Matt Damon dan Virus yang Melumpuhkan
Tentu semua tidak berharap kejadian jutaan warga dunia terjangkit virus mematikan seperti di film ”Contagion” terjadi. Cukup Matt Damon saja yang merasakannya.
Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei di China, kini layaknya kota mati. Tidak ada orang yang boleh keluar maupun masuk ke kota tempat muncul dan berkembangnya epidemi virus korona baru. Kota lumpuh, yang sebelumnya hanya dilihat publik lewat film-film Hollywood, kini benar terjadi. Bingung dan kalutnya Matt Damon saat melakoni sosok Mitch Emhoff di Contagion nyata dirasakan khalayak ramai.
Film Contagion yang dirilis tahun 2011 tersebut menceritakan virus yang ditularkan dari kelelawar dan babi ke manusia. Berawal dari penggundulan hutan oleh suatu perusahaan berimbas ke terganggunya kelelawar. Kelelawar ada yang terbang mendekati permukiman dan peternakan babi.
Makanan sisa kelelawar berupa pisang jatuh di kandang dan dimakan babi. Babi yang sama dibawa ke sebuah restoran di Hong Kong, China. Koki di restoran tersebut saat berkutat dengan daging babi segar itu, tanpa cuci tangan pakai sabun bersalaman dengan salah satu pengunjung, yang kebetulan adalah istri Mitch yang diperankan Gwyneth Paltrow.
Dari sana penyakit dari binatang itu menyebar ke Amerika Serikat, negeri asal pasangan Emhoff dan nyaris ke seluruh dunia. Korban berjatuhan, termasuk korban tewas. Kota-kota dikarantina, lock down, kehidupan seperti terhenti hingga antivirus dihasilkan.
Di dunia nyata, kini, menancap di ingatan tentang seorang warga Wuhan yang meninggal di emperan sebuah bangunan seperti terlihat di video tentang kota itu beberapa pekan lalu. ”Adegan” itu melengkapi gambaran kota yang suwung nyaris tanpa aktivitas warga.
Setidaknya hingga Kamis (20/2/2020), seperti diberitakan di koran ini bersumber berbagai sumber termasuk Komisi Kesehatan Nasional China dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), tercatat lebih dari 75.000 orang di dunia tertular virus Covid-19 dan lebih dari 2.000 orang meninggal. Sebagian besar mereka yang terinfeksi Covid-19 ini ada di China dan paling banyak ada di Wuhan.
Di dalam negeri China, upaya mengatasi wabah infeksi Covid-19 dilakukan sangat serius. Meskipun masih ada kabar miring tentang bagaimana tidak semua informasi dibuka oleh pemerintah di negeri tirai bambu tersebut, kasatmata publik bisa melihat tindakan-tindakan tegas oleh pemangku kebijakan di sana.
Contoh nyata adalah keberanian menutup Wuhan per 23 Januari lalu dan menyatakan seluruh kota itu diisolasi. Isolasi dan karantina dilakukan menjelang Tahun Baru China akhir Januari lalu. Padahal momentum merayakan Tahun Baru menjadi hari raya besar di negara tersebut dan biasanya diikuti gelombang pulang mudik dari dan ke berbagai penjuru daerah. Atas nama kepentingan publik lebih luas, bahkan masyarakat dunia, tradisi mudik Tahun Baru dari dan ke Wuhan bisa dihentikan.
China juga membangun rumah sakit yang bisa merawat 1.000 pasien terinfeksi Covid-19 dalam hitungan pekan saja. Mereka sendiri, seperti pemberitaan dari South China Morning Post dan sejumlah media massa seperti BBC dan Guardian, sesuai perintah Presiden Xi Jin Ping, mencoba mengatasi wabah sejak awal, termasuk melakukan riset untuk menemukan obat penawar virus korona baru.
Virus mematikan ini juga telah menginfeksi sejumlah warga di negara-negara di Asia Tenggara, termasuk di Singapura dan Filipina. Dalam laporan di Kompas.id, masih di hari Kamis tersebut, Menteri Luar Negeri China Wang Yi menggelar pertemuan dengan para koleganya menteri-menteri luar negeri ASEAN di Vientiane, Laos. Pertemuan itu fokus membahas krisis wabah Covid-19 yang telah menimbulkan kepanikan dan gangguan pada ekonomi kawasan dan global.
Dari kicauan Presiden Joko Widodo di akun resminya di Twitter, ia mengabarkan bahwa saat ini ada empat dari 78 warga negara Indonesia awak kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Yokohama, Jepang, dinyatakan positif terpapar virus korona.
”Mereka sudah dibawa ke rumah sakit setempat untuk dirawat sesuai protokol kesehatan WHO. Adapun 74 WNI tetap kita pantau,” kata Jokowi seperti tertulis di akunnya yang diunggah pada pukul 16.04, Kamis.
Baca juga : Jakarta Bukan Batavia
Sebelumnya, pemerintah telah memulangkan 238 WNI dari Wuhan. Setelah dikarantina di Natuna, Kepulauan Riau, selama sekitar dua pekan, mereka kini telah kembali ke keluarganya masing-masing.
Di luar itu, sampai sekarang secara resmi pemerintah menyatakan belum ada yang terinfeksi Covid-19 di dalam negeri Indonesia. Fakta ini melegakan, tetapi tidak dimungkiri juga menimbulkan tanda tanya. Benarkah kita aman?
Baca juga : Hijrah ke Kota
Protokol ketat
Di negara tetangga Singapura, protokol ketat diterapkan bahkan sejak sebelum negara kota itu resmi menyatakan ada warganya yang terinfeksi Covid-19.
Mengikuti pemberitaan media massa di sana, salah satunya Channel News Asia (CNA), dalam dua pekan terakhir, Perdana Menteri Lee Hsien Loong menyiagakan jajarannya untuk seluruh warganya menangkal penyebaran virus korona baru.
Sejak akhir Januari 2020, Singapura mengampanyekan tujuh kebiasaan hidup sehat dan higienis. Tujuh kebiasaan tersebut, yaitu menghindari kontak dengan hewan hidup dan mengonsumsi makanan mentah atau kurang matang; menghindari kumpulan massa dan menutup kontak dengan orang yang sedang tidak sehat; sering-sering mencuci tangan dengan sabun; menggunakan masker jika sedang mengalami gejala gangguan kesehatan seperti batuk dan pilek; menutup mulut dengan tisu saat batuk atau bersih dan membuang tisu di tempat sampah atau tempat khusus yang disediakan; jika merasa tidak enak badan segera memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat; dan terus menjalankan hidup higienis.
Dipimpin para menterinya, terutama menteri kesehatan, tenaga medis dan fasilitas kesehatan disiagakan di seluruh wilayah negara seluas 721,5 kilometer persegi yang kini dihuni sekitar 5,6 juta penduduk itu. Fasilitas kesehatan untuk penanganan khusus bagi orang yang terjangkit Covid-19 pun siap menerima pasien kapan saja diperlukan.
Kesiapsiagaan tersebut belum termasuk menjaga ketat pintu masuk negara itu, seperti di bandar udara, pelabuhan, stasiun, dan terminal. Penerbangan dari dan ke China daratan sudah dilarang sejak beberapa pekan lalu.
Kebijakan yang sama dilakukan nyaris serentak oleh sejumlah negara maju di dunia, seperti negara-negara di Eropa dan Amerika.
Germas
Pemerintah Indonesia juga telah memutus penerbangan dari dan ke China daratan. Beberapa tindakan seperti evakuasi WNI dari Wuhan dan karantina di Natuna, tetap mendapat apresiasi tinggi. Perhatian besar pemerintah pada WNI yang terinfeksi di Diamond Princess amat dihargai publik.
Sejak Januari lalu, Indonesia turut menyiapkan rumah sakit rujukan untuk penanganan pasien terinfeksi virus korona baru. Sejumlah pasien terduga terjangkit sempat dideteksi di sejumlah daerah, termasuk temuan di Banyuwangi. Akan tetapi, sampai saat ini semua dinyatakan negatif.
Fakta ini memang melegakan. Namun, di tengah penyebaran wabah yang sudah menyentuh berbagai belahan dunia, bahkan ketika sudah ditemukan kasus pasien terinfeksi di Singapura, Indonesia dirasa belum seketat negara tetangga itu kesiapsiagaannya menangkal epidemi Covid-19 di dalam negeri.
Salah satu contohnya adalah kampanye waspada virus korona diterima massal melalui pesan singkat di telepon seluler yang dikirim oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Kampanye itu diterima Kompas pada 18 Februari 2020 pukul 13.19.
”Waspada coronavirus, tingkatkan kesehatan Anda dengan GERMAS: konsumsi gizi seimbang, rajin olahraga, istirahat cukup, serta sering cuci tangan pakai sabun”, demikian bunyi pesan singkat Kemenkes tersebut.
Cukup ringkas pesannya dibandingkan dengan kampanye Singapura.
Kembali merujuk ke Covid-19 yang sudah merambah Singapura, Indonesia sepatutnya merasa khawatir. Terlebih pada awal Februari ini, sudah ada kasus warga negara Inggris yang terinfeksi virus tersebut saat berada di Singapura untuk mengikuti suatu acara. WN Inggris tersebut dinyatakan tidak pernah bepergian ke China daratan sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa ada penularan yang terjadi di luar Wuhan.
Baca juga : Berber Bukan Barbar
Data terakhir dari Kedutaan Republik Indonesia di Singapura yang diakses dari situs Kementerian Luar Negeri menyebutkan bahwa hingga 19 Februari 2020 pukul 12.00 waktu setempat, Pemerintah Singapura melalui situs Ministry of Health (MOH) telah mengonfirmasi tiga kasus baru positif Covid-19. Jumlah ini menambah total kasus positif Covid-19 di Singapura menjadi 84 kasus. Terdapat tambahan lima pasien yang telah dinyatakan sembuh dan dipulangkan sehingga total sudah 34 orang yang dinyatakan sembuh. Sementara itu, 46 pasien dinyatakan dalam kondisi stabil dan empat orang dalam perawatan ICU.
Melihat hal ini, sebenarnya wajar jika publik di Indonesia mulai merasa khawatir. Maklum, interaksi antara Indonesia-Singapura itu amat erat. Setiap hari ada penerbangan langsung ke Singapura dari kota-kota di Indonesia. Sebut saja antara lain Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar bisa langsung terbang ke Singapura. Keluar masuk via pelabuhan seperti di Batam, Kepulauan Riau, pun setiap hari berlangsung.
Baca juga : Bahagia Warga di Pesta Rakyat
Tugas pemerintah kota
Selain bergantung pada pemerintah pusat, pemerintah kota turut bertanggung jawab atas keamanan dan kesehatan warganya. Di kasus Wuhan, pemerintah kota setempat dituding kurang reaktif saat kasus virus korona baru mulai muncul di akhir 2019 hingga awal 2020. Wali Kota Wuhan Zhou Xianwang di ujung Januari akhirnya mengakui kekurangtanggapannya dan meminta maaf kepada publik serta bersedia mundur.
Berkaca dari kasus Wuhan ini, pemerintah di tingkat kota di Indonesia bisa belajar dan dapat lebih responsif. Memastikan alat pendeteksi panas tubuh di bandar udara maupun di tiap pintu masuk ke daerahnya, memang kewajiban yang mesti dituntaskan.
Di sisi lain, sudah jadi pengetahuan umum kalau mereka yang terinfeksi Covid-19 tidak serta-merta menjadi demam dan panas tubuhnya bisa dideteksi. Ada masa inkubasi tertentu. Ada pula dugaan bahkan saat sudah terinfeksi dan tidak segera sakit setelah masa inkubasi normal, virus yang sama masih bisa menjangkitinya di waktu yang akan datang.
Jadi bagaimana, seharusnya pemerintah kota bisa aktif membentengi penyebaran penyakit seperti ini? Kampanye seperti yang dilakukan Singapura tetap menjadi contoh baik. Semua dinas dan jajaran pemerintah kota hingga ke tingkat camat, lurah, dan RT/RW bisa mengajak warga hidup bersih.
Untuk di Jakarta, yang sudah terbiasa dengan wabah demam berdarah dan demam berdarah dengue, sebenarnya sudah ada kebiasaan Jumat bersih. Di tiap Jumat, aparat pemerintah turun ke wilayah dan bersama warga bersih-bersih lingkungan.
Namun, saat ini dengan aktifnya petugas penanganan prasarana dan sarana umum (PPSU), gerakan warga untuk bersih-bersih secara mandiri menjadi jauh berkurang. Merebaknya kasus Covid-19 bisa menjadi momentum menggerakkan lagi masyarakat dan menyadarkan bahwa soal menjaga hidup higienis adalah tanggung jawab pribadi.
Fasilitas kesehatan di tingkat puskesmas kelurahan, kecamatan, hingga rumah sakit umum daerah dapat diperintahkan lebih serius menanggapi informasi lonjakan jumlah pasien penyakit tertentu. Ini juga termasuk jika ada kasus kematian hewan secara massal di daerahnya.
Deteksi-deteksi dini ini akan jauh lebih efektif menangkal berbagai hal yang mengancam kesehatan dan keamanan warga. Dan, tentunya mampu menekan biaya yang harus dikeluarkan. Bandingkan saja dengan biaya jika harus mengobati, merawat, hingga menyediakan fasilitas khusus bagi pasien terjangkit penyakit yang belum ada obatnya ini.
Belum lagi dampak lain seperti terhentinya aktivitas kota seperti halnya di Wuhan. Entah berapa lama dan berapa nilai rupiah yang harus dikeruk untuk mengatasinya serta untuk pemulihannya kelak.
Baca juga : ITF Sunter, Upaya Maju DKI dan Pro Kontra yang Mengikutinya
Tindakan nyata, bukan sekadar retorika diperlukan. Menyadari bahwa selalu ada potensi masalah yang bisa membelit kita, bukan sekadar jadi masalah tetangga kita, dibutuhkan demi menghindari masalah yang lebih buruk.
Tentu semua tidak berharap kejadian jutaan warga dunia terjangkit virus mematikan seperti di film Contagion terjadi. Cukup Matt Damon saja yang merasakannya.