Membaca Manuver Nasdem
Kongres II Nasdem yang bakal dimulai malam ini dan berlangsung hingga tiga hari ke depan salah satunya membahas sikap politik partai lima tahun ke depan. Akankah manuver Surya Paloh mengubah peta politik?
Berakhirnya Pemilihan Umum 2019 dan terbentuknya pemerintahan Joko Widodo-Ma\'ruf Amin tidak membuat kerja-kerja politik Partai Nasdem berhenti. Berbagai manuver politik terus diluncurkan. Tak sedikit yang menduga, partai pimpinan Surya Paloh tersebut sedang merancang strategi untuk Pemilu Presiden 2024.
Partai Nasdem mengejutkan banyak pihak ketika bertemu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan partai oposisi pemerintah, Rabu (30/10/2019). Pertemuan di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PKS itu membuka peluang kerja sama yang lebih jauh di antara kedua partai tersebut. Konstelasi politik pun berpeluang berubah.
Pertemuan antara Nasdem dan PKS terkesan bukan pertemuan ala kadarnya. Ketua Umum Nasdem Surya Paloh hadir didampingi satu rombongan pengurus pusat Nasdem yang datang menggunakan bus partai.
Sebagai tuan rumah, Presiden PKS Sohibul Iman menyambut jajaran Nasdem bersama Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al’Jufrie, Sekjen DPP PKS Mustafa Kamal, dan sejumlah politikus PKS lainnya.
Usai pertemuan yang berlangsung sekitar 1 jam tersebut, Paloh dan Sohibul tampil bersama dengan hangat dan akrab saat menemui wartawan. Bahkan dalam suatu kesempatan, Paloh merangkul Sohibul dengan erat. Mustafa Kamal pun mengungkapkan bahwa Paloh menganggap PKS sebagai ”saudara tua” Partai Nasdem.
Baca juga: Nasdem dalam Genggaman Surya Paloh
Saat itu, Paloh mengatakan, telah terjadi kesepakatan kerja sama Nasdem dan PKS untuk turut mengawasi kerja pemerintah. Hal itu merupakan sebuah upaya untuk merawat demokrasi dengan baik. Meski demikian, ia memastikan bahwa partainya masih dalam barisan pendukung pemerintah.
”Pemerintah yang sehat juga harus bisa menerima pikiran-pikiran yang mengkritisi. Apabila pikiran yang mengkritisi itu tidak ada lagi, artinya kita khawatir jalannya pemerintahan itu tidak sehat,” ucap Paloh.
Sohibul juga mengatakan, pertemuan tersebut adalah penjajakan untuk membangun kerja sama yang lebih konkret, seperti untuk menyongsong Pilkada 2020. Peluang terjadinya pertemuan lanjutan akan terbuka kian lebar setelah pertemuan ini.
Disindir
Sepekan kemudian, langkah Nasdem itu mendapat respons dari Presiden Joko Widodo. Saat menyapa Paloh sebagai salah satu tamu yang hadir dalam perayaan HUT Ke-55 Partai Golkar di Jakarta, Rabu (6/11/2019), Jokowi menyindir kemesraan Paloh dengan Sohibul Imam. Presiden mengingatkan bahwa Nasdem masih bersama dalam koalisi partai pendukung pemerintah.
”Kalau saya lihat, wajah Bang Surya hari ini lebih cerah dari biasanya, apalagi setelah beliau berdua berangkulan dengan Pak Sohibul Iman. Saya tidak tahu maknanya apa. Tetapi, rangkulannya tidak seperti biasanya. Tidak pernah saya dirangkul oleh Bang Surya seerat seperti ia merangkul Pak Sohibul Iman,” kata Presiden, yang langsung disambut tawa dan tepuk tangan hadirin yang datang.
Baca juga: Partai Nasdem Susun Strategi Pemenangan Pemilu 2024
Namun, Surya Paloh menanggapi biasa sindiran Presiden Jokowi tersebut. Menurut dia, Presiden sedang bercanda. Presiden pun disebutnya memiliki selera humor yang tinggi.
Mengenai pertemuannya dengan Sohibul Iman dan elite-elite di PKS, Surya mengatakan, pertemuan merupakan bagian dari komunikasi antarpara petinggi partai yang wajar dilakukan, bahkan perlu dilakukan.
Tak singgung 2020 atau 2024
Sekretaris Partai Nasdem di DPR Saan Mustopa memandang gestur dan pernyataan tersebut hanya candaan serta bentuk kedekatan antara Surya Paloh dan Jokowi. Pertemuan antara Surya Paloh dan Sohibul Iman dianggap baik untuk membangun hubungan dengan partai-partai di luar koalisi pemerintahan ke depannya.
Saan mengaku turut serta dalam pertemuan antara Surya dan Sohibul. Dia menegaskan, pertemuan itu sama sekali tak menyinggung soal politik jangka pendek, yaitu pemilihan kepala daerah tahun 2020, apalagi politik jangka panjang atau Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
”Jadi murni bicara dalam konteks kebangsaan. Bagaimana meneguhkan sikap terkait dengan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Itu kesepakatan pertama yang terbangun,” katanya.
Baca juga: Teka-teki Arah Koalisi Partai Nasdem
Menurut Saan, Nasdem tetap ingin memastikan lima tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo tetap stabil. Dia pun berani menjamin, kondisi koalisi pemerintahan Jokowi tak akan seperti periode kedua Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono.
Saat itu, menjelang akhir pemerintahan Yudhoyono, koalisi yang dibangun retak lantaran PKS mulai bermanuver untuk bersiap-siap menyongsong Pemilu 2014. ”Kami akan benar-benar menjaga itu karena Nasdem berkoalisi tanpa syarat,” kata Saan.
Domain dan otonomi partai
Kendati demikian, Saan menyatakan, Nasdem akan tetap membangun hubungan dengan partai-partai oposisi, seperti yang telah dilakukannya dengan PKS. Pertemuan berikutnya dengan PAN dan Demokrat kemungkinan besar akan dilakukan pascakongres Nasdem yang berlangsung pada 8-11 November 2019 di Jakarta.
Menurut Saan, keputusan Nasdem untuk menjalin hubungan dengan partai oposisi adalah otonomi penuh partai. Ia berpendapat bahwa sebagai sebuah partai, Nasdem memiliki otonomi untuk membangun dan merancang pergerakan politiknya sendiri. ”Komitmen kami untuk Pak Jokowi itu kuat, tetapi langkah partai jangan dibatasi dulu,” ujar Saan.
Menurut Saan, hubungan dengan partai di luar koalisi tidak hanya menguntungkan Nasdem sepihak, tetapi juga akan membantu pemerintahan yang sedang berjalan.
”Kalau hubungan baik, Nasdem bisa ngomong dengan PKS, Demokrat, dan PAN bahwa pemerintah butuh dukungan untuk sebuah isu tertentu yang mungkin membutuhkan dukungan penuh,” kata Saan.
Baca juga: Nasdem Sedang Menjalankan Komunikasi Politik yang Cair
Soliditas berkurang?
Langkah Nasdem yang mendeklarasikan diri menjadi rekan koalisi yang ”kritis” dinilai tidak serta-merta berkaitan dengan ancaman tidak adanya fungsi pengawasan dan keseimbangan (check and balance) akibat kecilnya kelompok oposisi di parlemen.
Manuver tersebut justru dianggap sebagai sebuah upaya untuk membuka peluang baru antarparpol untuk kepentingan politik praktis di masa depan. Hal ini seperti dikatakan peneliti Populi Center, Jefri Adriansyah.
”Membuka komunikasi dengan partai lain di luar koalisi menjadi salah satu cara membuka peluang-peluang untuk kepentingan politik praktis yang lebih menguntungkan Nasdem (di luar koalisi yang sudah ada),” kata Jefri.
Meskipun demikian, langkah politik itu membuka peluang terhadap menurunnya soliditas koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-Amin. Jefri menilai, sindiran Presiden Jokowi kepada Paloh adalah sebuah bentuk kerisihan Presiden terhadap pertemuan Nasdem-PKS.
Menurut dia, pertemuan tersebut merupakan sebuah persoalan etika dalam berkoalisi. Sebab, meski telah diberi sejumlah jabatan di dalam kabinet, Nasdem justru membangun komunikasi dengan kubu lain.
Baca juga: Pesohor Pendongkrak Suara Nasdem
Di sisi lain, manuver Nasdem juga bisa dibaca sebagai upaya meningkatkan citra partai.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar, Ujang Komaruddin, menilai, melalui manuver tersebut diharapkan muncul citra bahwa Nasdem adalah partai yang kritis dan berpihak kepada rakyat.
”Semua yang dilakukan parpol adalah untuk menarik simpati publik agar menang di pemilu,” kata Ujang.
Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya. Ia menjelaskan, segala manuver Nasdem tersebut berhubungan dengan Pemilu 2024. Potensi kabinet koalisi pecah kongsi dapat terjadi saat waktu pemilu kian dekat, selain karena faktor keragaman ideologi dan perasaan diperlakukan tak adil.
Dalam kasus Indonesia, dorongan melakukan kampanye dini justru kian kuat. Jeda di antara dua pemilu kian dimaknai sebagai ruang kampanye yang lain alias berlangsungnya kampanye permanen.
Meski jadi bagian dari partai yang memerintah, parpol selalu merasa efek elektoralnya tak cukup berarti meski pemerintah dapat dikatakan berhasil menunaikan janji-janji kampanyenya. Karena itu, mereka merasa perlu berancang-ancang sejak dini.
”Ada kebutuhan memperbaiki perolehan elektoralnya dan sekaligus memperkuat asosiasi dengan capres yang berpotensi memenangi pilpres berikutnya. Atau, bahkan menyiapkan kadernya sendiri untuk jadi presiden/wapres berikutnya,” kata Yunarto.
Baca juga: Koalisi di Antara Sindiran dan Guyonan
Kongres II Nasdem yang berlangsung mulai malam ini salah satunya membahas sikap politik partai selama lima tahun ke depan. Dengan manuver yang dilakukan Surya Paloh dan Nasdem kemudian dijawab dengan sindiran oleh Presiden Jokowi, maka sikap politik yang bakal diputuskan Nasdem di kongres menarik untuk disimak. Akankah peta politik berubah?