Harga Hilangnya Sebuah Genangan Situ
Selain memiliki fungsi ekologi, situ juga mampu memenuhi kebutuhan air bagi pertanian dan domestik secara berkelanjutan. Melestarikan keberadaan situ berarti juga menjaga keberlanjutan sumber daya air.
Secara ekologi, situ memiliki kemampuan menampung air hujan untuk menekan potensi banjir. Selain memiliki fungsi ekologi, situ juga mampu memenuhi kebutuhan air bagi pertanian dan domestik secara berkelanjutan. Melestarikan keberadaan situ berarti juga menjaga keberlanjutan sumber daya air.
Sebagai salah satu bagian dari tatanan ekologi kewilayahan, eksistensi situ perlu dipertahankan. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 menyebutkan bahwa setiap orang wajib melestarikan kualitas air pada sumber air serta mengendalikan pencemaran pada sumber air.
Setidaknya ada lima fungsi utama situ di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Pertama, situ merupakan bagian dari sistem ekologi dan tata air kewilayahan. Kedua, kawasan serapan air permukaan dan air hujan sehingga tidak terjadi buangan air tanpa ada pemanfaatan sama sekali.
Fungsi selanjutnya sebagai sarana tampungan air permukaan dan imbuhan air tanah. Keempat, sebagai modal pembangkit listrik tenaga air dan penahan intrusi air laut di wilayah pesisir. Terakhir, menjadi lokasi wisata, budidaya perikanan, dan sumber irigasi pertanian.
Baca juga: Situ Hilang Ancam Lingkungan Jabodetabek
Berdasarkan data Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), pada 2018 terdata 208 situ di seluruh Jabodetabek. Namun, total ada 30 situ yang dikuasai perusahaan dan individu melalui penerbitan sertifikat hak milik sehingga situ tak lagi berfungsi sebagai resapan air ataupun salah satu sumber air bagi masyarakat.
Salah satu fungsi situ dalam manajemen sumber daya air adalah mampu menjadi penyumbang air untuk pertanian, bahkan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik sebagian masyarakat yang hidup di sekitar situ.
Sesuai data dari BBWSCC, jumlah ketersediaan air yang ada di seluruh situ di Jabodetabek sebesar 48.026 juta liter kubik. Data tersebut tidak termasuk situ-situ di wilayah DKI Jakarta yang tidak tercantum data volume tampungannya.
Urgensi pentingnya menjaga situ, sebagai salah satu cadangan air tawar, terlihat dari rasio antara ketersediaan air dan besarnya kebutuhan air dari sektor domestik dan pertanian. Banyak wilayah yang masih mengandalkan air dari situ untuk irigasi.
Pertanian
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total luas panen padi tahun 2018 di Jabodetabek mencapai 127.311 hektar. Jika dihitung kebutuhan air untuk pertanian menggunakan dokumen SNI 19-6728.1-2002 tentang Penyusunan Neraca Sumber Daya bagian Sumber Daya Air Spasial, kebutuhannya mencapai lebih dari 131.996 juta liter per musim tanam.
Perhitungan tersebut mengambil asumsi periode panen sebanyak dua kali setahun dengan konstanta kebutuhan air rata-rata 1 liter per detik per hektar. Sementara durasi musim tanam padi adalah 120 hari.
Pasokan air untuk pertanian, khususnya irigasi, menunjukkan jumlah yang besar. Apabila dihitung rasio antara ketersediaan air di situ dan kebutuhan air irigasi, maka dalam satu kali masa tanam, 73 persen kebutuhan air dapat dipenuhi oleh seluruh situ.
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan besarnya potensi situ untuk sektor pertanian, termasuk jaminan ketahanan pangan. Data dari BPS tahun 2018, total produksi padi di Jabodetabek 652.594 ton. Sistem pengairan pertanian yang dihitung meliputi tiga jenis, yaitu irigasi teknis, irigasi semiteknis, dan irigasi sederhana.
Rumah tangga
Selain kebutuhan pertanian, air juga merupakan kebutuhan primer untuk kegiatan sehari-hari masyarakat atau dikenal dengan kebutuhan air domestik (rumah tangga). Besarnya kebutuhan air domestik tergantung dari status wilayah dan jumlah penduduk.
Konstanta untuk wilayah perkotaan adalah 120 liter per hari per kapita, sementara untuk perdesaan 60 liter per hari per kapita. Total penduduk menurut data BPS tahun 2018 mencapai 14.657.069 jiwa, mencakup Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan.
Jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 14 juta jiwa membutuhkan air 641.980 juta liter per tahun. Apabila dibandingkan dengan besarnya volume air seluruh situ, kebutuhan air domestik 7,5 persen populasi, sebanding dengan 1,1 juta jiwa, akan terjamin.
Kebutuhan air domestik meliputi kegiatan sehari-hari penduduk yang menggunakan air, seperti menyiram tanaman, mandi, dan mencuci pakaian. Selain kebutuhan domestik dan pertanian, keberadaan air di situ dapat pula digunakan untuk pemenuhan kebutuhan ternak dan tambak.
Tekanan ekologi
Seiring perkembangan wilayah urban di Jabodetabek, tekanan ekologis terhadap eksistensi situ makin besar. Ada tiga ancaman utama keberadaan situ di wilayah urban, yaitu konversi lahan untuk pembangunan infrastruktur, pendangkalan akibat endapan lumpur, serta pencemaran limbah domestik, industri, dan pertanian.
Makin mengecilnya luasan situ berdampak pada penurunan fungsi di semua aspek, mulai dari sebagai penampung air hujan hingga pengendali banjir. Sebanyak 24 persen situ di Jabodetabek telah mengalami penurunan luasan permukaan.
Upaya restorasi situ perlu segera dilakukan demi keberlanjutan sumber daya air permukaan, selain sungai, danau, dan waduk. Setidaknya ada tiga upaya yang dapat dilakukan, yang terbagi atas periode restorasi.
Total luas panen padi tahun 2018 di Jabodetabek mencapai 127.311 hektar sehingga kebutuhan air pertaniannya mencapai lebih dari 131.996 juta liter per musim tanam.
Pertama, penanganan jangka pendek yang diarahkan pada upaya agar kondisi fisik situ tidak rusak. Kegiatan yang dapat dilakukan adalah penetapan batas situ yang telah ada, mencegah munculnya bangunan liar, hingga tidak menerbitkan sertifikat status lahan.
Kedua, penanganan jangka menengah dilakukan dengan pengembalian kondisi situ menjadi seperti awal. Upaya yang ditempuh meliputi evaluasi status situ berdasarkan rencana tata ruang wilayah hingga upaya penghijauan kembali.
Terakhir, penanganan jangka panjang berupa penegasan aktivitas pelestarian dan pemeliharaan situ yang disesuaikan dengan aturan hukum, seperti Keputusan Presiden RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung dan Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Hingga saat ini, keberadaan situ masih dipandang sebelah mata. Selain adanya 30 situ yang dikuasai perusahaan dan individu melalui penerbitan sertifikat hak milik, ada pula 33 situ yang hilang sejak 2007 hingga 2017.
Banyak yang telah diubah fungsinya atau sengaja dikeringkan untuk memenuhi kebutuhan lahan pembangunan. Di balik itu semua, situ masih berdaya sebagai salah satu sumber air tawar untuk memenuhi kebutuhan pertanian, domestik, peternakan, hingga perikanan tambak.
Tatanan ekologi di alam akan terus mencari keseimbangan, termasuk keberadaan situ yang muncul secara alami. Bentuk situ yang cekung, serupa dengan danau, memiliki peran penting sebagai tempat tampungan air yang berkontribusi mengendalikan laju air permukaan dan kejadian banjir.
Melihat manfaatnya yang begitu utama bagi kehidupan, membayangkan hilangnya situ berarti juga meneropong hilangnya keseimbangan kehidupan lingkungan. Jika keseimbangan tersebut dirusak, dampak yang ditimbulkan sudah jelas, khususnya bagi manusia. (LITBANG KOMPAS)