Pembatasan jam operasional KRL perlu dibarengi dengan perlindungan para pekerja di sektor yang dikecualikan pemerintah dan perusahaan selama PSBB.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sekitar 1.600 pekerja asal Kota Tangerang yang menggunakan angkutan massal diperkirakan masih akan bekerja di Jakarta selama pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Pemberlakuan PSBB dinilai tidak akan berhasil jika pemerintah dan perusahaan masih membiarkan para pekerja tanpa perlindungan.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah mengatakan, sejak pemberlakuan PSBB di DKI Jakarta, masih ada sekitar 1.600 warga Kota Tangerang pergi pulang mengunakan transportasi massal, salah satunya kereta rel listrik (KRL). Pengguna angkutan massal kebanyakan adalah pekerja di delapan sektor yang diizinkan tetap beroperasi.
”Dari data terakhir Kamis (16/4/2020), ada sekitar 1.600 warga Kota Tangerang yang pergi pulang Jakarta-Tangerang. Data ini jauh menurun. Sebelumnya tercatat ada sekitar 4.300. Namun, belum tahu data terbaru besok seperti apa. Pemberlakuan PSBB di Tangerang Raya saya harap bisa semakin menekan angka warga yang ke Jakarta, tapi itu perlu kerja sama di berbagai sektor jika ingin berhasil,” kata Arief saat dihubungi, Minggu (29/4/2020).
Arief mengatakan setuju jika KRL tidak beroperasi agar pandemi Covid-19 tidak lama menjerat warga di Jabodetabek. Namun, jika KRL tak beroperasi, akan mengorbankan para pekerja atau warga Tangerang Raya yang masih bekerja di Jakarta. Untuk itu, ia menilai harus ada kebijakan untuk mengoreksi delapan sektor yang diizinkan selama PSBB.
”Warga Tangerang yang masih bekerja, contohnya tenaga medis atau kesehatan, masih pergi pulang menggunakan KRL. Kesehatan mereka juga perlu dijaga. Jangan sampai mereka keletihan dan sakit. Seharusnya mereka disiapkan tempat tinggal dan tak perlu pergi pulang naik KRL. Jika perlu, semua pekerja vital dari delapan sektor di luar Jakarta difasilitasi tempat tinggal oleh pemerintah dan perusahaan,” kata Arief.
Selain itu, kata Arief, pemerintah pusat perlu memberikan ketegasan kepada perusahaan atau industri yang masih beroperasi di luar delapan sektor. Begitu pula dengan perusahaan yang diizinkan beroperasi, mereka harus menerapkan kebijakan dan mengatur jam kerja agar karyawan pulang lebih awal atau meminta karyawan bekerja di rumah.
”Jadi, kita memang harus bersinergi. Pandemi ini tidak akan selesai jika tidak ada keseriusan. Jangan sampai para pekerja, warga kita, makin terdesak dalam kondisi pandemi dan mereka masih harus tetap bekerja. Contoh, setidaknya jam pulang kantor dipercepat agar mereka bisa pulang cepat dan tidak berdesakan atau tertinggal kereta. Atau sekalian para pekerja dikasih tempat tinggal. Dan sekali lagi warga juga harus patuh terhadap protokol kesehatan, seperti memakai masker dan mohon untuk tidak keluar rumah,” kata Arief.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Tangerang Selatan Benyamin Davnie mengatakan, kebijakan PSBB DKI Jakarta yang sudah berjalan lebih awal memengaruhi pergerakan warga Tangerang Selatan yang bekerja di Jakarta, baik yang menggunakan kendaraan pribadi maupun angkutan massal.
”Artinya, sejak PSBB DKI Jakarta, jumlah pergerakan warga jauh berkurang. Dengan berlakunya PSBB di Tangerang Raya diharapkan pergerakan warga semakin berkurang. Kami juga berharap warga tak perlu ke Jakarta dan tetap bekerja di rumah saja,” kata Benyamin.
Untuk mengefektifkan PSBB di Tangerang Selatan dan bisa bersinergi dengan PSBB di Jakarta, kata Benyamin, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany sudah berkoordinasi dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan untuk menutup perkantoran swasta yang masih beroperasi. Hal itu perlu dilakukan agar tidak banyak warga Tangerang Selatan pergi ke Jakarta dan bekerja dari rumah.
Selain itu, Airin sudah menghubungi semua pejabat daerah dari tingkat camat hingga lurah untuk terus mengimbau dan memberikan sosialisasi kepada warga untuk mematuhi PSBB dan tidak pergi ke Jakarta.
Supriadi (68), warga Kota Tangerang, mengatakan, pembatasan jam operasional KRL hingga pukul 18.00 dinilai tak efektif. Ia menilai tujuan PSBB untuk menekan penyebaran Covid-19 tidak bisa dilakukan hanya dengan pembatasan jam operasional KRL.
”Kita bisa lihat dari pelaksanaan PSBB dengan pengurangan jam operasional KRL justru menimbulkan kepadatan. Kenapa tidak belajar sih dari kasus di lapangan? Kenapa tidak pukul 20.00 saja jam operasinya, jadi warga tak perlu berdesakan saat jam pulang kerja. Kita lihat Senin (hari ini) seperti apa. Jika masih padat, pemerintah justru membiarkan kami dalam tertular,” kata pria yang bekerja di perusahaan jasa keselamatan dan kesehatan kerja itu.