Kerumunan warga masih ditemukan di sejumlah tempat di Kota Bekasi, terutama pada sore hari. Situasi ini bisa mengancam efektivitas PSBB.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
Sebagian warga Kota Bekasi, Jawa Barat, belum sepenuhnya menjaga jarak fisik atau physical distancing saat beraktivitas di luar rumah. Kebiasaan ini menjadi persoalan tersendiri yang berpotensi menggagalkan kebijakan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Kota Bekasi. Menjaga jarak merupakan salah satu unsur penting suksesnya penerapan PSBB.
Dari pantauan Kompas, pada Senin (4/5/2020) sore, suasana di tepi Jalan Sultan Agung, Kranji, Kecamatan Bekasi Utara, dan Jalan Sultan Agung, Kali Baru, Kecamatan Medan Satria, ramai dengan aktivitas warga. Ada yang sibuk berbelanja takjil untuk berbuka puasa dan ada pula yang memanfaatkan odong-odong milik pedagang kaki lima untuk mengajak anak-anaknya bermain.
Keramaian di tepi jalan, terutama di tempat yang berjejer para penjual takjil, jamak ditemukan di sejumlah tempat di Kota Bekasi. Warga yang mengantre berbelanja, meski mengenakan masker, rata-rata mengabaikan kewajiban untuk menjaga jarak fisik sehingga menimbulkan kerumunan.
Nurul (40), salah seorang warga Kranji, Bekasi Utara, mengatakan, keramaian di Jalan Sultan Agung mulai terjadi sejak hari pertama Ramadhan pada 25 April 2020. Setiap sore, warga setempat bersama anggota keluarga keluar dari rumah masing-masing untuk berbelanja takjil.
”Ramainya sebentar doang, enggak sampai satu jam. Selesai belanja udah pada bubar, kok,” kata Nurul.
Tak jauh dari tempat Nurul, Ramdan (45) bersama istrinya sibuk memperhatikan tingkah dua anaknya yang tengah asyik bermain odong-odong di tepi jalan. Odong-odong itu milik pedagang kaki lima yang setiap sore menawarkan jasa hiburan anak-anak di kompleks perumahan sekitar.
Ramdan tidak khawatir dengan virus korona tipe baru penyebab Covid-19 lantaran tukang odong-odong itu sesama warga kompleks yang sejak masa pembatasan sosial berskala besar hanya beraktivitas di sekitar lingkungan itu. Ia mengajak anak-anaknya mencari hiburan di luar untuk menghapus penat setelah seharian terkurung di rumah.
”Kami semua pakai masker dan setelah ini pulang langsung bersih-bersih. Bahayanya itu kalau kita kontak dengan orang luar. Tetapi ini, kan, sesama warga kompleks yang selama ini sama-sama dikurung, masa enggak boleh juga,” ujarnya.
Kepatuhan warga untuk menaati protokol kesehatan Covid-19 di Kota Bekasi masih menjadi persoalan. Sebelumnya beredar sebuah video di media sosial yang menunjukkan seorang pria tengah mengamuk dan mendorong petugas Pemerintah Kota Bekasi. Lelaki bertubuh kekar itu tidak terima saat ditegur petugas untuk mengenakan masker.
Wakil Wali Kota Bekasi Tri Adhianto melalui akun Instagram-nya, @mastriadhianto, yang diunggah pada Sabtu (2/5/2020), menjelaskan, peristiwa itu terjadi pada 2 Mei 2020 di Kayu Ringin, Bekasi Selatan. Seorang lelaki yang mengaku anggota ”markas besar (aparat)” itu tidak diterima saat ditegur petugas. Namun, yang bersangkutan sudah mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
”Dalam PSBB, Pemkot Bekasi selalu mendahulukan langkah persuasif dan humanis bagi warga yang tidak mengkuti aturan. Terlebih Pemkot Bekasi selalu berkoordinasi dengan pihak keamanan setempat, yaitu polisi dan TNI,” tulis Tri.
Ia juga mengajak semua pihak untuk saling menghargai dan bekerja sama melawan virus korona baru penyebab Covid-19. Langkah-langkah tegas dan humanis dari pemerintah daerah setempat merupakan bentuk kepedulian pemerintah agar warga Bekasi selamat dari ancaman pandemi Covid-19.
Sementara itu, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi saat ditemui di Stadion Patriot Candrabhaga, Senin siang, mengatakan, setelah enam hari PSBB tahap kedua, kasus baru Covid-19 di daerah itu mulai melandai. Selama tiga hari terakhir tidak ada kasus baru positif Covid-19, orang dalam pemantauan, dan pasien dalam pengawasan. Melandainya kasus baru dinilai tidak terlepas dari upaya masif pemerintah dalam menegakkan aturan PSBB.
Adapun terkait kerumunan warga yang masih terjadi saat menjelang waktu berbuka puasa, Pemerintah Kota Bekasi akan mengerahkan petugas untuk mengatur jarak para pedagang yang berjualan ataupun warga yang akan berbelanja. Pendekatan humanis pemerintah untuk mengatur warga agar menjaga jarak fisik saat berbelanja takjil diyakini perlahan-lahan akan dipatuhi.
Pendekatan humanis pemerintah untuk mengatur warga agar menjaga jarak fisik saat berbelanja takjil diyakini perlahan-lahan akan dipatuhi.
”Mungkin dari pedagang asongan atau pedagang kaki lima yang bergeser ke situ (menjual takjil),” ujar Rahmat.