Dampak Tak Langsung Covid-19, Novri Pun Tidur di Teras Kafe
Pekerja sektor informal menjadi kelompok rentan miskin karena pemutusan hubungan kerja akibat wabah korona baru.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
Dua minggu lalu menjadi hari yang mengubah kehidupan Novri Adi (25). Ia kehilangan pekerjaan, dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK) dari toko aksesori tempatnya bekerja setahun terakhir. Telepon seluler, jam tangan, pakaian, dan tas yang ia pakai, ia jual demi bertahan hidup hingga tidak ada lagi yang tersisa selain harapan pulang kampung ke Medan, Sumatera Utara.
Pandemi Covid-19 membangkrutkan toko tempat ia bekerja di Pasar Senen Blok 3. Tidak sedikit karyawan seperti Novri yang dirumahkan atau terkena PHK akibat sepinya transaksi. Aturan pemerintah yang melarang keramaian juga membuat para pelaku usaha harus menutup usaha.
Saat masih bekerja, Novri mendapat bayaran minimal Rp 50.000 per hari ditambah uang makan satu kali. Namun, jika omzet penjualan besar, ia bisa memperoleh Rp 80.000 hingga Rp 150.000. Dalam sebulan, ia mengantongi penghasilan Rp 3 juta hingga Rp 3,5 juta.
Saya juga tak ada tempat tinggal sekarang. Meminta belas kasih pemerintah pun tak tahu harus bagaimana.
Dari penghasilannya tersebut, Novri mengirim uang Rp 1 juta per bulan ke kampung halaman untuk membiayai sekolah adiknya dan kebutuhan harian orangtua. Namun, saat ini ia tak lagi bisa mengirim uang ke kampung halaman. Memenuhi kebutuhan pribadinya saja ia tak lagi mampu.
Sejak hari itu, Novri ke sana kemari mencari pekerjaan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, semua nihil.
Semakin hari, hidupnya semakin berat. Uang pesangon Rp 500.000 dari tempatnya bekerja dan tabungan Rp 200.000 habis untuk kebutuhan sehari-hari, seperti makan. Ia juga belum membayar uang sewa kos Rp 700.000. Karena tak mampu bayar, ia harus angkat kaki.
”Sejak dikenai PHK, saya melamar kerja di mana pun yang mau menerima saya. Bahkan, melamar menjadi buruh bangunan pun tak diterima. Tak ada lagi yang tersisa. Saya juga tak ada tempat tinggal sekarang. Meminta belas kasih pemerintah pun tak tahu harus bagaimana,” kata Novri.
Sudah lima hari Novri tidur di teras salah satu kafe, tak jauh dari Stasiun Manggarai. Selain itu, ia terpaksa menjual telpon seluler, pakaian, jam tangan, dan tas untuk bertahan hidup.
”Dalam situasi saat ini, saya lebih takut kelaparan daripada virus korona. Saya sebenarnya tak mau jual handphone, tapi karena sudah terdesak harus jual. Dan, sekarang tak bisa menghubungi orangtua di kampung,” kata Novri.
Meski tak ada lagi yang tersisa, ia masih bersyukur masih bertahan dan mendapat sedikit bantuan dari seorang dermawan.
Adalah Efriyadi (40), petugas satpam Stasiun Manggarai, yang selama empat hari terakhir membantu Novri bertahan dalam keadaan sulit. Setidaknya, sehari sekali ia membelikan makan. Ia juga membelikan pakaian lengan panjang agar Novri tak kedinginan saat malam hari.
”Hari itu, Minggu (12/4/2020), saat piket malam saya lihat ada pemuda yang saya kira penumpang. Kok, pukul 21.00 masih bertahan di dekat stasiun. Ternyata dia tak punya tempat tinggal dan tidur di teras kafe. Akhirnya saya bantu berdasarkan kemampuan saya,” kata Efriyadi yang berencana membelikan Novri tiket pesawat pulang ke kampung halaman.
PHK dan sulitnya bertahan hidup di Jakarta seperti Novri kini mengancam ratusan karyawan di Plaza Kenari Mas dan Pasar Kenari, Salemba, Jakarta Pusat. Sejak pukul 13.00, tak ada aktivitas jual-beli. Tidak satu orang pun boleh masuk ke dalam pertokoan yang menjual alat elektronik tersebut selain karyawan dan pemilik gerai di Plaza Kenari Mas.
Sofian (26) dan Ridho (30), karyawan di salah satu gerai elektronik, mulai cemas dengan masa depan mereka. Mereka khawatir jika pandemi Covid-19 tak kunjung reda, mereka juga akan kena PHK.
”Praktis sekarang kami dirumahkan dan pasti penghasilan akan berkurang. Takutnya saya dikenai PHK. Gimana cara memenuhi kebutuhan hidup? Katanya penutupan hanya sampai 23 April. Namun, jika belum pasti, sepertinya saya akan pulang ke Lampung jika kondisi seperti ini,” kata Sofian.
Kekhawatiran serupa dirasakan Ridho. Ancaman pemecatan seperti sudah di depan mata baginya, ketika tim gabungan polisi, TNI, dan satpol PP, pada Senin-Selasa lalu mengimbau para pemilik gerai dan manajemen Plaza Kenari Mas agar meniadakan proses jual-beli langsung.
”Tidak boleh jual-beli langsung. Hanya boleh melalui pemesanan online. Jujur ini saya takut jika dipecat. Semoga enggak dipecat, ya. Anak dan istri saya bagaimana nasibnya, kasihan mereka. Harus bayar kontrakan dan cicilan motor masih lama lunas,” kata bapak satu anak ini.
Ridho sangat berharap kepada pemerintah agar karyawan seperti dirinya dan karyawan lain yang terancam pemecatan mendapat perlindungan serta bantuan. Wabah korona baru ini juga ujian kelihaian bagi para pengambil kebijakan pada semua tingkatan, supaya dampak sosial ekonominya tidak berantakan.