Di pengujung masa tugas mereka, para menteri menyampaikan kata-kata perpisahan. Sebagian menyampaikan pekerjaan rumah yang belum selesai. Entah akan dilanjutkan menteri yang sama atau menteri baru.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
Masa tugas para Menteri Kabinet Indonesia Kerja segera berakhir. Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menggelar silaturahmi sekaligus perpisahan dengan para menteri di Istana Negara, Jakarta, Jumat (18/10/2019) siang.
Selain diisi makan bersama, bincang santai, dan hiburan dari Endah Laras, foto bersama sekaligus menutup acara. Setiap menteri memiliki kesan dan harapan untuk kabinet mendatang.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, misalnya, mengakui kerap mendapatkan telepon dari Presiden Jokowi ataupun Wapres Kalla. Dia mengatakan paling sedih ketika harus menyampaikan bahwa ada kepala daerah yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) KPK. ”Saya mohon maaf, tetapi, ya, sudah, itu kan KPK pasti sudah mengikuti mekanisme aturan hukum yang ada,” ujarnya kepada wartawan.
Sementara Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono pun sering mendapatkan telepon dari Presiden Jokowi di tengah malam. ”Kalau ada masalah, misalnya ada bencana alam, itu malam telepon, besok (mengunjungi) ke sana,” ujarnya.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo juga menceritakan kerap ditelepon bukan pada jam kerja normal. ”Senangnya, Pak Jokowi orangnya terukur dan selalu bicara pakai angka. Pak JK juga sama, terukur, sering memberikan masukan,” tuturnya.
Di kesempatan yang sama, Bambang Brodjonegoro yang tiga tahun ini menjabat Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas dan sebelumnya sempat di posisi Menteri Keuangan mengatakan, Presiden Jokowi adalah sosok yang selalu berpikir mengenai terobosan. ”Jadi, beliau tidak ingin melakukan hal yang biasa-biasa saja atau sekadar mengulang apa yang sudah pernah. Beliau selalu ingin yang baru tapi dalam konteks yang terbaik untuk bangsa dan negara,” tuturnya.
Ke depan, menurut Basuki, masih ada tiga pekerjaan rumah di bidang infrastruktur. ”Bendungan kita lengkapi dengan irigasinya. Jalan tol harus kita sambungkan dengan kawasan-kawasan ekonomi khusus, dan ibu kota baru,” ujarnya.
Bambang berharap, pembiayaan alternatif untuk pembangunan bisa dilanjutkan. Sebab, tak mungkin semua pekerjaan ditangani menggunakan APBN yang terbatas. Pada 2020-2024, dia menyebutkan pembangunan infrastruktur akan bernilai lebih dari Rp 6.000 triliun. Adapun kemampuan APBN hanya sekitar 40 persennya, sedangkan BUMN sekitar 20-25 persen. Karena itu, pembiayaan alternatif baik KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha) maupun investasi swasta perlu dilanjutkan. Dengan demikian, pembangunan bisa terus bergerak cepat.
Saat ini, skema pembiayaan ini setidaknya hampir mencapai Rp 50 triliun. ”Jadi, perusahaan swasta Indonesia, luar negeri, investor sudah mulai terbiasa masuk di infrastruktur. Sehingga infrastruktur itu tidak harus selalu dibiayai APBN,” tuturnya.
Adapun Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara tetap fokus pada masalah teknologi informasi dan komunikasi. Ke depan, kata Rudiantara secara terpisah, pemerintah perlu fokus di infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Sebab, belanja pemerintah untuk TIK terhadap GDP Indonesia hanya 0,1 persen, sedangkan di Thailand, rasio itu sudah 0,3 persen dan di Malaysia 0,6 persen.
”Setelah (pengadaan) satelit kita sudah ditandatangani untuk akhir 2022, kita harus lanjutkan dengan satelit kedua dan ketiga supaya bisa memastikan semua sekolah terhubung dengan broadband, semua puskesmas, dan lain-lain terhubung dengan broadband,” tuturnya.
Hal tersebut tak hanya memperbaiki pelayanan dan perubahan pola pikir, tetapi mendukung ekonomi digital Indonesia. Apalagi, Indonesia sudah menjadi pusat ekonomi digital di kawasan dan hal ini harus dimanfaatkan.
Tak hanya itu, inklusi keuangan juga terus tumbuh dengan sistem pembayaran digital (payment system). Saat ini, kata Rudiantara, satu sistem pembayaran bisa memproses transaksi sampai enam miliar dollar AS per tahun atau ekuivalen Rp 80 triliunan. Secara keseluruhan, transaksi sistem pembayaran digital di Indonesia sudah berkisar Rp 150 triliun per tahun. ”Ini yang harus dikembangkan terus—infrastruktur ekosistem digital,” tambah Rudiantara.
Berbagai kesan dan harapan ini tentu disampaikan untuk Indonesia yang semakin maju dan sejahtera. Perbaikan dan kemajuan seperti apa, tentu semua memerlukan bukti dari Kabinet Indonesia Kerja jilid kedua.