Meredupnya Kemeriahan Malam Ramadhan di Era Korona
Malam pertama menyambut Ramadhan disambut sebagian warga dengan tetap berdiam di rumah. Meski rindu bepergian, mereka berusaha tetap di rumah demi menghindari bahaya pandemi Covid-19.
Oleh
Aditya Diveranta
·4 menit baca
Purwanto (56) berusaha keras tidak keluar dari lingkungan permukimannya di Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Padahal, rumahnya yang sangat dekat dengan jalan raya itu sedang ramai pedagang jajanan dan minuman segar karena menyambut malam Ramadhan.
Kamis (23/4/2020) sore itu, kondisi jalan raya yang sebelumnya sepi karena pembatasan sosial kini tampak ramai lagi. Entah karena menyambut malam Ramadhan, banyak orang berlalu lalang dan tidak memakai masker saat membeli makanan.
Selain Purwanto, sebagian warga lain di lingkungannya juga berkeras untuk tetap di rumah. Ipah (40), tetangga Purwanto, mengatakan, tetap berada di rumah adalah komitmen warga di wilayah RW 002 Duri Kepa selama pandemi Covid-19. ”Sudah hampir satu bulan lalu, pengurus RW setempat meminta agar warga tetap di rumah. Jadi, meski nanti malam menyambut Ramadhan, sepertinya satu bulan mendatang akan jadi momen yang beda banget,” ujar ibu dua anak ini.
Sarkat (44), anggota pengurus RW 002 Duri Kepa, mengatakan, warga sebelumnya sepakat untuk membatasi pergerakan selama masa pembatasan sosial berskala besar. Kesepakatan itu juga berlaku pada saat momen Ramadhan. Alhasil, warga berkeras untuk menahan diri agar tetap di rumah.
Berdiam di rumah selama Ramadhan artinya merelakan diri berbuka puasa dan menjalankan segala ibadah di rumah. Hal ini secara otomatis menjadi pengalaman baru bagi warga Kelurahan Duri Kepa, bahkan seluruh warga Indonesia. Purwanto yang kerap melakukan shalat berjemah di masjid membayangkan kini tidak ada lagi shalat Tarawih berjemaah setelah berbuka puasa.
”Hal yang saya takutkan, pengalaman ibadah di rumah mungkin tidak sekhidmat saat berada di masjid. Padahal, saat Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, saya kadang mampir ke Masjid Istiqlal setelah bekerja,” ungkap Purwanto yang bekerja sebagai sopir bajaj.
Kondisi pembatasan sosial dan penularan pandemi Covid-19 pun kini menjadi ujian lain bagi umat Muslim selama Ramadhan. Sebagian warga yang terbiasa ke masjid kini terpaksa menjalankan ibadah di rumah. Sebagian warga seperti Purwanto kerap dilanda kekhawatiran pahala beribadah di rumah tidak sebesar saat bersama-sama di masjid.
Begitu pun sebagian warga yang kerap mengagendakan buka puasa bersama atau bukber pasti akan kecewa karena tidak ada lagi kegiatan semacam itu. Minuk (28), warga Grogol Petamburan, Jakarta Barat, misalnya, menyayangkan kondisi saat ini yang membuat dirinya tidak bisa bertemu teman-teman.
Terkait kekecewaan itu, Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar memaklumi berbagai respons yang terlontar dari warga. Kondisi pandemi saat ini pasti mengubah banyak hal. Dia sendiri sampai saat ini masih berusaha membiasakan diri dengan pembatasan sosial.
”Di masa Ramadhan yang hanya datang sekali dalam setahun, siapa pula yang tidak ingin bersilaturahmi, berbuka puasa bersama, dan berbondong-bondong shalat ke masjid? Saya paham kondisinya berat, tetapi umat Muslim sedang bersama-sama dalam menghadapi cobaan ini,” ucapnya.
Untuk saat ini, Nasaruddin menyarankan agar umat Muslim mengutamakan kesehatan diri. Cara paling benar untuk menjaga kesehatan di masa pandemi adalah dengan tetap berdiam di rumah dan berjaga jarak.
Nasaruddin menegaskan, segala kegiatan ibadah dapat dilakukan di rumah. Ibadah Tarawih yang selama ini berjemaah di masjid pun dapat dilakukan di rumah. Sebab, menurut dia, Tarawih adalah ibadah sunah dan tidak ada riwayat yang mewajibkan untuk ditunaikan di masjid.
”Saya memahami sebagian umat Muslim saat ini mungkin rindu Tarawih berjemaah di masjid. Tetapi itu ibadah sunah dan tidak ada riwayat yang mewajibkan shalat di masjid. Tarawih itu sunah, tetapi menjaga kesehatan itu hukumnya wajib,” tuturnya.
Nasaruddin juga menekankan agar kaum muda tidak berkeluyuran selama pandemi Covid-19. Hal yang dikhawatirkan, kalangan muda ternyata turut menularkan virus kepada orang tua yang lebih riskan sakit karena Covid-19.
”Untuk saat ini saja, tahanlah rindu ibadah berjemaah dan buka puasa bersama itu untuk sementara di masa sekarang. Hal ini pun untuk kebaikan yang lebih besar selama pandemi Covid-19. Dengan begitu, mudah-mudahan kita segera bisa melalui keadaan ini,” ujar Nasaruddin.
Mudik
Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir tidak henti-hentinya mengingatkan warga agar tidak nekat mudik di masa pandemi Covid-19. Hal tersebut justru riskan menyebabkan penularan yang lebih masif ke daerah lain.
”Dalam suasana seperti ini, kedepankan prinsip La Dharara wa Laa Dhirara. Jangan melakukan sesuatu yang menimbulkan kemudaratan atau kerugian diri sendiri, keluarga, dan orang banyak. Saatnya mencoba mengerem kegiatan, termasuk mudik,” ujar Haedar.
Haedar juga menyarankan warga lebih memanfaatkan teknologi dalam bersilaturahmi selama Ramadhan. ”Gunakanlah pesan singkat, voice call, atau video call. Dalam suasana pandemi Covid-19, cara seperti itu bukan saja benar, tetapi lebih baik karena tidak membawa potensi turut menyebarkan virus korona,” lanjutnya.
Momen Ramadhan kali ini mungkin menjadi ujian terberat bagi umat Muslim di Indonesia dan dunia. Kita pun berharap segera bisa melalui masa ini meski segala hal mungkin tidak akan menjadi sama lagi.