Hindari Polemik, Pemerintah Bisa Gunakan Data RT/RW
Pemerintah bisa menggunakan data dari pengurus RT/RW karena mereka mengetahui kondisi lapangan dan warga yang membutuhkan bantuan sosial. Jangan sampai perbedaan data menimbulkan polemik di masyarakat.
Oleh
Aguido Adri
·4 menit baca
Jumlah data warga yang terkumpul oleh pengurus RT dan RW berbeda dengan jumlah data penerima bantuan sosial dari pemerintah. Perbedaan data penerima bantuan itu bisa menjadi polemik di masyarakat. Pemerintah seharusnya mau terbuka dan menggunakan data dari pengurus RT dan RW.
Pengurus Lembaga Musyawarah Kelurahan RW 001 Tanjung Duren Selatan, Jakarta Barat, Saiful Anwar, mengatakan, berdasarkan data yang dikumpulkan pengurus RT/RW, setidaknya ada lebih dari 50 keluarga yang berhak menerima bantuan sosial akibat pandemi Covid-19.
”Di RW 001 ada 15 RT dengan jumlah warga sekitar 4.186. Bersama pengurus RT, kami mendata warga yang membutuhkan (bantuan) kebutuhan pokok atau bantuan sosial. Setiap RT setidaknya rata-rata ada 50 keluarga yang layak menerima, artinya ada sekitar 750 keluarga. Jumlah ini masih mungkin bertambah karena masih dalam pendataan. Bisa jadi nanti bertambah sampai angka 1.000 keluarga,” kata Saiful, Selasa (21/4/2020), di Balai RW 001.
Namun, data yang dikumpulkan pengurus RT/RW 001 berbeda dengan data dari Pemprov DKI Jakarta. Menurut informasi, kata Saiful, Pemprov DKI hanya akan memberi bantuan sekitar 600 keluarga.
Ia mengatakan, hingga saat ini bantuan tersebut belum juga tersalurkan padahal warga selalu menanyakan perihal bantuan sosial. Sementara Saiful juga dibuat pusing dengan data yang berbeda mulai dari tingkat RT/RW hingga ke kota/provinsi.
”Yang ditakutkan dan bakal repot nanti itu adalah ada warga yang sebenarnya membutuhkan dan namanya tercantum, tetapi tidak dapat kebutuhan pokok. Sasaran kesalahan tentunya kami pengurus RT/RW. Ini saja warga sudah tanya-tanya kapan bantuan turun dan apakah nama mereka tercantum. Bisa ada konflik dan polemik sesama warga dan ke pengurus RT/RW,” kata Saiful.
Bendahara RW 001 Edi Wagino dan pengurus RT 008 Ahmadi bingung dengan perbedaan jumlah data, padahal mereka diminta untuk mendata jumlah warga yang sangat membutuhkan. Namun, jumlah data yang sudah terkumpul berbeda dengan data dari pemerintah.
”Saya bingung acuan data pemerintah itu dari mana dan kenapa bisa berbeda? Apakah ada jaminan tepat sasaran? Bagaimana kalau data dari pemerintah berbeda dan warga mampu justru yang menerima bantuan. Kasihan dong warga kurang mampu atau rentan miskin yang terdata, tetapi tak dapat bantuan. Penyelesaiannya seperti apa?” kata Edi.
Sementara itu, di tempat terpisah. Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah setuju jika upaya melibatkan warga untuk warga sangat penting dalam pendataan bantuan sosial. Oleh karena itu, Pemkot Tangerang akan memaksimalkan peran RT/RW agar beban warga yang terdampak pandemi Covid-19 bisa diringankan.
”Ujung tombak itu, ya, warga, pengurus RT/RW yang paling mengetahui kondisi lapangan dan warga sekitar, jadi mereka tahu siapa warga miskin, rentan, dan terdampak pandemi. Saya sudah minta Dinsos kota untuk teliti dalam verifikasi data warga, begitu pula untuk pengurus RT/RW untuk teliti dan mendata kembali warga yang sangat membutuhkan bantuan agar nanti tidak ada kesalahan penyaluran bantuan,” kata Arief.
Meski mempercayakan pendataan dari warga pengurus RT/RW, Arief mengaku tidak mengerti alur koordinasi di tingkat provinsi dan pusat seperti apa sehingga menyebabkan jumlah data penerima bantuan tidak sesuai dengan data yang mereka kirim.
Dari data Pemkot Tangerang yang masih terus diperbaharui, kata Arief, setidaknya ada 131.049 keluarga yang terdata menerima bantuan. Namun, dari pemerintah pusat hanya akan memberi bantuan sekitar 75.911 keluarga berupa kebutuhan poko senilai total Rp 600.000 yang akan dibagikan dalam dua tahap masing-masing senilai Rp 300.000.
”Dari data yang saya terima di Kota Tangerang ada sekitar 131.049 keluarga yang akan menerima bantuan. Jumlah itu bisa bertambah karena masih ada pendataan lagi. Kalau dari data pemerintah pusat 75.911 keluarga, artinya masih ada kekurangan jumlah warga yang tidak menerima bantuan. Namun, ada juga bantuan Pemprov Banten sebanyak 86.783 keluarga, semoga menutupi jumlah bantuan dari pemerintah pusat,” kata Arief.
Sosiolog Universitas Indonesia, Imam B Prasodjo, mengatakan, pemerintah harus segera mengatasi permasalahan bantuan sosial yang tidak tepat sasaran, lambat, dan data jumlah penerima yang tidak sesuai kenyataan di lapangan. Pemerintah seharusnya bisa menyesuaikan data jumlah bantuan melalui perangkat desa atau kelurahan di RT/RW.
Menurut Imam, pengurus RT/RW itu paling dekat, memahami, dan mengetahui kondisi sosial warga sehingga tahu siapa yang layak menerima bantuan. Kekuatan mereka sangat penting dalam mendata jumlah di lapangan dan datanya bisa dipakai pemerintah.
”Pendataan bisa pula melalui sistem zakat di masjid-masjid, mereka hafal dan mengerti terkait bantuan karena sering melakukannya. Cara ini sederhana, tetapi efektif. Jika itu digerakkan, pemerintah pasti akan terbantu dan saluran tepat sasaran. Pemerintah seharusnya mau lihat langsung dan memakai data dari pengurus RT/RW agar bantuan tetap sasaran,” kata Imam.