Waspadai Gejolak Beras
Kemarau panjang menekan produksi beras tahun ini. Pemerintah optimistis stok beras mencukupi kebutuhan hingga beberapa bulan ke depan. Namun, gejolak tetap perlu diantisipasi.
Kemarau panjang menekan produksi beras tahun ini. Pemerintah optimistis stok beras mencukupi kebutuhan hingga beberapa bulan ke depan. Namun, gejolak tetap perlu diantisipasi.
JAKARTA, KOMPAS — Badan Pusat Statistik mencatat, luas panen padi sepanjang Januari-September 2019 mencapai 8,99 juta hektar dengan produksi beras 26,91 juta ton. Angka itu lebih rendah dibandingkan dengan luas panen periode yang sama tahun lalu yang mencapai 9,53 juta hektar dengan produksi 28,48 juta ton.
Penurunan luas panen dan produksi terjadi akibat mundurnya musim tanam, baik musim tanam pertama (rendeng) maupun musim tanam kedua (gadu), terutama karena faktor ketersediaan air. Kekeringan juga menurunkan produktivitas lahan dan membuat sebagian tanaman puso.
Sejumlah petani, kelompok tani, pejabat dinas pertanian, pengusaha penggilingan, dan pedagang beras di sentra-sentra produksi di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur yang ditemui Kompas, Rabu-Sabtu (9-12/10/2019), mengonfirmasi data Badan Pusat Statistik (BPS) tersebut.
Dinas Pertanian Karawang, misalnya, mencatat penurunan luas tanam dari 131.450 hektar (ha) pada Januari-September 2018 menjadi 120.124 ha pada Januari-September 2019. Sementara produksinya, per September 2019, tercatat 840.873 ton gabah kering panen (GKP) atau sekitar 60 persen dari target produksi 1,4 juta ton GKP tahun ini. Adapun Dinas Pertanian Indramayu mencatat, produksi 1,49 juta ton gabah kering giling (GKG) atau sekitar 82 persen dari target 1,8 juta ton GKG tahun ini.
Dampak kemarau juga dirasakan petani di Cirebon, Brebes, Tegal, dan Banyuwangi. Selain persawahan nonirigasi dan irigasi nonteknis, kemunduran jadwal juga terjadi di sawah-sawah irigasi teknis karena ada penggiliran air. Menurut Dinas Pertanian Banyuwangi, luas panen gadu tahun ini diprediksi hanya 62.985 ha atau lebih rendah daripada luas panen gadu 2018 yang 69.324 ha atau tahun 2017 yang 74.815 ha.
Akibat kekeringan, tak sedikit petani merugi karena ongkos produksi melonjak, hasil panen turun, atau bahkan gagal panen. Suwanda (55), petani di Desa Putat, Kecamatan Sedong, Kabupaten Cirebon, misalnya, hanya memanen 1,5 ton GKG dari 1 hektar lahan garapannya. Padahal, dia biasanya bisa memanen 3 ton GKG. ”Saya hanya dapat Rp 3 juta. Padahal, modal Rp 7 juta lebih,” ujarnya.
Ero Sumarto (48), petani di Desa Kamarang, Kecamatan Greged, Kabupaten Cirebon, merugi karena gagal panen. Modal tanamnya sekitar Rp 10 juta untuk pengolahan 1 hektar lahan, upah kerja, hingga membeli pestisida, terbuang sia-sia. Dia tak memanen gabah sedikit pun dari lahannya.
Dampak kekeringan dikhawatirkan masih berlangsung seiring mundurnya musim hujan tahun ini. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), awal musim hujan di 74 persen atau 253 zona musim di Indonesia diperkirakan mundur jika dibandingkan dengan rata-rata 30 tahun (1981-2010).
Dari 342 zona musim, 69 zona (20,2 persen) di antaranya akan masuk musim hujan pada Oktober 2019, sementara 161 zona (47,1 persen) baru mulai hujan pada November 2019 dan 79 zona (23,1 persen) pada Desember 2019. Sisanya pada Januari-Maret 2020 (Kompas, 27/9/2019).
Harga naik
Empat bulan terakhir, harga gabah dan beras cenderung naik seiring berkurangnya pasokan. Survei BPS terhadap 1.847 transaksi di 28 provinsi menunjukkan, harga gabah di tingkat petani mencapai Rp 4.905 per kg GKP pada September 2019, naik 12,6 persen ketimbang rata-rata harga GKP pada Mei 2019. Sementara harga beras kualitas medium di tingkat penggilingan naik dari Rp 9.143 per kg menjadi Rp 9.301 per kg selama kurun waktu itu.
Tren harga gabah dan beras mengikuti siklus tahunan di mana harganya cenderung naik pada kurun waktu November-Februari. Ketua Paguyuban Pedagang Beras Pasar Johar Karawang, Sri Narbito, memperkirakan, suplai beras ke pasar akan makin berkurang pada November dan mencapai puncaknya pada Desember.
Saat panen raya, suplai beras ke Pasar Beras Johar Karawang mencapai 1.000 ton per hari. Namun, jumlahnya menurun dan diperkirakan tinggal 400-500 ton per hari pada Oktober 2019. ”Musim kemarau tahun ini lebih terik dan lebih panjang dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya,” katanya.
Situasi serupa terjadi di Pasar Beras Martoloyo, Kota Tegal, Jawa Tengah. Penurunan suplai beras diperkirakan mencapai 20-50 persen. ”Beberapa petani mengurangi suplai gabah ke kami karena hasil panennya memang berkurang. Sebagian tanaman padi milik mereka puso karena kekeringan,” kata Ali (33), pengusaha penggilingan padi di Pasar Beras Martoloyo.
Menurut Ketua Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Jawa Tengah Tulus Budiyono, penurunan suplai gabah ke penggilingan terjadi merata di hampir seluruh wilayah Jawa Tengah. Penurunan suplai gabah rata-rata hingga 50 persen.
Stok aman
Meski demikian, sejumlah pedagang, pengusaha beras, dan pejabat pemerintah daerah menilai stok beras cukup. Menurut Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, sawah yang mengalami kekeringan di Jawa Timur hampir 34.000 ha, seluas 5.000 ha di antaranya gagal panen. Namun, kekeringan hanya mencakup 1,8 persen dari luas tanaman padi yang 1,87 juta ha tahun ini.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur Hadi Sulistyo menambahkan, meski dihantam kekeringan, produksi padi di Jawa Timur sampai akhir tahun diyakini surplus 3,2 juta ton.
Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah menyatakan, pihaknya telah jauh hari mengantisipasi dampak kemarau, seperti menyiapkan benih tahan kekeringan dan membenahi daerah aliran sungai yang menjadi sumber irigasi. ”Sulawesi Selatan punya dua wilayah dengan musim tanam dan panen yang tak bersamaan sehingga tanam dan panen ada sepanjang tahun,” kata Nurdin.
Menurut pakar kebencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Amien Widodo, dampak kekeringan terhadap ketahanan pangan jangan dianggap remeh. Jika dibiarkan, surplus produksi padi akan turun dan bisa menjadi krisis di masa depan. (MEL/IKI/JUD/XTI/WER/BRO/RWN/GER/REN)