Penambahan jenis sanksi, termasuk hukuman membersihkan sarana fasilitas umum sambil mengenakan rompi khusus, diharapkan meningkatkan efek jera pelanggaran pembatasan sosial berskala besar.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 41 Tahun 2020, terdapat tambahan bentuk sanksi terhadap pelanggar pembatasan sosial berskala besar atau PSBB. Salah satunya, sanksi sosial dengan membersihkan sarana fasilitas umum disertai pemakaian rompi penanda. Di Jakarta Utara, sanksi semacam itu mulai diterapkan Rabu (13/5/2020) ini.
”Kemarin (Selasa, 12 Mei) rompi belum jadi sehingga sanksi sosial belum diterapkan,” ucap Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Jakarta Utara Yusuf Madjid, saat dihubungi pada Rabu. Namun, ia memastikan rompi sudah siap Rabu ini dan sudah dibawa dalam patroli terpadu tingkat Kota Administrasi Jakarta Utara di Kecamatan Penjaringan.
Dalam Pergub DKI No 41/2020 tentang Pengenaan Sanksi terhadap Pelanggaran Pelaksanaan PSBB dalam Penanganan Covid-19 di DKI, pelanggar yang bisa dikenai sanksi sosial ialah setiap orang yang tidak mengenakan masker di luar rumah, melakukan kegiatan dengan jumlah lebih dari lima orang di tempat atau fasilitas umum, serta terlibat dalam kegiatan sosial dan budaya yang tidak dikecualikan dan menimbulkan kerumunan.
Selain itu, pengemudi mobil yang mengangkut penumpang dengan jumlah lebih dari 50 persen kapasitas maksimal kendaraan dan/atau tidak bermasker serta pengemudi sepeda motor yang membawa penumpang yang tidak satu alamat tinggal dan/atau tidak bermasker.
Yuma, sapaan Yusuf, menyebutkan, Satpol PP tingkat Jakarta Utara memiliki empat rompi sanksi sosial, sedangkan petugas di tingkat kecamatan dibekali tiga rompi dan di tingkat kelurahan dua rompi. Untuk patroli terpadu di Penjaringan, karena terdapat lima kelurahan di kecamatan tersebut, total 18 rompi disiapkan guna dipakai pelanggar PSBB yang dihukum membersihkan sarana fasilitas umum.
Patroli PSBB terpadu tingkat kota berjalan setiap hari, termasuk pada hari libur, menyasar satu kecamatan per hari. Terdapat 80 personel terlibat, termasuk dari Satpol PP, Suku Dinas Perhubungan, Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi, serta TNI dan Polri. ”Kami lebih banyak fokus di rumah ibadah, taman-taman, serta PKL (pedagang kaki lima),” ujar Yuma.
Sebelum adanya Pergub No 41/2020, hukuman paling keras bagi warga yang tidak mengenakan masker saat di luar rumah adalah pemberian teguran tertulis. Pada Selasa, misalnya, terdapat 25 pelanggaran di Jakarta Utara yang didata petugas satpol PP. Sebanyak delapan pelanggaran karena tidak menggunakan masker dan semuanya hanya diberi teguran tertulis.
Kini, petugas punya alternatif sanksi lain, yaitu sanksi sosial dan denda. Yuma berharap, penggunaan jenis-jenis sanksi itu bisa lebih menimbulkan efek jera dibanding jika sanksi hanya berupa teguran tertulis.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Yusri Yunus menyatakan, kewenangan memberi sanksi berdasarkan Pergub DKI No 41/2020 berada di tangan Pemerintah Provinsi DKI. Personel kepolisian lebih banyak berperan mendampingi. Hal itu pun sudah tercantum dalam rumusan ayat-ayat di pergub tentang pelanggaran yang ditangani satpol PP.
”Kalau ada yang melawan petugas, baru polisi punya kewenangan,” ujar Yusri. Ia mencontohkan, polisi di Kabupaten Bogor menangani kasus MS (22) yang melawan dan menyerang petugas pada Sabtu (9/5/2020) saat pemeriksaan di Rawa Bebek, Jonggol, yang berbatasan dengan Bekasi. MS saat itu enggan disuruh memakai masker.
Dalam Pergub DKI No 41/2020, kewenangan polisi pun hanya disebutkan pada Pasal 17, yaitu untuk pengenaan sanksi pidana terhadap pelanggaran pelaksanaan PSBB.