Menata Kawasan Manggarai Sebelum Menjadi Stasiun Pusat Kereta Api
Target Stasiun Manggarai menjadi stasiun pusat kereta api pada 2021 diharapkan menjawab kebutuhan jaringan trasportasi publik warga di Jabodetabek. Pemerintah perlu berbenah dan menata kawasan stasiun yang semrawut.
JAKARTA, KOMPAS — Target Stasiun Manggarai menjadi stasiun pusat kereta api pada 2021 diharapkan menjawab kebutuhan jaringan transportasi publik warga di Jabodetabek. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera berbenah dan menata kawasan stasiun yang semrawut dan membangun aksebilitas jaringan transportasi.
Randy Abdullah (32), warga Bekasi, Jawa Barat, setiap hari berangkat menggunakan kereta rel listrik menuju kantor di kawasan Kuningan. Dia harus berdesakan dan berdiri sepanjang perjalanan. Begitu pula ketika pulang.
”Letih rasanya, pulang pergi harus berdesakan dan berdiri, tetaapi mau bagaimana lagi. Naik KRL lebih efektif daripada saya naik Transjakarta apalagi pakai motor. Saya enggak mau terjebak kemacetan,” kata pria yang rutin menggunakan KRL hampir delapan tahun, Senin (4/11/2019).
Sesampainya di Stasiun Manggarai, sekitar pukul 09.00, perjuangan Randy belum selesai. Ia masih harus melanjutkan perjalanan menggunakan Transjakarta menuju kantornya. Setelah berdesakan, ia harus kembali terjebak kemacetan.
Ayah satu anak ini menuturkan, lebih memilih Transjakarta daripada ojek daring karena bisa menghemat uang transportasi. Randy yang memiliki gaji sekitar Rp 5 juta harus pintar mengelola keuangan untuk kebutuhan keluarga.
”Risikonya, ya, terjebak macet, karena jalur bus Transjakarta kerap diterobos pengendara lainnya. Masuk jalur umum juga pasti terjebak macet,” keluh Randy yang sehari menghabiskan biaya transportasi Rp 15.000-Rp 20.000 per hari.
Lihat juga : Siapkah Stasiun Manggarai Gantikan Gambir pada 2021
Randy berharap, Stasiun Manggarai segera selesai agar bisa melayani jumlah penumpang yang banyak dan tidak perlu lagi berdesakan.
Kepala Balai Teknik Perkeretaapian wilayah Jakarta Banten Rode Paulus mengatakan, Kementerian Perhubungan sedang menyelesaikannya pembangunan jalur dwiganda atau double-double track (DDT) dan berbagai fasilitas pelayanan Manggarai-Jatinegara hingga Cikarang. Jika sudah selesai, KRL akan berfungsi penuh sebagai angkutan umum massal.
Ia melanjutkan, KRL dan dan kereta api jarak jauh berjalan di jalur yang sama sehingga fungsi KRL Jabodetabek belum maksimal. Dengan program pembangunan DDT, KRL akan memiliki jalur sendiri. Dengan demikian, jumlah penumpang dan frekuensi KRL akan bertambah bertambah.
Stasiun Manggarai nantinya akan dibangun menjadi tiga lantai. Lantai dasar dibangun delapan jalur, enam jalur untuk KRL Bekasi dan dua jalur kereta api bandara. Lantai pertama untuk pelayanan penumpang dan area komersial. Sementara lantai kedua akan dibangun 10 jalur kereta, enam jalur untuk kereta api jarak jauh dan empat jalur untuk KRL Bogor.
”Ini untuk mendukung peningkatan pelayanan melalui penambahan frekuensi kereta jarak jauh dan kereta KRL, terutama dalam rangka peningkatan jumlah penumpang KRL yang targetnya 1,5 juta per hari pada tahun 2020,” kata Rode.
Baca juga : Penataan Kawasan Stasiun Manggarai Jadi Tantangan Berat
Berdasarkan data dari Tim Studi Proyek Integrasi Kebijakan Transportasi Perkotaan Jabodetabek Tahap 2 (JUTPI 2) 2018, kepadatan terjadi di koridor Bogor-Jakarta. Ada 680.000 penumpang per hari, baik yang bertujuan ke Jakarta maupun ke Bogor.
Sementara itu, kapasitas angkutan jalan dan rel hanya 370.000 penumpang per hari per dua jalur. Rasio volume per kapasitas (V/C) di koridor ini adalah 1,84. Nilai V/C di atas 1 artinya melebihi kapasitas. Untuk koridor Tangerang-Jakarta, nilai V/C 2,08 dan Bekasi-Jakarta 3,28.
Apalagi, pada 2035, jumlah penduduk Jabodetabek diproyeksikan akan menjadi 45,3 juta jiwa. Jumlah penduduk ini meningkat 26,9 persen dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2017 yang mencapai 33,1 juta jiwa.
Rode mengatakan, KRL menjadi pendukung pelayanan angkutan massal, terutama di Stasiun Manggarai. Selain itu, perlu pula jaringan transportasi lainnya untuk menciptakan pelayanan yang jauh lebih luas, seperti LRT, MRT, Transjakarta, dan transportasi pendukung lainnya untuk mengatasi kemacetan dan jumlah penumpang yang terus meningkat.
Perlu penataan
Rode mengatakan, untuk mencapai target Stasiun Manggarai sebagai stasiun pusat kereta api yang melayani perjalanan kereta jarak jauh antarkota dan KRL pada 2021 perlu kerja sama dengan instansi pemerintahan terutama dalam menata kawasan sekitar stasiun.
”Tentu kami akan berkoordinasi dengan jajaran terkait agar kawasan stasiun rapi dan tidak semrawut oleh pedagang kaki lima dan parkir liar ojek pangkalan dan daring,” kata Rode.
Baca juga : Sejarah Stasiun Kereta di Jakarta
Berdasarkan pantauan, jalan di sekitar Stasiun Manggarai tidak teratur karena keberadaan pangkalan ojek dan PKL yang memenuhi trotoar bahkan sampai bahu jalan.
Tidak hanya itu, fasilitas parkir stasiun juga masih minim karena hanya tersedia tempat parkir untuk kendaraan roda dua. Sementara tidak ada tempat parkir untuk kendaraan roda empat.
Kepala Subbagian Humas Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Supandi mengatakan, penataan kawasan Stasiun Manggarai perlu dilakukan untuk memberikan akses masyarakat ke Stasiun Manggarai, terutama untuk lahan parkir.
”Pasar Raya Manggarai kemungkinan akan menjadi tempat parkir,” ujar Supandi.
Selain lahan parkir, jembatan layang juga akan dibangun untuk menghubungkan Stasiun Manggarai dengan Halte Transjakarta Manggarai di Pasar Raya Manggarai ataupun sebaliknya.
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengatakan, pemerintah harus mencontoh permasalahan yang dialami Bandara Kertajati di Jawa Barat yang memiliki fasilitas megah, tetapi akses menuju bandara tidak ideal sesuai kapasitas penumpang.
Tentu kami akan berkoordinasi dengan jajaran terkait agar kawasan stasiun rapi dan tidak semrawut oleh pedagang kaki lima dan parkir liar ojek pangkalan dan daring. (Rode Paulus)
Jangan sampai ketiadaan akses infrastruktur pendukung membuat Stasiun Manggarai seperti Bandara Kertajati. Diperlukan parkir kendaraan roda empat serta area pengantaran dan penjemputan di Stasiun Manggarai yang juga melayani kereta bandara.
”Selain itu, integrasi dengan angkutan massal bus Metrotrans atau Transjakarta memang sudah ada, tetapi okupansinya masih sangat minim. Pengguna kereta bandara atau kereta api antarkota pasti akan memilih diantar jemput mobil pribadi atau taksi karena membawa banyak barang bawaan,” ujar Deddy.
Ia mencatat, saat ini, ada lebih dari 100.000 penumpang per hari yang transit di Stasiun Manggarai. Selain itu, ada 766 perjalanan kereta api, termasuk kereta bandara, yang beroperasi di sana sejak hampir seminggu.
Dedy melanjutkan, jumlah perjalanan tersebut sangat besar, tetapi akses dan angkutan penghubung ke Stasiun Manggarai terlalu kecil. Jika pemerintah tidak segera berbenah, ia tidak terlalu yakin dalam waktu dua tahun bisa dibangun infrastruktur jalan sesuai kapasitas Stasiun Manggarai.