Bekasi Lawan Covid-19, Gerakan untuk Membunuh Sikap Egoisme Warga
Pandemi Covid-19 kian menyatukan warga untuk bersama melawan penyebaran virus korona baru Covid-19. Gerakan sosial yang tumbuh dari masyarakat perlahan muncul kepermukaan.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
Penyebaran virus korona baru penyebab Covid-19 yang kian masif di Tanah Air membangkitkan solidaritas warga untuk melawan. Pandemi ini menyadarkan warga melawan sifat mementingkan diri sendiri yang sering muncul ketika dihadapkan pada situasi sulit dan terjepit. Istilah manusia adalah rekan bagi sesama atau homo homini socius perlahan tumbuh di balik segala keterbatasan menghadapi keganasan penyebaran Covid-19.
Sejak kasus Covid-19 masuk ke Indonesia dan diumumkan Presiden Republik Indonesia awal Maret 2020, muncul kepanikan di kalangan masyarakat. Warga berbondong-bondong membeli bahan kebutuhan pokok, alat pelindungan diri—masker, cairan pembersih tangan, dan disinfektan—yang menyebabkan terjadi kelangkaan di pasaran. Situasi itu diperparah dengan ulah sejumlah oknum yang memanfaatkan situasi dengan menimbun bahan-bahan tersebut yang semestinya mudah didapatkan warga.
Kelangkaan itu terjadi di berbagai wilayah, termasuk Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Di tengah kepanikan tersebut, beberapa pengusaha konfeksi yang ikut terpukul akibat pandemi itu berinsiatif membantu warga Bekasi yang selama ini kesulitan mendapatkan alat perlindungan diri, termasuk masker.
Mereka membentuk komunitas sosial, Bekasi Lawan Covid-19 yang saat itu beranggotakan sembilan orang, baik dari kalangan pengusaha konfeksi maupun beberapa kalangan lain. Bermodalkan swadaya dari anggota komunitas dan memanfaatkan sisa bahan produksi konfeksi, komunitas ini mulai memproduksi dan membagikan ribuan masker kepada masyarakat yang membutuhkan.
”Masker yang kami produksi itu masker nonmedis. Tujuannya, selain membantu warga yang sulit mendapatkan masker, juga untuk mengedukasi masyarakat kalau masker nonmedis sebenarnya lebih efektif dipakai warga yang masih sehat,” kata Hendro Rahmandani, Koordinator Komunitas Bekasi Lawan Covid-19, Senin (30/3/2020), di Bekasi.
Distribusi masker nonmedis ke warga yang diinisiasi komunitas itu hingga Senin, (30/3/2020) siang, sudah mencapai 2.534 buah. Titik distribusi tersebar di berbagai tempat di Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi. Proses pendistribusian masker melibatkan sukarelawan yang terpanggil untuk ikut melawan penyebaran Covid-19.
Pembagian masker dilakukan dengan selektif agar tepat sasaran. Warga yang berhak mendapatkan masker hanya kalangan masyarakat yang masih harus berjuang memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti tukang ojek daring, pedagang pasar, dan tukang becak.
Menurut Hendro, langkah selektif yang ditempuh Komunitas Bekasi Melawan Covid-19 merupakan salah satu bentuk kritik sosial kepada Pemerintah Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi yang menerapkan kebijakan pembatasan sosial tanpa mempertimbangkan ketersedian kebutuhan pokok bagi kelompok-kelompok rentan, seperti pedagang kaki lima, tukang becak, dan tukang ojek daring yang masih harus menantang bahaya demi kebutuhan hidup sehari-hari.
Di tengah keterbatasan dalam memproduksi masker, baik itu karena pembiayaan maupun pemenuhan hak-hak karyawan perusahaan konfeksi, solidaritas dan kepekaan sosial perlahan tumbuh. Sejumlah pihak yang tertarik ikut menjadi bagian dari kerja sosial kemanusian itu terus berdatangan. Saat ini lebih dari 40 surelawan secara sadar membantu mendata, menyortir, dan mendistribusikan masker-masker tersebut ke kelompok masyarakat tanpa pamrih.
Salah satunya Purwanto (58), tukang ojek daring dari Komunitas Ojol Perjuangan Bekasi. Ia berhasil meyakinkan sekitar 30 teman komunitasnya agar setiap hari, selain mencari nafkah, juga turut serta membagikan masker gratis kepada masyarakat.
”Ini karena rasa kemanusiaan saja. Kami juga terpanggil ikut bertanggung jawab atas Covid-19 untuk membantu sesama,” katanya.
Menurut Hendro, keterpanggilan warga untuk ikut menjadi bagian dari gerakan sosial tersebut merupakan gagasan di balik munculnya Komunitas Bekasi Melawan Covid-19. Tujuannya, agar nilai gotong rotong, kerja sama, untuk saling mengedukasi kian disadari agar selamat bersama. ”Jadi, pesannya itu, mari kita gotong royong, kerja sama dan sama-sama bekerja untuk saling mengedukasi baik itu saudara, tetangga, maupun kerabat,” kata Hendro.
Komunitas Bekasi Melawan Covid-19 menargetkan memproduksi 20.000 masker. Agar target tersebut tercapai, komunitas ini juga menggalang donasi melalui https://kitabisa.com/campaign/bekasilawancovid19.
Kesadaran melawan Covid-19 juga dilakukan warga Kampung Jaha, wilayah RW 011, Kelurahan Jatimekar, Kecamatan Jatiasih, Kota Bekasi. Di tempat itu sejak 26 Maret 2020 sudah dilakukan karantina kampung untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Dari 12 akses jalan untuk masuk ke kampung itu, 11 jalan sudah ditutup. Jalan utama yang masih dibuka juga diawasi ketat sehingga setiap orang yang melintas harus terlebih menyampaikan tujuan kedatangan dan terlebih dahulu disemprot disinfektan.
Menurut Ketua RW 011 Samsudin P, kebijakan karantina kampung diputuskan berdasarkan kesepakatan warga setelah melalui proses sosialisasi dengan melibatkan 1.256 keluarga yang tinggal di sana. Langkah ini bertujuan melindungi warga Kampung Jaha dari risiko tertular virus korona baru penyebab Covid-19.
”Sejak awal Maret 2020, kami mulai dengan penyemprotan disinfektan di seluruh perumahan dan jalan-jalan kampung. Semua itu kami lakukan swadaya dengan biaya dari kas tiap RT,” katanya.
Samsudin menjelaskan, sebelum langkah karantina wilayah dipilih, pihaknya terus mengikuti perkembangan penyebaran Covid-19 di media massa dan mengikuti anjuran pemerintah untuk menerapkan kebijakan pembatasan sosial. Warga diimbau tidak keluar rumah atau tidak melaksanakan kegiatan yang memicu terjadinya kerumunan.
”Langkah konkret kami itu memberi keyakinan kalau ini bisa ditanggulangi atas kekompakan kita bersama. Jadi tidak salah jika kami melakukan tindakan pengamanan dan antisipatif di lingkungan,” katanya.
Setelah karantina kampung dilakukan, akses masuk ke kampung itu dibatasi. Pihak luar yang berkunjung harus membawa identitas diri, menyampaikan tujuan kedatangan, mulai dari nama warga yang dituju, alamat rumah, hingga waktu kunjungan.
”Para pedagang sayur juga kami larang masuk karena di kompleks kami juga masih ada pedagang lokal. Warga kami sendiri juga hanya keluar kalau ada keperluan yang memang penting,” katanya.