Mengetuk Hati Warga agar Rela Pindah dari Daerah Rawan Longsor
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengajak warga terdampak bencana longsor di Kabupaten Bogor untuk direlokasi ke tempat yang aman dari potensi bencana longsor susulan. Dialog menjadi kunci agar warga rela direlokasi.
Oleh
STEFANUS ATO/AGUIDO ADRI
·4 menit baca
Bencana di awal 2020 meluluhlantakkan kehidupan warga di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, bagian barat. Sebagian perkampungan ditetapkan sebagai zona merah atau daerah terlarang untuk kembali dihuni. Namun, warga bersikukuh direlokasi tak jauh dari permukiman semula.
Pertimbangan kehilangan mata pencarian, perubahan kehidupan sosial, dan budaya menjadi alasan. Namun, jika mereka bertahan, nyawa menjadi taruhan jika sewaktu-waktu bencana serupa terjadi di masa depan.
Alasan warga untuk tak direlokasi jauh dari permukiman disadari betul oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Lelaki yang akrab disapa Kang Emil itu, sesaat setelah tiba di Desa Pasir Madang, Kecamatan Sukajaya, Selasa (28/1/2020), langsung berdialog dengan warga sekitar terkait tempat yang diinginkan warga untuk relokasi.
Kepala Desa Pasir Madang Encep Sunarya menunjukkan lokasi relokasi yang diinginkan warga, yakni di samping kantor Desa Pasir Madang. Lokasi relokasi itu tanahnya berkontur miring sehingga ancaman bencana di masa depan masih berpotensi terjadi.
”Kami punya dua opsi, tetapi opsi yang paling baik itu adalah lahan milik PT Perkebunan Nusantara di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg. Itu daerah datar, jadi bebas dari ancaman bencana,” kata Ridwan.
Berdasarkan data dari Desa Pasir Madang, jumlah keluarga terdampak bencana longsor sebanyak 541 keluarga. Artinya, jumlah penduduk tersisa 759 keluarga yang masih bertahan di desa itu, dari total 1.300 keluarga.
Jika 541 keluarga direlokasi keluar dari desa, situasi ini oleh aparatur desa setempat dikhawatirkan mengganggu roda pemerintahan desa. Kepala Desa Pasir Madang bahkan secara terang-terangan menyebutkan bakal kehilangan banyak daftar pemilih tetap.
Pernyataan itu disambut Ridwan Kamil dengan tawa. ”Politik lagi yang dipikirkan,” kata Ridwan.
Ridwan menawarkan opsi lain, yakni seluruh keluarga di desa itu direlokasi. Sebab, sejak 2003-2020, total sudah delapan kali bencana longsor terjadi di sana. Beberapa rumah yang pernah direlokasi juga kembali terkena musibah serupa di awal 2020.
Warga kemudian diberi kesempatan menggelar musyawarah terbatas selama 1 x 15 menit. Musyawarah itu ditunggu Ridwan dengan mengelilingi dan menyapa warga terdampak bencana yang sudah hampir satu bulan tinggal di tenda pengungsian.
Setelah warga bersama tokoh masyarakat, tokoh adat, dan pemerintah desa selesai menggelar musyawarah, dialog kembali dilanjutkan bersama Ridwan Kamil didampingi Bupati Bogor Ade Yasin dan beberapa pejabat daerah Kabupaten Bogor, di pelataran kantor Desa Pasir Madang.
Warga bersikukuh agar direlokasi tak jauh dari permukiman sebelumnya. Alasannya, warga tak ingin jauh dari ladang pertanian mereka karena lokasi relokasi berjarak sekitar 15 kilometer dari tempat tinggal mereka saat ini.
Ridwan memaklumi hal itu. Ia menjelaskan, secara logika, berpindah tempat tinggal sangat berpengaruh pada segi sosial dan budaya. Namun, secara nurani, Ridwan tak ingin musibah yang sudah delapan kali terjadi itu terus berulang, menimbulkan penderitaan, atau bahkan menelan korban jiwa.
Kepala Desa Pasir Madang Encep Sunarya menengahi dialog itu dengan meminta Pemerintah Provinsi Jawa Barat menggandeng ahli geologi untuk meneliti struktur tanah di desa itu. Jika dari hasil penelitian lokasi yang dihuni warga berada di zona merah, apa boleh buat warga tak mungkin bertaruh nyawa.
Permintaan itu disanggupi Ridwan Kamil yang berjanji segera menurunkan ahli geologi. Keputusan lokasi relokasi sepenuhnya bergantung pada kajian ilmiah ahli geologi.
15 titik relokasi
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyiapkan 15 wilayah relokasi untuk membangun hunian tetap bagi warga korban longsor dan banjir di Kabupaten Bogor bagian barat. Salah satu lokasi relokasi yang disiapkan pemerintah berada di Desa Sukaraksa, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor.
Total kebutuhan lahan untuk pengungsi di Kecamatan Cigudeg, Nanggung, dan Sukajaya seluas 81,7 hektar. Lahan yang akan segera dibangun hunian tetap merupakan lahan perkebunan kelapa sawit milik PT Perkebunan Nusantara seluas sekitar 20,48 hektar. Lahan lain yang akan digunakan milik perusahaan lain seluas 59,5 hektar.
Ridwan mengatakan, peninjauan langsung ke lokasi bencana dilakukan untuk memastikan lahan di PTPN aman dan layak untuk hunian baru warga serta jauh dari lokasi rawan bencana. Peninjauan itu juga bertujuan melihat kelayakan lahan itu agar bisa dimanfaatkan sebagai lahan pertanian bagi warga. Tujuannya agar kemandirian warga pascabencana bisa kembali normal.
”Ada alternatif lokasi lain seperti di wilayah HGU (hak guna usaha) non-PTPN. Semoga awal Febuari sudah bisa dibangun dan secepatnya jadi,” tutur Ridwan.
Bupati Bogor Ade Yasin mengatakan, meski masa tanggap darurat akan berakhir, pemerintah tetap fokus untuk menyediakan hunian tetap di 15 lokasi dan memastikan aliran bantuan tetap berjalan. ”Untuk lahan di lahan PTPN, akan diusahakan selesai dibangun sebelum awal bulan puasa. Semoga sekitar April atau Mei selesai,” kata Ade.