Gerakan Aksi Masyarakat Wajib Patuhi Rambu Kesehatan
Gerakan solidaritas di tengah masyarakat merebak melawan Covid-19. Pertanda semangat dan moral masyarakat tidak goyah dengan adanya pandemi. Akan tetapi, pelaku aksi harus tetap berkoordinasi dengan pemerintah setempat.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
Merebaknya pandemi virus korona jenis baru memotivasi gerakan solidaritas masyarakat untuk membantu sesama. Aksi ini tetap harus berjalan mengikuti rambu-rambu kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah.
Beberapa hari setelah status penyebaran virus korona baru ditetapkan sebagai pandemi, warga Jakarta, baik secara individu maupun organisasi, muncul memberi berbagai kontribusi sosial. Mulai dari menyebar pesan-pesan positif yang mendidik masyarakat, mengunggah konten pemelajaran secara gratis ke media sosial agar bisa diakses anak-anak, hingga membuat rumah singgah agar warga bisa menikmati makanan bergizi.
”Hal ini pertanda semangat dan moral masyarakat tidak goyah dengan adanya pandemi. Akan tetapi, tetap para pelaku aksi berkoordinasi dengan pemerintah setempat,” kata Pungkas Bahjuri Ali, Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tatkala dihubungi di Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Ia menerangkan, koordinasi bertujuan agar pertolongan yang dilakukan oleh gerakan sosial memang mengisi celah-celah yang masih ada di dalam kebijakan pemerintah. Hal ini menjadikan penanganan permasalahan bisa holistik apabila masyarakat terlibat aktif.
Di samping itu, para pelaku gerakan sosial juga wajib menyadari protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah. Prinsip seperti menjaga jarak sosial (social distancing), memastikan kebersihan tempat maupun sarana, memakai masker, dan rajin membersihkan tangan minimal dengan cairan disinfektan harus dipahami betul. Jangan sampai tujuan mulia menolong sesama malah mengakibatkan penumpukan massa yang berujung menambah risiko penularan virus.
Jangan sampai tujuan mulia menolong sesama malah mengakibatkan penumpukan massa yang berujung menambah risiko penularan virus.
”Sempat beredar di media sosial warga menyediakan transportasi bagi mereka yang tak mendapatkan tempat di angkutan publik ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberlakukan pembatasan jumlah bus dan kereta. Semoga saja dalam praktik pada hari itu ia memberlakukan kuota penjarakan sosial di angkutannya. Jika tidak, risiko penularan virus meningkat karena penumpang berdesakan,” tutur Pungkas.
Secara terpisah, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam jumpa pers di kantor Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengingatkan unsur paling berbahaya dari virus korona adalah kecepatan penularannya. Disiplin masyarakat menjaga etika untuk melindungi diri sendiri dan orang lain mutlak diterapkan.
Pihaknya telah mengeluarkan kebijakan yang mengajak warga agar bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Apabila tetap harus keluar rumah karena kepentingan tertentu, wajib mengingat langkah-langkah perlindungan diri di tempat umum.
Makanan bergizi
Salah satu organisasi masyarakat yang melakukan gerakan membantu sesama adalah Sanggar Daya Kemanusiaan melalui Rumah Solidaritas. Mereka mengumumkan bahwa pada hari Senin 23 Maret, Rumah Solidaritas yang beralamat di Kebon Manggis, Matraman, akan menyediakan makanan bergizi serta memberikan masker gratis untuk warga kurang mampu.
”Kami sedang membangun jaringan dengan organisasi-organisasi lain beserta pasar-pasar swalayan agar mau menyumbangkan bahan-bahan makanan yang masih bagus tetapi tidak bisa dijual karena bentuknya kurang menarik,” kata pendiri Rumah Solidaritas, Sandyawan Sumardi.
Konsep gerakan ini adalah fokus memberi makanan bergizi seimbang, terutama yang banyak mengandung sayur dan buah, kepada warga kurang mampu. Makanan sehat dan lezat adalah hak bagi semua manusia, terlepas kelas sosialnya.
Menurut Sandyawan, pada masa pandemi, warga yang kurang mampu mengalami kerentanan berlapis. Dari sisi pengetahuan hidup bersih dan sehat, mereka tidak memahami. Pada aspek asupan makanan, mereka jarang yang memakan sayur dan buah. Kebanyakan mengisi perut sehari-hari dengan mi instan.
”Bahkan, tukang sayur keliling jarang memakan sayur karena melihat sayur sebagai komoditas ekonomi,” ujar Sandyawan yang juga pegiat pemberdayaan masyarakat.
Pola kerja warga kurang mampu juga sangat dinamis. Mereka menggantungkan pendapatan dari keluar rumah setiap hari, seperti pedagang kaki lima, ojek, dan pengemudi bajaj. Jika tidak keluar rumah, mereka tidak mendapat nafkah. Praktis, pola makan mereka juga pragmatis, seperti makanan cepat saji yang banyak mengandung zat penyedap, lingkungan tidak higienis, dan kerap dipanaskan berkali-kali.
”Di Rumah Solidaritas, selain bisa membeli makanan sehat dengan harga murah, yaitu Rp 2.000, warga juga disosialisasikan pola hidup bersih dan sehat. Kami juga menggandeng pakar-pakar kesehatan agar terlibat,” kata Sandyawan.