Pandemi Covid-19, Linda Urung Jadi Sukarelawan Perayaan Waisak
Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, umat Buddha merayakan Waisak, Kamis (7/5/2020). Seperti hari raya lain yang juga tidak bisa diselenggarakan secara meriah, Waisak tahun ini dirayakan sederhana via daring.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 membuat umat Buddha di Indonesia merayakan Trisuci Waisak 2564 dari rumah. Ini turut mengubah kebiasaan sebagian umat Buddha.
Trisuci Waisak 2564 bertujuan untuk mengingatkan tiga peristiwa suci, yakni kelahiran, pencerahan sempurna, dan kemangkatan Buddha Gautama. Perayaan itu jatuh pada Kamis (7/5/2020).
Linda Sugianto (23) biasanya menjadi sukarelawan dalam perayaan Waisak nasional. Tahun lalu, ia menjadi sukarelawan di Senayan, Jakarta. Kala itu, ia bertugas sebagai penyambut tamu.
Sebelumnya, alumnus Universitas Bina Nusantara ini juga menjadi sukarelawan dalam perayaan Waisak nasional di Candi Borobudur. Waktu itu, ia membawa pelita dalam proses kirab dari Candi Mendut ke Candi Borobudur
Kini, perayaan Waisak nasional ditiadakan untuk mengantisipasi penularan Covid-19. ”Jadi, untuk saat ini aku hanya bisa beribadah dari rumah, ikut kebaktian online,” kata Linda ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis.
Bagi Linda, menjadi sukarelawan adalah caranya dalam merayakan Waisak. Melalui kegiatan sukarela itu, Linda memberikan kontribusi nyata terhadap komunitas.
”Sebetulnya enak jadi umat ketimbang volunteer karena umat tidak capai mengurus sana-sini. Tetapi, kadang aku berpikir, selagi masih bisa bantu meski hal kecil, seperti memegang pelita, bisa membantu kelangsungan prosesinya. Kalau tak ada yang membantu hal-hal kecil itu, prosesinya jadi tak sempurna,” kata perempuan yang tinggal di Jakarta Utara ini.
Suyadi, Koordinator Pengembangan SDM Forum Komunikasi Pemuda Buddhis Sumatera Barat, menuturkan, pandemi Covid-19 membawa dampak sosial yang besar. Orang tidak bisa lagi berkontak langsung. ”Terlebih sebentar lagi umat Islam, misalnya, juga akan merayakan Lebaran. Mereka tentu juga tak bisa mudik,” lanjutnya.
Di Padang, lanjut Suyadi, wihara sudah sebulan lebih tidak menggelar kebaktian secara langsung. Umat mengikuti kebaktian melalui kanal-kanal di media sosial.
Tahun ini, tema Waisak yang diangkat Majelis Buddhayana Indonesia adalah ”Mawas Diri dan Toleransi Menjaga Keharmonisan Bangsa”. Tema itu merupakan bagian dari upaya mengoreksi diri di tengah pandemi.
Menurut Suyadi, umat diajak berpikir jernih. Tuhan memang sudah mengatur semuanya. Akan tetapi, umat juga harus berusaha untuk menjaga diri di tengah pandemi. ”Walaupun sudah berdoa, jika tak waspada dan mengabaikan imbauan jaga jarak dan di rumah saja, sama saja bohong. Kita harus tetap jaga diri,” katanya.
Sebagai bentuk kontribusi sosial, Suyadi dan kawan-kawan juga menggalang dana. Uang itu akan digunakan untuk membeli masker dan sembako untuk dibagikan selama bulan Ramadhan.
Ketua Umum Sangha Theravada Indonesia Bhikkhu Sri Subhapannyo Mahathera mengatakan, kepercayaan adalah asas kerja sama dalam masyarakat. Tolong-menolong dan saling percaya diterapkan sebagai perilaku gotong royong dalam kehidupan sehari-hari. Gotong royong dilakukan saat bahagia dan susah.
”Tatkala kita bersama menghadapi musibah, baik musibah bencana alam maupun musibah lain, seperti wabah penyakit menular, marilah kita bergotong royong satu padu menghadapi dan mengatasi musibah itu,” tulis Mahathera dalam artikel bertajuk ”Persaudaraan Sejati, Dasar Keutuhan Bangsa” yang dimuat Kompas, Rabu (6/5/2020).