Panduan Shalat Idul Fitri di Rumah dari MUI
Perayaan Idul Fitri tahun ini bakal berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Salah satu perbedaan itu terkait tata cara ibadah shalat Idul Fitri. Tanpa menghilangkan makna Lebaran, protokol kesehatan juga dijalankan.
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Ulama Indonesia atau MUI mengeluarkan panduan shalat Idul Fitri di rumah di masa pandemi Covid-19. MUI juga mengimbau kepada umat Islam untuk mengumandangkan takbir sesuai dengan protokol pencegahan Covid-19.
Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abbas mengimbau kepada seluruh umat Islam untuk memperhatikan protokol kesehatan selama merayakan Idul Fitri 1441 Hijriah. Pengutamaan atas protokol kesehatan ini khususnya berkaitan dengan pelaksanaan shalat Idul Fitri dan malam takbiran.
”Kami mengimbau kepada masyarakat untuk melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah agar selamat di dunia dan akhirat,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (22/5/2020).
Baca juga : Idul Fitri Tanpa Ritual Perayaan
Shalat Idul Fitri di rumah bisa dilakukan secara berjemaah ataupun mandiri. Shalat berjemaah ketentuannya harus berjumlah empat orang. Satu orang bertindak sebagi imam, sedangkan tiga orang lainnya sebagai makmum.
Tanpa diawali azan dan ikamah, shalat bisa dimulai dengan seruan Ash-shalatu jami’ah. Setelah selesai shalat, khatib bisa melaksanakan khotbah.
Kami mengimbau kepada masyarakat untuk melaksanakan shalat Idul Fitri di rumah agar selamat di dunia dan akhirat. (Anwar Abbas)
Jika jumlah jemaah kurang dari empat orang atau tidak ada yang mampu melakukan khotbah, shalat Idul Fitri boleh dilakukan tanpa khotbah.
Sementara itu, shalat Idul Fitri secara mandiri dan berjemaah memiliki perbedaan yang mencolok pada bacaan niat. Niat yang harus dibaca untuk shalat berjemaah adalah Ushalli rak’ataini sunnatan li’idil fithri (imaman/ma’muman) lillahi ta’ala.
Bacaan niat untuk shalat Idul Fitri mandiri adalah Ushalli sunnatan iidil fithri rak’ataini lillahi ta’ala. Adapun, shalat secara mandiri dilakukan dengan bacaan yang pelan dan tanpa diakhiri dengan khotbah.
Baik sendiri maupun berjemaah, takbir dalam shalat Idul Fitri dilakukan tujuh kali pada rakaat pertama dan lima kali pada rakaat kedua. Takbir tersebut di luar bacaan takbiratul ikhram. Di sela-sela takbir diselipkan kalimat Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaaha illallahu Allahu Akbar.
Sebelumnya, MUI telah mengeluarkan Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 28 Tahun 2020 tentang Panduan Kaifiat Takbir dan Shalat Idul Fitri saat Pandemi Covid-19. Di dalamnya dijelaskan bahwa shalat Idul Fitri bisa dilaksanakan di rumah untuk kawasan yang masuk dalam penyebaran Covid-19 tak terkendali.
Shalat di masjid
Di sisi lain, shalat Idul Fitri bisa dilakukan di tanah lapang atau masjid untuk kawasan yang berada dalam dua kondisi. Pertama, kawasan tersebut sudah terkendali. Hal itu ditandai dengan penurunan angka penularan dan adanya kebijakan pelonggaran aktivitas sosial. Kedua, kawasan tersebut berada di kawasan yang terkendali atau bebas dari Covid-19 serta diyakini tidak terdapat penularan.
Dalam hal ini, MUI ingin mengajak umat Islam agar selamat di dunia dan akhirat. Menurut Anwar, di masa pandemi ini, ada orang yang beribadah, tetapi mengesampingkan ancaman Covid-19. Namun, ada pula orang yang mewaspadai Covid-19, tetapi mengesampingkan ibadah. Keduanya berpotensi celaka, yang satu di dunia dan satunya di akhirat.
”Untuk selamat di dunia, jangan lakukan itu. Allah sudah mengizinkan. Jika ada bahaya yang mengancam, kita boleh tidak berjemaah di masjid atau tanah lapang,” katanya.
Di sisi lain, shalat Idul Fitri bisa dilakukan di tanah lapang atau masjid untuk kawasan yang berada dalam dua kondisi. Pertama, kawasan tersebut sudah terkendali. Hal itu ditandai dengan penurunan angka penularan dan adanya kebijakan pelonggaran aktivitas sosial. Kedua, kawasan tersebut berada di kawasan yang terkendali atau bebas dari Covid-19 serta diyakini tidak terdapat penularan.
Meski begitu, MUI menegaskan, baik dilaksanakan di tanah lapang, masjid, maupun rumah, shalat Idul Fitri harus tetap memperhatikan protokol kesehatan dan pencegahan penularan Covid-19. Hal-hal yang dilakukan antara lain dengan memperpendek bacaan shalat dan pelaksanaan khotbah.
Kumandangkan takbir
Fatwa MUI juga menjelaskan takbir tetap dapat dikumandangkan selama pandemi Covid-19 dengan sejumlah ketentuan. Takbir bisa dikumandangkan di rumah oleh masyarakat, di masjid oleh pengurus takmir, di jalan oleh petugas dan jemaah secara terbatas. Selain itu, takbir juga bisa dikumandangkan melalui siaran televisi, radio, atau media sosial.
MUI meminta umat Islam untuk menggemakan takbir, tahmid, dan tahlil sebagai tanda syukur dan doa agar pandemi covid-19 segera berakhir. ”Masyarakat bisa melakukan takbiran di rumah saja. Biarkan petugas takmir yang melakukan di masjid. Tetap hidupkan suasana takbiran, tetapi secara terbatas dan jaga jarak,” kata Anwar.
Melakukan takbir, tahmid, dan tahlil di malam Idul Fitri hukumnya adalah sunah. Waktu pelaksanaan takbir bisa dilakukan mulai tenggelamnya matahari di akhir Ramadhan hingga menjelang pelaksanaan shalat Idul Fitri. Takbir bisa dilaksanakan sendiri atau bersama-sama dengan suara keras dan pelan.
Sementara itu, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh mengajak semua umat Islam untuk melaksanakan mandi sunah pagi hari menjelang pelaksanaan shalat Idul Fitri. Masyarakat juga disunahkan makan terlebih dahulu sebelum menjalankan shalat Idul Fitri.
”Kita pakai pakaian terbaik yang kita miliki sambil memakai wangi-wangian. Sembari menunggu waktu shalat, kita bisa duduk sambil kembali mengumandangkan takbir, tahmid, dan tahlil,” katanya.
Baca juga : Berlebaran Bersama Tetangga Kampung, Pengikis Sepi di Perantauan
Sementara itu, terkait tradisi sungkeman atau silaturahmi, Anwar mengimbau masyarakat untuk bisa menyesuaikan diri. Ia berharap agar tradisi open house seusai shalat Idul Fitri ditiadakan. Ia meminta kepada pimpinan daerah hingga pimpinan negara menyerukan larangan tersebut kepada pejabat di bawahnya.
”Kita tahan dulu silaturahmi langsung. Untuk saat ini, manfaatkan komunikasi virtual lewat gawai masing-masing,” katanya.
Tradisi tak hilang
Sebelumnya, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud mengatakan bahwa tradisi Ramadhan dan Idul Fitri tidak perlu dihilangkan karena pandemi Covid-19. Masyarakat tetap dapat melaksanakan tradisi tersebut dengan protokol penanganan Covid-19.
”Idul Fitri dalam masa pandemi seolah-olah akan menghilangkan kultur yang sudah berjalan bertahun-tahun. Padahal, tetap bisa dilakukan dengan cara yang berbeda,” katanya.
Syuhud mencontohkan, momen Ramadhan dan Idul Fitri biasanya identik dengan ziarah kubur. Pada masa pandemi ini, hal tersebut tetap bisa dilakukan dengan cara membacakan tahlil dari rumah. Begitu pula dengan tradisi sungkeman, masyarakat dinilai masih bisa melakukannya tanpa harus bersentuhan fisik atau berkerumun.
Masyarakat juga bisa membayar zakat fitrah secara daring untuk menghindari kontak fisik dengan amil zakat di masjid.
Menurut Direktur Umum Baznas M Arifin Purwakananta, pembayaran zakat fitrah secara daring sah secara syariah.
Selain itu, proses pendataan juga lebih akuntabel dan proses pengumpulannya dapat dilakukan secara segera. Amil zakat juga lebih mudah menelusuri jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. ”Kami mendorong masyarakat untuk membayar zakat fitrah secara daring dari rumah untuk menghindari penularan Covid-19,” katanya.