Golkar 1 dan Perjudian Besar Bambang Soesatyo
Bambang Soesatyo melakukan perjudian besar dengan menyatakan niat mencalonkan diri menjadi ketua umum Partai Golkar. Manuvernya dianggap tidak mendidik kader muda Golkar.
Ambisi politik kembali menggoda Bambang Soesatyo bertarung dalam pemilihan ketua umum Partai Golkar. Namun, jika kalah, Bambang terancam kehilangan posisinya sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Situasi di internal Partai Golkar kembali memanas jelang Musyawarah Nasional (Munas) Golkar, Desember 2019. Kondisi itu dipicu munculnya nama Bambang Soesatyo sebagai calon ketua umum (ketum) Golkar sebagai penantang petahana Airlangga Hartarto.
Majunya Bamsoet, panggilan akrab Bambang Soesatyo, membuat internal Golkar gaduh. Kubu Airlangga menilai pencalonan Bambang sebagai ketum telah melanggar komitmen karena Bambang telah mendapat jabatan sebagai Ketua MPR.
Sebelumnya, Bambang terpilih sebagai Ketua MPR secara aklamasi dalam proses musyawarah untuk mufakat. Sembilan fraksi partai politik plus kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di MPR sepakat untuk dipimpin Bambang selama lima tahun mendatang.
Posisi strategis tersebut tidak didapatkan dengan mudah. Bambang dan Fraksi Golkar harus menembus badai persaingan yang ketat. Saat itu, Bambang bukanlah calon tunggal ketua MPR. Hingga waktu pemilihan tersisa 3 jam, Ahmad Muzani, calon pimpinan MPR dari Partai Gerindra yang juga Sekretaris Jenderal (Sekjen) Gerindra, masih bersikukuh menginginkan kursi ketua MPR.
Baca juga: Golkar Perlu Waspadai Konflik Internal Jelang Munas
Pencalonan Bambang sebagai ketua MPR dari Golkar sempat membuat situasi di internal Golkar kondusif. Padahal, kegaduhan di Golkar saat ini sempat pula terjadi sebelum Bambang terpilih sebagai ketua MPR.
Internal Golkar tiba-tiba solid ketika mencalonkan Bambang menjadi ketua MPR menghadapi Muzani. Riak-riak kegaduhan seakan hilang ditelan bumi. Airlangga dan Bambang satu suara. Terselip kabar, ada komitmen antara Bambang dan Airlangga yang sepakat untuk meredam perseteruan saat pemilihan ketua MPR.
Saat ini, situasi di internal Golkar kembali seperti saat sebelum Bambang mencalonkan diri menjadi ketua MPR. Politisi Partai Golkar yang juga anggota Komisi XI DPR, Nusron Wahid, mengatakan, sebagian besar anggota dari DPD I dan DPD II Partai Golkar tetap menginginkan Bambang untuk maju sebagai calon ketua umum Golkar. Menurut dia, Bambang memang tidak mencalonkan dirinya sendiri sebagai ketua umum, tetapi diusung pendukungnya.
”Bambang hanya menjalankan amanah dari para anggota DPD I dan DPD II partai yang menginginkan agar dirinya bisa terpilih menjadi ketua umum. Tidak mungkin Bambang akan mengkhianati desakan kader tersebut,” ucapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Baca juga: Lobi Politik Golkar dan Gerindra Berjalan Alot
Nusron mengatakan, saat ini Bambang mendapat banyak dukungan untuk maju sebagai calon ketua umum Golkar. Namun, ia tidak menyebutkan berapa jumlah dukungan untuk Bambang. Menurut dia, tidak boleh ada yang melarang seorang kader untuk maju sebagai calon ketua umum.
Menurut Nusron, wajar saja jika kali ini situasi internal partai kembali memanas karena Bambang akan kembali beradu gagasan dengan Airlangga dalam Munas Golkar. Ia pun mengingatkan agar jangan sampai ada calon tunggal yang maju sebagai ketua umum.
Senada dengan Nusron, politisi Partai Golkar yang juga anggota Komisi IX, Darul Siska, mengatakan, Bambang tidak akan mengutamakan ego pribadinya dengan mengkhianati dukungan dari para kader partai.
”Beliau itu merupakan kader yang ditugaskan sebagai Ketua MPR dari Partai Golkar. Ketika ada yang meminta beliau untuk maju sebagai ketua umum, ia tidak boleh menolak,” katanya.
Paling dinamis
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno, saat dihubungi pada Rabu (6/11/2019), berpendapat, kegaduhan itu menjadi bukti Golkar merupakan salah satu partai politik yang paling dinamis. Apa yang terjadi pada Golkar menunjukkan tidak ada politik yang bisa dikompromikan secara sederhana. Perebutan kekuasaan tidak berhenti ketika Bambang terpilih sebagai Ketua MPR.
”Bambang bilang tidak ada komitmen hitam putih bahwa dia tak akan maju setelah jadi ketua MPR. Itu menunjukkan dia sangat tertarik maju di Golkar 1,” kata Adi.
Baca juga: Bambang Soesatyo Makin Percaya Diri Mencalonkan
Menurut Adi, banyak implikasi yang bisa terjadi jika Bambang benar-benar maju bertarung dengan Airlangga. Implikasi terbesar, posisi Bambang sebagai Ketua MPR bisa ditinjau ulang jika dianggap tak patuh dengan partai. Kemungkinan itu bisa terjadi dengan catatan benar-benar ada kesepakatan atau komitmen antara Airlangga dan Bambang.
Pendapat serupa diutarakan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudin. Menurut Ujang, pertarungan menuju Golkar 1 menjadi perjudian besar bagi Bambang. Niat Bambang maju sebagai ketum Golkar bisa membuat loyalis Airlangga meradang. Apabila kalah dalam pemilihan ketum, posisi Bambang sebagai Ketua MPR sangat dipertaruhkan.
Dengan posisinya sebagai ketua umum, bukan tidak mungkin Airlangga bisa mengkaji ulang posisi Bambang di MPR. Kemungkinan terburuk, Bambang bisa diberhentikan sebagai Ketua MPR atas usul partai. Padahal, Bambang mendapatkan posisi tersebut dengan susah payah.
Peluang bagi Bambang untuk mengungguli Airlangga, dinilai Ujang, juga kecil. Sulit bagi Bambang untuk menang karena orang-orang yang mencari uang di Golkar, seperti ketua fraksi dan ketua panitia, merupakan orang dekat Airlangga. Terlebih Aziz Syamsudin, Wakil Ketua DPR dari Golkar, merupakan orang dekat Airlangga. Aziz, kata Ujang, telah dikondisikan untuk memenangkan Airlangga dalam konteks pasukan di DPR.
Baca juga: Berebut Dukungan Milenial Menjelang Munas Golkar
Kedua, suara kader Golkar di daerah telah dikunci untuk membuat pernyataan mendukung Airlangga. Faktor lainnya, elite-elite Golkar, seperti Akbar Tandjung, Agung Laksono, dan Jusuf Kalla, telah merapat ke kubu Airlangga.
”Dengan waktu yang mepet, sudah terkunci semua jalan Bambang. Termasuk bisa jadi Airlangga sudah deal dengan Presiden Joko Widodo. Secara politis agak berat,” kata Ujang.
Wakil Sekretaris Jenderal Partai Golkar Christina Aryani menilai apa yang dilakukan Bambang menjadi contoh buruk bagi kader muda Golkar. Pengingkaran Bambang terhadap komitmen tak akan maju sebagai ketum Golkar menambah kesan bahwa dalam politik semua hal bisa dihalalkan. ”Kalau mau jujur, itu kurang mendidik,” kata Aryani.
Belum memutuskan
Sementara itu, Bambang Soesatyo menegaskan, keputusannya untuk maju atau tidak sebagai calon ketua umum Partai Golkar pada Munas Partai Golkar sangat tergantung dorongan para pemilik suara di daerah. Bambang mengatakan, saat ini dukungan dari Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I dan DPD II Partai Golkar sangatlah besar dan kuat.
”Saya sampai saat ini belum memutuskan untuk terus maju sebagai calon ketua umum Partai Golkar atau tidak. Pelaksanaan Munas Partai Golkar sendiri sampai saat ini belum ditetapkan. Nanti pada saatnya saya akan mengumumkan maju atau tidaknya,” ujar Bamsoet kepada wartawan di Jakarta, Selasa (5/11/2019).
Bambang menampik keputusannya maju menjadi calon ketua umum adalah ambisi pribadi, melainkan tentang kepentingan yang lebih besar, yakni tentang keutuhan dan kebesaran Partai Golkar, yang pada akhirnya juga bermuara pada kepentingan nasional bangsa dan negara.
Akhirnya, jika pun benar Bambang serius berniat menjadi pesaing Airlangga Desember nanti, ia telah mempertaruhkan segalanya, termasuk kehormatan yang telah dia bangun selama ini.
Publik telanjur menilai ada komitmen tak tertulis antara Airlangga dan Bambang. Apabila kalah, Bambang tak hanya akan kehilangan kepercayaan dan kehormatan, tetapi juga posisi Ketua MPR yang dia rebut secara berdarah-darah seusai bertarung dengan Muzani.