Abai pada Hari-hari Jelang Lebaran
Hari-hari menjelang Lebaran di tengah pandemi, kegiatan warga justru semakin ramai di luaran. Keadaan ini dikhawatirkan memperparah penularan Covid-19.
Motor Andini (24) terjebak dalam kemacetan panjang ketika melalui Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Niat pulang cepat dari kantor, Jumat (23/5/2020), seketika tertahan karena semrawut jalanan menuju ke arah rumahnya di Ciledug, Tangerang, Banten.
Kondisi jalan di kawasan Pasar Kebayoran Lama tampak dipenuhi pedagang dan pembeli yang tawar-menawar. Keadaan itu turut memicu kemacetan hingga sepanjang 10 meter di sekitar pasar.
”Katanya Jakarta sedang dalam pembatasan sosial berskala besar. Tetapi, kenapa kok jalanan dan pasar semakin ramai?” ujar warga Tangerang, Banten, ini sambil keheranan.
Baca juga: Belum Semua Masjid Terapkan Takbiran Minimal
Sepanjang Jumat, kondisi keramaian tampak terjadi hampir di seluruh lokasi pasar. Pantauan Kompas, Pasar Tanah Abang juga ramai dipenuhi pedagang yang berjualan di luar gedung Blok A, B, G, dan F. Pasar Jatinegara juga terpantau ramai oleh aktivitas pedagang
Uni Elys (38), seorang pedagang di Tanah Abang, kembali berdagang di sekitar pasar setelah hampir dua bulan menutup lapak. Dirinya memberanikan diri berjualan setelah sebagian pedagang nekat membuka lapak di luar pasar.
”Saya coba ikut pedagang lain yang membuka lapak di luar kawasan gedung Tanah Abang. Kondisi keuangan toko semakin kritis, saya takut mati kelaparan sebelum mati karena Covid-19,” jelas warga Sumatera Barat itu.
Pernyataan Uni adalah sikap keabaian yang terjadi di masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ini. Masyarakat seakan abai terhadap aturan jaga jarak fisik, padahal jumlah penularan pandemi kian meninggi.
Pada 23 Mei, angka penularan Covid-19 di Indonesia mencapai 20.796 pasien. Dari jumlah tersebut, 6.316 kasus positif berasal dari kluster Jakarta.
Baca juga: Warga Penuhi Pasar
Sikap abai juga ditunjukkan sejumlah pedagang di Pasar Kebayoran Lama. Ardiyan (34), penjual daging, masih berjualan di lapak terbuka tanpa menerapkan jaga jarak fisik. Menurut dia, PSBB sulit diterapkan di sekitar pasar, terutama saat siang hari.
”Kalau pasar lagi ramai di siang hari, boro-boro mau jaga jarak, melayani pembeli saja sudah kelabakan. Paling, ya, kalau lagi ditertibkan petugas, kita baru bisa ikut aturan,” ungkap Ardiyan.
Baca juga: Demi Keamanan Ibu Kota, Warga DKI Diminta Lebaran di Rumah Saja
Patuhi jaga jarak
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dalam konferensi pers daring di Balai Kota, menyampaikan agar warga mengurangi segala aktivitas fisik dan di rumah. Dia memahami, warga sedang dilanda euforia momen Lebaran. Namun, selama pandemi, berdiam di rumah saja dapat mencegah penularan Covid-19.
Anies juga mengimbau agar kegiatan takbiran dan shalat Idul Fitri dapat dilakukan di rumah. ”Kali ini, biarkan takbir itu bergema di setiap hati dan di setiap rumah di kawasan Jakarta,” ujarnya.
Seperti diketahui, virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 mampu menular dengan cepat melalui tetesan kecil saat batuk dan bersin (droplets). Dengan demikian, kondisi kerumunan orang dalam jarak yang sangat dekat perlu dihindari.
Satu orang positif Covid-19 mampu menularkan virus minimal kepada dua orang. Ditambah lagi, keberadaan virus ini bisa menjadi sangat mematikan untuk sebagian orang yang berusia lanjut dan memiliki penyakit penyerta.
Baca juga: Panduan Shalat Idul Fitri di Rumah dari MUI
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) Helmy Faishal Zaini menyebutkan, dalam kondisi seperti ini, warga sebaiknya mengutamakan kesehatan di masa pandemi. Ada kaidah ushul fiqih yang menyebutkan dar\'ul mafaasid muqaddamun alaa jalbil masholih. Artinya, menghindari segala kemudaratan lebih baik daripada mengejar manfaat, demi menjaga kemaslahatan umat.
Helmy mengingatkan, sejumlah kegiatan meliputi takbiran malam dan shalat Idul Fitri sebenarnya bersifat sunah. Dalam situasi pandemi, hal ini bisa dilakukan di rumah demi menjaga kesehatan diri masing-masing.
”Menghindari kemudaratan itu lebih baik daripada mengejar manfaat ibadah yang sebenarnya bernilai sunah. Dalam hal shalat Idul Fitri dan takbiran, insya Allah makna ibadah tersebut tidak akan berkurang meski dilakukan di rumah,” kata Helmy.
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menuturkan, kondisi kelonggaran PSBB saat ini juga tidak terlepas dari kurangnya ketegasan pemerintah. Sebab, sebagian umat Islam menilai pemerintah tidak berlaku adil dalam penegakan PSBB.
Baca juga: Belum Semua Masjid Terapkan Takbiran Minimal
Hal tersebut, menurut dia, terlihat dari kelonggaran penegakan PSBB pada kawasan bandara dan pusat belanja. Sementara pembatasan kegiatan di tempat ibadah begitu ketat. ”Sebagian umat Islam menilai hal tersebut tidak adil,” ujarnya.
Penegakan PSBB secara adil juga harus dibarengi dengan komunikasi yang jelas dari pemerintah. Selama ini, banyak penyampaian informasi yang tidak perlu dari pemerintah. ”Bila hal itu bisa diwujudkan, tidak akan sulit meminta empati warga dalam mematuhi protokol pencegahan Covid-19,” jelas Abdul.