Iuran BPJS Kesehatan Naik, Perbaikan Layanan Dituntut Komprehensif
›
Iuran BPJS Kesehatan Naik,...
Iklan
Iuran BPJS Kesehatan Naik, Perbaikan Layanan Dituntut Komprehensif
Kenaikan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia merupakan keniscayaan karena besaran iuran sebelumnya tidak sesuai dengan besarnya pembiayaan layanan kesehatan yang dimanfaatkan.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Kenaikan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia merupakan keniscayaan karena besaran iuran sebelumnya tidak sesuai dengan besarnya pembiayaan layanan kesehatan yang dimanfaatkan. Meski begitu, kenaikan ini seharusnya diiringi dengan peningkatan serta perbaikan layanan kesehatan bagi peserta secara menyeluruh.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi saat dihubungi di Jakarta, Senin (4/11/2019) menuturkan, pascakeputusan Presiden menaikkan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS), pelayanan bagi peserta dituntuk lebih prima dan andal. Diskriminasi pelayanan kesehatan yang terjadi antara peserta JKN-KIS dan nonpeserta JKN-KIS tidak perlu lagi terjadi.
Ia menambahkan, ada tiga hal utama yang seharusnya dilakukan pemerintah bersama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebelum kenaikan iuran diberlakukan. Pertama, pembersihan data (data cleansing) pada segmen peserta penerima bantuan iuran (PBI) dilakukan secara tepat. Menurut dia, sejumlah masyarakat mampu masuk dalam peserta PBI. Padahal, masih ada masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak menerima jaminan kesehatan sebagai peserta PBI tersebut.
Kedua, semua perusahaan perlu dipastikan telah mendaftarkan karyawan ataupun tenaga kerjanya sebagai peserta JKN-KIS. “Sampai detik ini masih lebih banyak perusahaan yang belum mendaftarkan karyawannya sebagai anggota BPJS Kesehatan daripada yang sudah menjadi anggota,” katanya.
Ketiga, kenaikan cukai rokok yang telah berjalan saat ini secara langsung harus dialokasikan untuk pembiayaan BPJS Kesehatan. Alokasi itu terutama untuk penanggulangan kesehatan dari aspek prevented dan promotif yang belum maksimal dilakukan.
“Jika ketiga hal itu belum dilakukan secara menyeluruh, kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang besarannya sangat ekstrem tidak perlu dilakukan. Apabila memang harus dinaikkan jangan sampai besarannya sampai 100 persen,” ucapnya.
Perubahan besaran iuran peserta JKN-KIS sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres itu mengatur iuran untuk peserta bukan penerima upah (PBPU) dan bukan pekerja atau peserta mandiri kelas III naik dari Rp 25.500 per orang per bulan jadi Rp 42.000. Iuran PBPU kelas II naik dari Rp 51.000 jadi Rp 110.000 dan peserta mandiri kelas I dari Rp 80.000 naik jadi Rp 160.000.
Untuk iuran peserta penerima upah badan usaha (PPU) dari semula 5 persen dari penerimaan upah dengan batas atas upah Rp 8 juta dinaikkan batasannya menjadi Rp 12 juta. Sementara peserta penerima upah pemerintah, iuran yang sebelumnya 5 persen dari gaji pokok dan tunjangan keluarga menjadi 5 persen dari seluruh upah yang diterima.
Turun kelas
Kenaikan besaran iuran bagi peserta JKN-KIS, terutama pada peserta mandiri yang signifikan, menurut Kepala Bidang Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, berpotensi menyebabkan perserta mandiri kelas 1 dan kelas 2 memilih untuk turun kelas menjadi kelas 3. Hal ini karena iuran yang harus dibayarkan terlalu besar.
Sangat memberatkan khususnya kelompok masyarakat yang tergolong miskin dan tidak mampu tetapi belum terdaftar sebagai peserta penerima bantuan iuran. Apabila dalam satu keluarga ada 4 orang, dengan iuran baru berarti iuran mencapai Rp160 ribuan untuk kelas tiga
Selain itu, kenaikan yang signifikan ini juga bisa menyebabkan semakin besar jumlah peserta nonaktif. Peserta JKN-KIS pada segmen peserta mandiri masih banyak diisi oleh masyarakat miskin dan tidak mampu yang tidak tertampung dalam kuota peserta PBI yang dijamin pemerintah. Dengan besaran iuran yang terlalu tinggi, kemampuan membayar dan keinginan untuk membayar akan menurun.
Hal itu juga diutarakan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Samosir. Ia mengatakan, “Sangat memberatkan khususnya kelompok masyarakat yang tergolong miskin dan tidak mampu tetapi belum terdaftar sebagai peserta PBI. Apabila dalam satu keluarga ada 4 orang, dengan iuran baru berarti iuran mencapai Rp160 ribuan untuk kelas tiga, belum lagi kelas satu yang artinya sampai Rp 620.000.”
Menurut Tony, pemerintah sebaiknya memperbaiki akar masalah dari program JKN-KIS, seperti tagihan bagi peserta yang menunggak iuran, perbaikan menajemen klaim, serta mengevaluasi sistem rujukan yang justru dinilai merugikan. Masih banyak persoalan pelayanan kesehatan peserta JKN-KIS yang belum diselesaikan. Persoalan itu seperti antrean peserta yang masih panjang serta ketersediaan obat yang masih terbatas.
Juru Bicara Komunitas Peduli BPJS Kesehatan, Johan Imanuel, menurutkan, kewajiban BPJS Kesehatan dalam UU BPJS perlu ditegaskan kembali. Dalam aturan itu, BPJS Kesehatan wajib mengembangkan aset Dana Jaminan Sosial dan aset BPJS untuk kepentingan peserta. Selain itu, BPJS Kesehatan wajin memberikan manfaat kepada seluruh peserta sesuai dengan Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Dalam waktu dekat ini akan diselesaikan. Akan ada peningkatan layanan kesehatan. Pemerintah pasti akan memberikan yang terbaik bagi masyarakat
“Apakah kewajiban BPJS Kesehatan sudah dimaksimalkan dengan baik demi kepentingan dan manfaat peserta? Apakah kenaikan iuran merupakan bagian dari kepentingan dan manfaat peserta, perlu dikaji kembali,” katanya.
Perbaikan layanan
Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto menuturkan, penyesuaian besaran iuran peserta JKN-KIS tentu akan diiringi dengan pembenahan kualitas layanan kesehatan. Sebelum besarnya iuran diberlakukan, yakni pada 1 Januari 2020 untuk peserta mandiri dan peserta PPU BU, koordinasi dengan berbagai lintas sektor akan dilakukan. Koordinasi ini bertujuan untuk memastikan pembenahan layanan kesehatan segera dilakukan.
“Pembenahan di FKTP (fasilitas kesehatan tingkat pertama) juga menjadi perhatian. Pelayanan yang diberikan harus lebih baik, termasuk dalam mengatasi 144 penyakit. Kualitas dan kompetensi terus ditingkatkan sehingga masyarakat otomatis bisa terlayani dengan baik,” ucapnya.
Pembenahan lainnya adalah pada peningkatkan pemanfaatan teknologi dalam sistem rujukan. Sisrute atau sistem rujukan terintegrasi akan semakin dikembangkan di pusat layanan kesehatan dengan infrastuktur yang baik. Sistem ini menjadi solusi atas penumpukan antrean pasien JKN-KIS yang dirujuk.
Menteri Koordinator Bidang Pembangungan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy menegaskan, “Dalam waktu dekat ini akan diselesaikan (permasalahan layanan JKN-KIS). Akan ada peningkatan layanan kesehatan. Pemerintah pasti akan memberikan yang terbaik bagi masyarakat.”
Kepala Humas BPJS Kesehatan, M Iqbal Anas Ma’ruf menyampaikan, setelah keputusan penyesuaian iuran peserta JKN-KIS dikeluarkan, pembayaran klaim ke rumah sakit yang selama ini terkendala akan menjadi langkah pertama yang akan dilakukan. BPJS Kesehatan saat ini masih menunggu pencairan dana dari pemerintah atas selisih iuran peserta PBI yang seharusnya mulai berlaku sejak 1 Agustus 2019.
“Hal lain yang kita dorong adalah di faskes tingkat pertama. Layanan di faskes ini perlu dioptimalkan sehingga masyarakat lebih mudah. Artinya, antrean bisa dikurangi sehingga tidak perlu menunggu lama. Pelayanan secara medis akan bisa ditangani di faskes tingkat pertama. Jadi, kapitasi berbasis komplemen (tidak terpisahkan) terus didorong agar dipatuhi oleh faskes tingkat pertama,” ucapnya.