikan festival sehingga melibatkan masyarakat secara aktif. Karena dilihat orang banyak, pelaksanaan program akan total dan sungguh-sungguh. Pengunjung yang penasaran juga mendapat kesan dan bahan cerita.
Salah satu slogan unik, yaitu promosi yang efektif adalah dengan tidak berpromosi. Banyuwangi berusaha melayani pengunjung sebaik-baiknya. Cerita positif yang gethok tular atau berkembang dari mulut ke mulut oleh pengunjung atau turis menjadi promosi paling efektif dan efisien. Anas mengutip pakar komunikasi Jonah Berger bahwa cerita dari mulut ke mulut lebih efektif hingga 30 kali ketimbang media massa tradisional.
Inilah maksud bahwa setiap pengunjung adalah endorser. Kehebatan Banyuwangi akan diamini jika keluar bukan dari orang setempat, melainkan semua yang pernah berkunjung dan mendapat pengalaman positif. Cerita itu ditularkan melalui media sosial ditambahi bukti foto dan video yang bagus hingga menjadi sesuatu yang otentik dan layak dipercaya.
Melalui buku ini, Anas berharap karyanya bermanfaat bagi rekan-rekan yang menjabat kepala daerah (bupati, wali kota, gubernur) agar tetap bergairah mengembangkan potensi kawasan masing-masing. ”Jauh sebelumnya, Banyuwangi adalah kabupaten paling kotor kedua di Jatim, sekarang kami sudah meraih Adipura lima tahun berturut-turut,” ujarnya.
Selain itu, di sisi masyarakat, pariwisata terbukti memberi dampak ekonomi positif. Pada 2010, pendapatan per kapita per tahun warga Banyuwangi hanya Rp 20 juta. Satu dasawarsa kemudian, angkanya naik drastis menjadi Rp 48 juta. Kunjungan turis mancanegara sepuluh tahun lalu hanya 12.500 orang, kini dalam setahun, Banyuwangi didatangi setidaknya 127.000 pelancong asing.
Pemerintah Kabupaten Banyuwangi selama sembilan tahun terakhir juga telah menerima apresiasi berupa dana alokasi khusus dari pemerintah pusat senilai Rp 81 miliar. Seluruh dana dipakai untuk mendorong berbagai kegiatan guna mempertahankan dan mengembangkan kepariwisataan. Dalam setahun, terdapat 99 atraksi wisata di Banyuwangi sehingga turis seakan tak akan pernah kehabisan tontonan atraksi.
Anas mengungkapkan, berbagai pemikiran yang ditulis dalam buku itu juga merupakan hasil belajar dengan para pakar saat mengikuti seminar atau kursus di dalam negeri dan luar negeri. ”Saya melihat kemudian mencontoh dan memodifikasi sesuai dengan kekuatan Banyuwangi yang ternyata selama ini diterima,” katanya.
Menjelang masa bakti berakhir, Anas berencana menunaikan tugas sebaik-baiknya dan menyelesaikan sejumlah buku. Dia mengaku belum ada rencana akan kembali ke panggung politik selepas menjadi bupati misalnya menjajal kontestasi gubernur atau ke parlemen.
Konsultan kepala daerah
”Mungkin jadi konsultan para kepala daerah dulu, ya. Kalau politik biarkan mengalir saja,” ujar Anas yang pernah menjadi calon Wakil Gubernur Jatim berpasangan dengan Saifullah Yusuf, tetapi kemudian mundur.
Founder DBL Indonesia Azrul Ananda, yang hadir dalam peluncuran buku, mengatakan, buku Anas akan sangat bermanfaat bagi publik, terutama para pemimpin yang tertantang untuk membuat perubahan ke arah lebih baik.
”Saya mengharapkan selepas masa jabatan berakhir, Pak Anas bisa berkarya di level lebih tinggi,” kata Azrul, putra mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan ini. Kemampuan Anas akan sayang jika tidak dimanfaatkan di level lebih tinggi, misalnya di provinsi atau pusat untuk mendorong kepariwisataan.
Sementara itu, dosen komunikasi politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, mengatakan, tantangan Banyuwangi ke depan adalah menemukan sosok pengganti Anas yang selevel dalam kemampuan manajerial dan gairah untuk terus meningkatkan potensi daerah. ”Kalau penggantinya bertolak belakang, sayang dan kasihan Banyuwangi ke depan,” katanya.
Pengabdian Anas di Banyuwangi tersisa setahun lagi. Di level lebih tinggi, menurut Suko, kemampuan Anas bisa dibuktikan. ”Jatim mungkin sudah tertutup, tetapi pemerintah pusat atau provinsi lain masih bisa memaksimalkan kapasitas Pak Anas ini,” ujar Suko.
”Saya cukup yakin Pak Anas tidak akan keberatan jika diminta ke panggung lebih tinggi untuk membuktikan kembali kapasitasnya,” kata Suko.
Pada kesempatan itu, mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) Joni Hermana menyebutkan, isi buku karya Anas sudah setara dengan hasil disertasi doktoral. Sementara Wakil Rektor Universitas Airlangga Djoko Santoso bertanya bagaimana cara dan langkah yang dilakukan ketika Anas memulai perubahan di Banyuwangi, yang sangat lekat citranya sebagai daerah santet.
Citra negatif Banyuwangi disebut ikut berdampak sehingga selama bertahun-tahun hanya menjadi tempat transit wisatawan dari Pulau Jawa yang hendak ke Bali dan sebaliknya. Upaya lain yang paling penting bagaimana mengubah sekaligus membawa aparat sipil negara atau pegawai negeri keluar dari zona nyaman. ”Semua gebrakan pasti dilakukan dengan sangat tidak mudah,” ujarnya.