Polisi Tidak Bisa Larang Warga Bepergian Saat Lebaran di Jabodetabek
Warga boleh berkendara untuk bersilaturahmi dari satu daerah ke daerah lain di Jabodetabek saat Idul Fitri. Syaratnya, aturan pembatasan sosial, seperti jaga jarak dan penggunaan masker, tetap dipatuhi.
Oleh
Johanes Galuh Bimantara
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melarang warga mudik keluar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi sejak hari pertama Ramadhan, tetapi petugas di lapangan tidak bisa melarang warga untuk bepergian saat Idul Fitri dari satu daerah ke daerah lain jika masih di dalam Jabodetabek. Silaturahmi ke kerabat dan keluarga meski tidak keluar Jabodetabek juga sudah menjadi semacam tradisi setiap Lebaran.
Direktur Lalu Lintas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Sambodo Purnomo Yogo mengatakan, pemerintah tentu menganjurkan tidak bersilaturahmi secara fisik terlebih dahulu selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
”Namun, kalau hanya sekitar Jakarta, selama masih mematuhi aturan PSBB, masih kami perbolehkan,” ucapnya dalam keterangan resmi secara daring pada Kamis (14/5/2020).
Namun, kalau hanya sekitar Jakarta, selama masih mematuhi aturan PSBB, masih kami perbolehkan.
Petugas lalu lintas di jalan-jalan pada hari raya akan memantau kepatuhan pengendara terhadap aturan pembatasan sosial, salah satunya penggunaan masker. Selain itu, jumlah penumpang di dalam mobil tidak boleh melebihi 50 persen kapasitas maksimal dan pengendara sepeda motor yang berboncengan wajib satu alamat tinggal.
Sambodo menuturkan, warga yang bersilaturahmi juga diimbau untuk tetap bermasker saat berjumpa kerabat atau keluarga serta tidak berkerumun lebih dari lima orang. Kegiatan sosial dan budaya juga tetap dilarang selama PSBB sehingga acara semacam gelar griya (open house) pada hari raya tidak dibolehkan.
Hari raya Idul Fitri diperkirakan bertepatan dengan tanggal 24-25 Mei kalender Masehi. Sambodo berpendapat, lalu lintas di wilayah hukum Polda Metro Jaya (Jadetabek) berpotensi lebih ramai pada Lebaran tahun ini dibandingkan tahun-tahun sebelumnya karena efek larangan mudik keluar Jabodetabek.
Karena itu, jadwal bakal diatur agar jumlah personel yang bertugas memadai, termasuk terkait pengaturan jadwal libur serta memperhitungkan waktu shalat Id. Ditlantas juga mengantisipasi adanya kelompok masyarakat yang mengadakan takbir keliling pada malam sebelum hari pertama Lebaran.
”Kami juga pasti akan meningkatkan jumlah personel untuk mengawasi, jangan sampai ada orang yang melaksanakan takbir keliling karena itu, kan, juga kerawanan, tidak elok di era PSBB seperti sekarang ini,” ujar Sambodo.
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, menuturkan, langkah terbaik agar aman dari potensi penularan virus korona baru adalah tetap di rumah sewaktu hari raya. Namun, ia memaklumi hal itu sulit berjalan karena tradisi silaturahmi sudah lekat dengan Lebaran.
Silaturahmi boleh, takbir dan open house dilarang.
Karena itu, ia mendorong pemerintah menentukan sikap yang pasti terkait Lebaran. Jika membolehkan warga bersilaturahmi hanya di dalam Jabodetabek, pemerintah mesti siap mengambil risiko kasus Covid-19 meningkat. Namun, risiko bisa ditekan jika masyarakat patuh menjalankan protokol anti-Covid-19 saat bersilaturahmi. Kuncinya, senantiasa bermasker serta jaga jarak fisik.
Sementara itu, Sambodo menambahkan, pihaknya berkomitmen untuk tetap menyekat pemudik yang berniat meninggalkan wilayah hukum Polda Metro Jaya selama larangan mudik belum dicabut. Kurun 24 April-13 Mei, total 18.225 kendaraan diminta putar balik di pos-pos penyekatan karena terindikasi digunakan untuk pulang kampung.