Skenario Terbaik untuk Angkutan Umum di Tengah Wabah Covid-19
Pandemi Covid-19 memaksa kita mendefinisikan ulang pengoperasian transportasi massal sementara waktu. Pembatasan mobilitas warga sebagai kunci penekan penyebaran virus korona baru mengharuskan angkutan umum terlibat.
Di tengah merebaknya virus korona baru, ratusan ribu orang di Jakarta masih memakai angkutan umum saban hari. Mobilitas warga memang berkurang, tetapi tidak bisa dihentikan sama sekali lantaran Ibu Kota pun masih berdenyut meskipun amat lemah.
Bagaimana skenario terbaik mengatasi penularan virus penyebab Covid-19 ini dari sisi angkutan umum?
Barangkali tidak ada satu resep manjur untuk semua wilayah terkait mobilitas warga. Hanya prinsip dasar yang mesti dipegang, yakni semakin banyak orang berkumpul di satu tempat, potensi penyebaran virus korona baru ini kian besar.
Oleh karena itu, pemerintah di banyak kota meliburkan sekolah; meniadakan kegiatan yang mengumpulkan massa; membatasi aktivitas perkantoran; membatasi akses ruang publik, seperti taman; hingga mengurangi pengoperasian angkutan umum.
Pembatasan pergerakan angkutan umum bukan semata-mata akibat merosotnya jumlah penumpang sejak virus korona baru ini merebak. Lebih dari itu, angkutan umum yang selama ini menjadi andalan ribuan atau bahkan jutaan orang saban hari menjadi tempat bertemunya banyak orang dalam sekali waktu. Dalam situasi normal, hal ini baik-baik saja. Sayangnya, saat ini bukanlah saat normal.
Baca juga : Korona Memantik Kesadaran akan Kesehatan di Angkutan Umum
Mari kita lihat negara tetangga.
Sejak virus korona baru merebak di Catalonia, Spanyol, pergerakan warga memang dibatasi. Begitu pula dirasakan Bebe, warga negara Indonesia yang hingga awal Maret ini masih magang di Catalonia.
Krisis mulai terasa manakala jumlah kasus melonjak dari 615 kasus pada 11 Maret menjadi 2.100 kasus tanggal 13 Maret, seperti dilansir Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). ”Waktu menyentuh 2.000 kasus, saya langsung memutuskan balik ke Indonesia. Untung masih ada penerbangan sebelum lockdown (penutupan wilayah),” kata Bebe dalam pesan Whatsapp, Minggu (29/3/2020).
Saat menuju bandara, Bebe memakai taksi. Angkutan massal sudah dihentikan. Perjalanan orang diharuskan memakai kendaraan pribadi. Itu pun masih dibatasi tidak boleh lebih dari dua orang di satu mobil. Orang yang bepergian juga harus memiliki alasan kuat dan surat yang menyatakan mengapa mereka harus keluar rumah.
”Taksi juga hanya boleh satu sopir dan satu penumpang,” katanya.
Saat menuju bandara, Bebe memakai taksi. Angkutan massal sudah dihentikan operasionalnya. Perjalanan orang diharuskan memakai kendaraan pribadi. Itupun masih dibatasi tidak boleh lebih dari dua orang di satu mobil
Dalam terbitan 27 Maret 2020, The New York Times membandingkan kasus Covid-19 di New York dan Los Angeles, keduanya di Amerika Serikat. New York yang berpopulasi 8,5 juta jiwa, hingga Kamis (26/3/2020), memiliki catatan 22.000 kasus Covid-19 dan 281 kasus di antaranya berakhir kematian. Adapun Los Angeles yang memiliki 4 juta jiwa ditambah 6 juta residen memiliki 1.200 kasus Covid-19 dengan 21 kematian.
Para ahli kesehatan setempat tidak paham mengapa begitu besar perbedaan kasus di kedua tempat itu. Akan tetapi, ahli meyakini bahwa ada sejumlah hal yang memainkan peran, seperti kepadatan penduduk, perbedaan kebijakan pemakaian angkutan umum, serta keputusan pemerintah setempat untuk melakukan pembatasan sosial.
Sistem transportasi publik di New York, misalnya, mengakomodasi perjalanan 8 juta penumpang saban hari. Angka ini sekitar delapan kali dibandingkan jumlah penumpang angkutan umum di Los Angeles. Di kota Los Angeles, Negara Bagian California, orang lebih terbiasa memakai kendaraan pribadi.
Baca juga : Belajar Menangkal Virus Korona di Angkutan Umum dari Negara Lain
Sebagai perbandingan, jumlah pengguna KRL commuter line pada waktu normal sekitar 950.000 penumpang per hari, bus Transjakarta 800.000 penumpang, dan MRT Jakarta 83.000 penumpang. Apabila ketiga moda ini digabungkan, rata-rata ada 1.833.000 penumpang sehari.
James Moore II, Direktur Departemen Teknik Transportasi University of Southern California, memilih berhenti naik kereta LRT ke kampus saat virus korona baru mulai merebak. Ia berganti ke kendaraan pribadi, termasuk menanggung konsekuensi dengan membeli izin parkir yang tergolong mahal.
Pembatasan sosial menjadi sesuatu yang mewah karena orang harus membayar lebih untuk memakai kendaraan pribadi mereka, terlebih di New York. Di kota ini, jumlah pemilik mobil pribadi amat sedikit karena biaya yang harus ditanggung amatlah mahal.
Jakarta
Kepemilikan kendaraan pribadi di Jakarta masih lebih mudah ketimbang di negara maju yang mengakomodasi angkutan massal. Karena itu, sebagian orang memilih memakai kendaraan pribadi ketika pembatasan sosial diterapkan.
Meskipun demikian, perubahan sistem angkutan massal di Jakarta yang membaik beberapa tahun belakangan tak ayal membuat orang mulai melirik angkutan umum sebagai moda transportasi andalan. Pekerja di Jakarta yang bermukim jauh dari Ibu Kota memilih angkutan umum bertarif mulai dari Rp 3.000 sekali jalan ini.
Hanya saja, pada situasi tidak normal seperti saat ini, pembatasan pemakaian angkutan umum memang harus dilakukan demi mencegah meluasnya penyebaran virus korona. Meskipun anjuran bekerja di rumah sudah disebarluaskan pemerintah, tidak semua jenis pekerjaan bisa dilakukan di rumah.
Beberapa pekerjaan primer, seperti pekerja di rumah sakit, petugas pemadam kebakaran, polisi, dan penyedia distribusi pangan, adalah contoh pekerjaan yang tetap harus ada di tempat kerja mereka.
Kepala Bagian Transportasi Universitas Tarumanagara Leksmono Suryo Putranto, ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu (28/3/2020), sepakat apabila operator angkutan umum harus berhenti operasi tatkala pemerintah menerapkan kebijakan karantina wilayah. Belajar dari Italia, lanjutnya, penerapan karantina wilayah pada fase awal tidak diikuti dengan penghentian operasional transportasi umum.
”Ketika Italia memberhentikan angkutan umum, lebih mudah mengatur pergerakan orang walaupun sudah terlambat karena telanjur banyak korban meninggal dan yang terinfeksi virus korona baru,” katanya.
Baca juga : Karantina Wilayah dan Operasional Angkutan Umum
Berdasarkan data Worldometers.info yang diakses Sabtu (28/3/2020) pukul 17.16 WIB, Italia memiliki 86.498 kasus infeksi dan 9.134 orang meninggal. Jumlah ini lebih dari dua kali lipat daripada korban meninggal di China yang mencapai 3.295 orang.
Ketika angkutan umum dihentikan, lanjut Leksmono, warga yang tetap harus keluar rumah, seperti petugas medis, bisa menggunakan angkutan khusus. Hal ini, misalnya, sudah dilakukan PT Transportasi Jakarta dengan menyediakan layanan bus khusus bagi petugas medis di penginapan yang disediakan pemerintah provinsi.
”Dengan begitu, akan lebih mudah mengorganisasi petugas medis, baik secara kesehatan maupun dalam penentuan rute,” katanya.
Melihat fakta dari negara tetangga, apabila kebijakan karantina wilayah jadi diberlakukan, angkutan umum massal sebaiknya juga dihentikan. Pemakaian kendaraan pribadi dibatasi sesuai kebutuhan yang diatur pemerintah.
Perusahaan mesti legawa untuk menghentikan kegiatan perkantoran atau pertokoan sementara waktu guna menekan pergerakan orang. Kompensasi atas karantina wilayah juga mesti dipikirkan pemangku kebijakan, terutama untuk mereka yang paling terimbas.
Setelah keadaan normal kelak, bolehlah kita kembali mengampanyekan angkutan massal.