Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu menjelaskan dengan baik pemanfaatan dana besar untuk pembuatan jalur sepeda. Efektivitas jalur ini juga penting agar anggaran tidak sia-sia.
Oleh
J Galuh Bimantara/Helena F Nababan/Nikolaus Harbowo
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komunikasi yang baik terkait rencana pembuatan 200 kilometer jalur sepeda dibutuhkan agar Pemerintah Provinsi dan DPRD DKI Jakarta memiliki pemahaman yang sama atas kebutuhan dana pembuatan jalur sepeda. Di sisi lain, pemakaian jalur sepeda perlu dioptimalkan.
Alfred Sitorus dari Koalisi Pejalan Kaki mengatakan, seharusnya Dinas Perhubungan DKI Jakarta bisa menjelaskan secara detail bahwa cat marka jalan untuk membuat jalur sepeda itu memiliki teknik tersendiri yang harus dipenuhi.
Aturan teknis cat marka jalan itu diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan.
Jalur sepeda yang akan diberi full block atau karpet menjadi cara untuk menjaga keselamatan pesepeda. ”Di tempat kita, para pesepeda masih dilihat sebelah mata,” ujar Alfred, Selasa (5/11/2019).
Ia menilai rambu jalur sepeda di Jakarta masih minim. ”Bagaimana cara pesepeda bisa diharuskan berhenti atau terus melaju? Perlu lampu yang bisa mengindikasikan hijau atau merah,” ujarnya.
Seperti diberitakan, untuk pembangunan jalur sepeda, Dinas Perhubungan DKI mengajukan anggaran Rp 62 miliar. Menurut rencana, anggaran itu dipakai membuat 200 kilometer jalur sepeda. Pembiayaan terbesar untuk cat khusus jalur sepeda.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan, Rp 60.491.715.346 dialokasikan untuk marka berwarna (karpet/full block) seluas 74.888 meter persegi dan penambahan sekitar 6.000 meter persegi garis marka putih, dari 22.785 meter persegi menjadi 28.700 meter persegi.
Sejumlah Rp 760.602.208 bakal dipakai untuk penambahan rambu standar. Lalu anggaran Rp 819.918.000 untuk penambahan pembatas jalur berupa 500 unit stick cone dan penambahan 4.945 unit kanstin beton.
Hingga kini, pembahasan anggaran jalur sepeda masih berlangsung antara Pemprov DKI dan DPRD DKI.
Tidak terawat
Sebagian ruas jalur sepeda lama di Jakarta Selatan, yaitu di rute Taman Ayodya-Kantor Wali Kota Jakarta Selatan, tidak terawat. Selain cat jalur yang memudar, terdapat ruas yang tidak utuh karena ditimpa pelebaran trotoar.
Dalam pengamatan pada Selasa (5/11/2019), kondisi jalur sepeda yang masih bagus terlihat pada ruas Taman Ayodya-Jalan Melawai. Cat jalur, petunjuk arah, serta gambar sepeda masih jelas. Lebarnya sekitar 1,5 meter sehingga cukup untuk dilewati dua sepeda dari arah berlawanan secara bersisian.
Memasuki ruas Jalan Iskandarsyah Raya-Jalan Prapanca Raya, cat jalur sepeda memudar dan di beberapa titik tidak terlihat sama sekali. Bahkan, lebar jalur terus menyempit hingga hilang ditimpa trotoar di depan Pondok Pesantren Al-Kholidin, kemudian muncul lagi menjelang persimpangan Jalan Iskandarsyah Raya-Jalan Wijaya I.
Jalur sepeda Taman Ayodya-Kantor Wali Kota Jakarta Selatan yang sepanjang lebih kurang dua kilometer merupakan bagian dari jalur sepeda pertama di DKI. Jalur ini diresmikan pada 22 Mei 2011 oleh Gubernur DKI periode 2007-2012 Fauzi Bowo.
Daling (64), tukang tambal ban yang sejak 1975 mengandalkan sepeda sebagai sarana transportasi, mengatakan tidak merasakan perubahan pada lalu lintas dengan adanya jalur sepeda Taman Ayodya-Kantor Wali Kota Jakarta Selatan. ”Sama saja (antara sebelum dan sesudah ada jalur sepeda),” ucapnya.
Namun, Daling tidak terlalu mempermasalahkan jika jalur sepeda tidak efektif. Jika kondisi jalan macet dan kendaraan bermotor sampai menggunakan area jalur sepeda, ia masih bisa mengendarai sepedanya di atas trotoar.
Ia tidak kesulitan mengangkat sepedanya jika diperlukan. Buktinya, ia menggunakan sepeda untuk pergi ke berbagai tempat, seperti ke Kebayoran, Palmerah, atau mengunjungi cucunya di Kampung Rambutan, Jakarta Timur.
Menurut Syafrin, pihaknya pun terus melakukan sosialisasi. ”Justru sekarang sosialisasi kami agak berbeda dari sebelumnya. Kami melakukan social engineering, rekayasa sosial. Jadi masyarakat pengguna kami ajak bersama-sama pakai jalur itu. Lalu, dari aspek keselamatan, keamanan, dan kenyamanannya, mereka beri masukan kepada kami,” ujarnya.
Dinas Perhubungan juga masih mengevaluasi jalur-jalur sepeda yang baru dibuat tahun 2019 dan tengah diujicobakan dalam tiga fase. Uji coba menurut rencana berlangsung hingga 19 November.
Alfred Sitorus mengatakan, sebagai alternatif apabila pendanaan tidak disetujui DPRD, jalur sepeda bisa dibangun dari dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) selama regulasinya memungkinkan.
Yang patut menjadi catatan, kata Alfred, jika program didanai CSR, biasanya langsung dibuat tanpa melewati evaluasi. Padahal, evaluasi penting dilakukan. ”Sambil uji coba jalur yang sekarang ini, bisa saja pemprov membuka peluang CSR itu,” kata Alfred.
Djoko Setijawarno, pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Semarang, berpendapat, Dishub DKI mesti kreatif dalam hal pendanaan untuk pembangunan jalur sepeda. ”Inisiatif ini harus datang dari Gubernur DKI,” katanya.
Syafrin mengaku belum tahu mekanisme dana CSR untuk pembuatan jalur sepeda. ”Kami akan kaji dulu,” ujarnya.