Publik menunggu kejelasan rencana pemerintah soal rencana melonggarkan transportasi umum di masa pandemi ini. Di sisi lain, polisi gencar mencegah warga yang nekat mudik.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara/Fajar Ramadhan/Al Fajri
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR yang digelar pada Rabu (6/5/2020), Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan akan membuka kembali moda transportasi antarkota antarprovinsi (AKAP). Hal itu akan diikuti dengan protokol kesehatan yang ketat.
Mengenai pelonggaran transportasi umum tersebut, Kepala Satuan Pelaksana Operasional dan Kemitraan Terminal Terpadu Pulo Gebang Afif Muhroji menjelaskan, bus AKAP belum beroperasi. Pihaknya masih berpatokan pada Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama Mudik Idul Fitri Tahun 1441 Hijriah.
”Kami masih menunggu dasar hukum yang lebih pasti. Selama belum ada, kami tetap berpedoman kepada Permenhub No 25/2020 yang melarang bus AKAP beroperasi pada 24 April-31 Mei,” katanya ketika ditemui di Terminal Pulo Gebang, Jumat (8/5/2020). Pemerintah sudah mengeluarkan Surat Edaran No 4 Tahun 2020 tentang Pembatasan Perjalanan Orang dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Kami masih menunggu dasar hukum yang lebih pasti.
Aturan itu menyebutkan pengecualian pembatasan perjalanan, antara lain bagi orang yang bekerja di lembaga pemerintah atau swasta yang menyelenggarakan percepatan penanganan Covid-19; pelayanan pertahanan, keamanan, dan ketertiban umum; serta pelayanan kesehatan. Pengecualian juga diberikan bagi perjalanan pasien yang memerlukan layanan kesehatan darurat atau orang yang anggota keluarga intinya sakit keras atau meninggal.
Surat edaran pun mengecualikan repatriasi pekerja migran Indonesia, warga negara Indonesia, dan pelajar/mahasiswa di luar negeri. Menurut Afif, aturan itu mengatur orang yang akan melintas di daerah pembatasan sosial berskala besar, bukan mengatur angkutan. Manajemen terminal pun masih menunggu peraturan teknis dari Kementerian Perhubungan.
Tidak beroperasinya bus AKAP terlihat di Terminal Pulo Gadung dari tidak adanya bus yang terparkir di terminal kedatangan dan keberangkatan bus AKAP. Loket tiket bus AKAP pun sepi. Semua kantor perwakilan perusahaan otobus (PO) tutup.
Hal yang sama terpantau di Terminal Kalideres, Jakarta Barat. Pada Jumat siang hanya terlihat bus Transjakarta dan angkutan dalam kota yang masih beroperasi di terminal tipe A tersebut.
Kendati demikian, para agen PO bersiaga di area depan loket-loket PO sejak aktivitas bus AKAP dihentikan pada 24 April lalu. ”Katanya mau dibuka, tetapi kenyataannya, ya, seperti ini. Kami berharap ada kejelasan. Pemerintah juga setahu kami tak satu suara,” kata Agus, salah satu agen bus di terminal itu.
Tetap dilarang
Relaksasi angkutan umum ini menjadi isu hangat setelah Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menegaskan mudik tetap dilarang. Menurut dia, tidak ada perubahan atau kelonggaran aturan mudik.
”Beberapa waktu terakhir, kami mendapatkan kesan seolah-olah masyarakat boleh mudik dengan syarat tertentu. Saya tegaskan, tidak ada perubahan aturan tentang mudik. Mudik dilarang, titik,” katanya. Managing Director PT Eka Sari Lorena Transport Dwi Rianta Soerbakti menjelaskan, pengaturan angkutan darat yang terus berubah membuat pengusaha bingung.
Di satu sisi, ada kelonggaran dari Kementerian Perhubungan. Namun, masalahnya, permintaan atau jumlah penumpang tak akan signifikan ketika mudik tetap dilarang. ”Dengan aturan yang begitu banyak dan ketat, demand tak akan banyak. Otomatis tarif juga naik,” katanya.
Kepolisian Daerah Metro Jaya dan jajaran berkomitmen untuk secara maksimal mencegat pemudik keluar wilayah Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi demi menekan penyebaran Covid-19. Meski demikian, polisi mengakui tidak bisa 100 persen berhasil mengingat para pengantar pemudik, terutama ”travel” gelap, punya beragam siasat memanfaatkan titik lemah petugas.
”Memang seketat apa pun kami menjaga di pos penyekatan, pasti tidak 100 persen kami mampu mencegat,” kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo. Salah satu kendalanya, para penyedia jasa pengantaran pemudik paham jalur-jalur tikus untuk menghindari pemeriksaan. Trik lainnya, pengemudi punya informan yang memantau aktivitas petugas di pos-pos penyekatan pemudik.
Ketika tahu ada celah, misalnya petugas lagi makan sahur, mereka baru jalan.
Di wilayah hukum Polda Metro Jaya terdapat 18 pos pengamanan terpadu Operasi Ketupat Jaya 2020 yang juga berfungsi sebagai pos penyekatan pemudik. Sebanyak dua di antaranya dikelola Ditlantas Polda Metro Jaya dan berlokasi di jalan tol, yakni di Gerbang Tol Cikarang Barat (Kabupaten Bekasi) untuk mencegat pemudik melintas ke arah Jawa Barat, Jawa Tengah, atau Jawa Timur, serta Gerbang Tol Bitung (Tangerang) untuk menyekat pemudik yang ke arah Banten dan Merak.
Adapun 16 pos lainnya di jalan arteri nontol dan berada dalam tanggung jawab kepolisian resor setempat. Jalan-jalan kecil di setiap wilayah juga dipantau personel kepolisian sektor. ”Saat penjagaan sedang ketat, mereka mengendap di satu titik selama 3-4 jam tidak bergerak. Ketika tahu ada celah, misalnya petugas lagi makan sahur, mereka baru jalan. Banyak triknya,” ujar Sambodo.
Meski demikian, Sambodo menilai jumlah warga yang nekat mudik di tengah pelarangan oleh pemerintah cenderung menurun walaupun jumlah pelanggaran dari hari ke hari fluktuatif. Menurut dia, tren penurunan tidak hanya dipengaruhi penyekatan di wilayah hukum Polda Metro Jaya, tetapi juga oleh penyekatan di daerah lain.