Warga Jakarta tahu, Transjakarta punya jalur khusus. Namun, pelanggaran di jalur itu terus terjadi. Fenomena ini menjadi pembicaraan publik yang menyoroti pelanggar menggunakan kendaraan aparat.
Oleh
Aditya Diveranta/ Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany
·4 menit baca
Sekitar 16 tahun lamanya warga Jakarta ditemani moda bus terpadu Transjakarta. Selama itu pula, warga mafhum dengan keberadaan jalur khusus busway yang berada pada sisi kanan sejumlah jalan raya di Ibu Kota.
Jalur busway, apabila diartikan secara harfiah dari bahasa Inggris, maknanya sesimpel jalur khusus yang diperuntukkan bagi bus. Istilah itu tidak sulit dipahami, namun ternyata kerap diingkari oleh pengendara di jalan raya.
Di sejumlah jalan Ibu Kota, misalnya, banyak ditemukan pengendara yang menerobos jalur busway. Ambil contoh di Jalan Sultan Agung, kawasan Manggarai, Jakarta Selatan, banyak pengendara yang tetap jalan di jalur busway meski melihat marka larangan.
Ayub (50), pengojek daring di Jakarta Selatan, mengaku, jalur busway menjadi jalan yang terpaksa dia ambil. Hal tersebut lantaran lalu lintas Ibu Kota yang terlampau padat saat pagi hari. ”Kalau mau menerobos jalur bus, pengojek pasti lihat situasi dulu. Seperti di Jalan Sultan Agung depan Pasar Rumput, itu kan macet sekali. Kalau memang sedang padat, ya, paling baru masuk ke jalur bus,” katanya.
Alasan Ayub sebenarnya tidak dapat membenarkan pengendara untuk menerobos jalur busway. Nyatanya, meski Jalan Sultan Agung sedang lengang pada Jumat (31/1/2020) siang, sebagian pengendara juga masih menerobos jalur khusus bus ini.
Secara kebetulan, polisi pun siang itu sedang melakukan operasi penilangan. Alhasil, puluhan kendaraan roda dua dan roda empat terkena surat tilang di jalur busway.
Pelanggaran demi pelanggaran, kemudian fenomena ini menjadi kian serius. Publik pun menyoroti sosok pengendara berinisial RI yang mengamuk saat ditegur petugas karena menerobos jalur busway, Rabu (29/1/2020) lalu. Belakangan diketahui, RI berkendara dengan sepeda motor pelat merah, yang menandakan dia adalah pegawai instansi pemerintah.
”Benar, dia aparatur sipil negara (ASN) dari suatu instansi kementerian. RI mengaku menerobos jalur busway agar perjalanan ke kantornya lebih cepat,” kata Kepala sub Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Fahri Siregar, Jumat sore.
Atas kejadian itu pun, RI terancam pidana kurungan maksimal 2 bulan atau denda maksimal Rp 500.000. Kendati begitu, pelanggar jalur busway tidak ada habisnya setiap hari.
Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan dan Humas PT Transjakarta Nadia Diposanjoyo melalui pesan tertulis menyebutkan, ada 300-500 kendaraan per hari yang melanggar di tiap koridor bus Transjakarta. Jumlah tersebut mengacu pada rata-rata pelanggar tahun 2019.
Praktisi keamanan berkendara dan pendiri Jakarta Defensive Driving Consulting, Jusri Pulubuhu, tidak memungkiri, fenomena pelanggar jalur busway salah satunya karena perebutan ruang antara kendaraan pribadi dan transportasi publik. Di satu sisi, ia memandang Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sedang fokus mendorong keberlangsungan transportasi publik.
Menurut Jusri, apabila memang transportasi publik yang sedang didorong, pilihannya adalah jumlah pelanggar jalur busway yang harus ditekan. ”Saya memandang, selama ini penegakan hukum bagi pelanggar masih setengah-setengah,” ujarnya.
Jusri menilai, sosialisasi regulasi pelanggaran juga masih minim. Saat pengendara akan menerobos jalur, misalnya, perlu ada pengingat yang lebih detail terkait implikasi dari pelanggaran. ”Saya membandingkan, warga kita bisa sangat tertib apabila berada di luar negeri, kenapa di sini tidak?” katanya.
Penilangan pengendara berinisial RI juga bisa jadi momentum penegakan hukum. Dengan sistem tilang elektronik yang terhubung secara daring, Jusri berharap sistem tilang juga terintegrasi dengan berbagai macam hal. Dalam kasus ASN, misalnya, adanya tilang memengaruhi penilaian kinerja di kantor.
Dengan banyaknya pelanggaran, Ditlantas Polda Metro Jaya akan mulai menerapkan sistem ETLE bagi sepeda motor pada 1 Februari 2020 di ruas jalan protokol Ibu Kota. Pengendara sepeda motor akan ditilang jika melanggar aturan, seperti tidak memakai helm, menerobos lampu lalu lintas dan marka jalan, menggunakan ponsel saat berkendara, dan menerobos jalur Transjakarta.
Pelanggaran dimonitor dari Traffic Management Centre Polda Metro Jaya. Prosedur tilang elektronik sama dengan yang diterapkan untuk kendaraan roda empat. Pemberitahuan pelanggaran langsung dikirim ke alamat pemilik kendaraan.
Ditlantas Polda Metro Jaya telah memiliki data nama dan alamat pemilik kendaraan bermotor wilayah Jabodetabek. Khusus untuk kendaraan yang berasal dari luar daerah, tilang akan dilakukan secara langsung oleh polisi yang berada di sekitar tempat kejadian.
”Setelah pesepeda motor terekam layar melanggar, pihak kepolisian akan melakukan konfirmasi. Kemudian, dia harus merespons. Kalau tidak ada respons, kami akan blokir izin surat tanda nomor kendaraan (STNK),” ujar Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Yusuf.