Lawan Ketakutan demi Kemanusiaan, Pemakaman Terkait Pandemi Dijamin Memadai di DKI
Selama dua bulan ini, mereka menyaksikan ratap tangis keluarga, ikut berdoa, juga menghiasi kubur dengan tabur bunga. Sebagai penggali kubur di masa pandemi Covid-19, mereka sekaligus merasakan dijauhi masyarakat.
Oleh
Aguido Adri / Helena F Nababan
·6 menit baca
Sudah hampir dua bulan Sa’am (43), Dadang (34), Adang Saputra (38), dan petugas pemakaman lainnya di Tempat Pemakaman Umum Pondok Ranggon, Jakarta Timur, menggali kubur tempat persemayaman terakhir jenazah dengan prosedur tetap Covid-19. Selama dua bulan itu pula mereka menatap tangis haru keluarga yang berdiri dari kejauhan. Sekadar menabur bunga dan berdoa pun keluarga dibatasi maksimal lima orang.
Bahkan ada jenazah yang datang hanya diantar oleh petugas dinas pemakaman saja tanpa didampingi pihak keluarga. Tak peduli siapa dan apa agama jenazah tersebut, para petugas pemakaman berkumpul untuk berdoa dan tak jarang mereka pula yang menghiasi gundukan tanah merah tersebut dengan taburan bunga.
Selama dua bulan, mereka tak hanya menyaksikan ratap tangis keluarga atau berdoa dan menghiasi kubur dengan tabur bunga. Namun, pekerjaan sebagai penggali kubur di masa pandemi Covid-19 membuat masyarakat takut dan menjauhi mereka.
Di tengah itu semua, beban kerja mereka semakin berat ketika harus tetap menjalankan ibadah puasa. Tak hanya itu, momen spesial berkumpul bersama keluarga untuk berbuka puasa semakin berkurang.
Terik matahari, Selasa (5/5/2020) siang, itu membuat napas Sa’am tersengal-sengal saat mengali kuburan untuk jenazah Covid-19. Beberapa kali ia menyeka keringat yang mengucur di wajahnya dan menelan air ludah.
”Jenazah Covid-19 terus berdatangan. Hari ini sudah ada 13 jenazah. Menurut laporan masih ada empat jenazah yang akan datang lagi. Kami harus siapkan kuburan paling tidak 20 lubang setiap hari. Dalam situasi puasa saat ini, berat sekali, haus banget, fisik cepat terkuras, tenggorokan saya kering,” kata Sa’am yang berusaha untuk terus menjalankan ibadah puasa meski untuk kesekian kalinya tak bisa berbuka puasa bersama keluarganya.
Bagi Sa’am, bulan Ramadhan saat ini, begitu berat cobaan yang harus dijalani. Di saat ia mulai terbiasa dijauhi lingkungan sekitar, ternyata tidak bisa berkumpul bersama keluarga dirasakan jauh lebih berat dan membuat mereka rindu.
”Tidak hanya saya, tetapi teman lainnya juga sudah terbiasa dengan penolakan warga. Makanya, kami mengerti betul perasaan keluarga yang ditinggal pergi karena Covid-19. Rasa itu muncul. Ada rasa seperti rindu juga untuk berbuka puasa bareng. Oleh karena itu, saya berharap pandemi ini cepat berlalu agar tidak ada lagi kesedihan. Kita mesti patuh pada aturan PSBB (pembatasan sosial berskala besar), jangan berkeliaran. Kita harus disiplin. Saya dan kita semua ingin merayakan Idul Fitri. Tetapi, jika kepatuhan dan disiplin dilanggar, kami akan tetap berada di kuburan terus,” kata Sa’am.
Saya dan kita semua ingin merayakan Idul Fitri. Tetapi, jika kepatuhan dan disiplin dilanggar, kami akan tetap berada di kuburan terus.
Hal senada juga disampaikan Dadang (34). Sebagai petugas pemakaman, mereka harus memiliki fisik dan mental yang kuat. Namun, untuk tetap menjaga fisik dan mental tidak bisa dari dalam diri mereka sendiri, faktor dari luar pun sangat menentukan.
”Alhamdulillah kami sehat fisik dan mental karena kebutuhan vitamin, susu, hingga protokol kesehatan, seperti APD (alat pelindun diri), lengkap terjamin. Kami pulang ke rumah harus dalam kondisi bersih agar tak membawa penyakit. Namun, kita manusia ada batasan. Jika terus bekerja dalam kondisi seperti ini, kami pun bisa lelah dan letih. Jika kami sakit, tentu berdampak pada semua. Kami tidak bisa melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab kami. Tak masalah kami dikucilkan dan tak berkumpul bersama keluarga, tetapi ayo kita patuh pada aturan,” kata Dadang.
Tak masalah kami dikucilkan dan tak berkumpul bersama keluarga, tetapi ayo kita patuh pada aturan.
Sementara itu, Adang Saputra mengatakan, seminggu pertama (pertengahan Maret) saat Covid-19 merebak, ia bersama 23 teman lain harus berjibaku menggali kuburan untuk 83 jenazah. Karena kewalahan, ia meminta pengelola TPU dan dinas kehutanan untuk membentuk empat tim masing-masing beranggota 24 orang.
”Harus banyak tim karena jumlah terus meningkat. Bahkan dalam satu minggu itu pernah seratus lebih jenazah dan kami baru selesai pukul 22.00. Sekarang dalam seminggu lebih ini jumlah menurun rata-rata 15-20 jenazah per hari,” kata Adang.
Ia mengakui, awalnya mereka cemas dan takut tertular. Namun, kecemasan itu coba dihilangkan dengan cara berserah diri kepada Tuhan dan saling menguatkan kepada sesama teman lain serta keluarga. Hal tersebut membuat mereka kuat karena atas nama kemanusiaan dan perlindungan dari Tuhan, mereka akan selamat.
”Kalau bukan kami, siapa lagi yang akan mengali kubur? Tuhan kasih kami kekuatan meski kami takut, kami berdoa. Ada dorongan entah dari mana bahwa Tuhan melindungi kami. Jenazah ini ciptaan-Nya, kita yang masih hidup ciptaan-Nya juga. Jadi, keberadaan kami sebagai tukang gali kubur juga karena kehendak-Nya,” tuturnya.
Dinas Bina Marga dan Dinas SDA siapkan lahan makam
Sebelumnya, pada bulan kedua sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan pasien positif Covid-19, jumlah pemakaman jenazah sesuai protokol penanganan Covid-19 di DKI Jakarta terus naik. Dinas Bina Marga dan Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta membantu penyiapan lahan makam dengan mengaktifkan buldoser dan ekskavator di TPU Pondok Ranggon dan TPU Tegal Alur.
Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho, di Jakarta, Selasa, mengatakan, Dinas Bina Marga membantu Dinas Pertamanan dan Hutan Kota untuk menyiapkan lahan makam bagi korban Covid-19. Dinas Bina Marga DKI Jakarta membantu pembuatan akses ambulans dan pematangan lahan untuk jenazah Covid-19 di TPU Tegal Alur, Jakarta Barat, dan TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur.
Di TPU Tegal Alur, tim Dinas Bina Marga bekerja empat hari, mulai dari Rabu (8/4/2020) hingga Sabtu (11/4/2020). Pematangan lahan pemakaman di TPU Tegal Alur lebih menitikberatkan pembuatan akses bagi ambulans.
”Seperti tujuan awal dilakukannya pematangan lahan pemakaman, itu agar permasalahan pemakaman korban Covid-19 dapat segera tertangani,” kata Hari.
Pekerjaan serupa juga dikerjakan di TPU Pondok Ranggon, Jakarta Timur. Pekerjaan itu ialah pembuatan akses masuk kendaraan ambulans korban Covid-19. Untuk pekerjaan itu, Dinas Bina Marga dibantu Unit Pengelolaan Peralatan dan Perbekalan Dinas Bina Marga dengan mengerahkan alat berat buldoser dan ekskavator.
”Pembuatan akses masuk ini dilakukan pada Kamis, 16 April 2020,” katanya.
Pekerjaan serupa juga dilakukan Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta. Kepala Dinas SDA DKI Jakarta Juaini Yusuf menjelaskan, pihaknya melakukan pemerataan lahan makam di TPU Tegal Alur.
”Kami menurunkan ekskavator ke sana. Kami meratakan lokasinya yang masih berantakan, meratakan medan tanahnya. Dinas Bina Marga bikin akses masuknya,” ujar Juaini.
TPU Tegal Alur dan TPU Pondok Ranggon merupakan dua TPU yang disiapkan untuk pemakaman korban penyakit menular Covid-19.
Merunut ke laman resmi Pemprov DKI Jakarta, Corona.jakarta.go.id, angka pemakaman jenazah dengan prosedur tetap penanganan Covid-19 terus naik. Sampai dengan 2 Mei 2020, total pemakaman jenazah dengan prosedur tetap Covid-19 sudah lebih dari 1.500 jenazah. Pada 2 Mei 2020, angka kematian sebanyak 47 orang.
Saat dikonfirmasi ke Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta mengenai kapasitas pemakaman di DKI Jakarta serta kemungkinan penyiapan untuk penambahan lahan sebagai antisipasi tingkat kematian, kepala bidang TPU dan kepala dinas tidak memberikan keterangan apa pun.
Dari data di Bappeda DKI Jakarta per Juni 2018, TPU Tegal Alur memiliki area seluas 64 hektar. Sementara TPU Pondok Ranggon memiliki area seluas 67 hektar.