Mengalah Tak Menjalankan Tradisi Mudik di Tengah Pandemi Covid-19
Tradisi Lebaran untuk saling bermaafan dan bersilaturahmi tidak akan surut meski warga tidak bisa melakukan tradisi mudik Lebaran.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 membuat warga yang tinggal di Jabodetabek ataupun di daerah lain harus meredam hasrat mudik Lebaran tahun ini. Namun, tradisi Lebaran untuk saling memaafkan dan bersilaturahmi tidak akan surut.
Azhar Abdillah (23) merupakan salah satu warga Caringin, Bogor, yang memutuskan tidak mudik ke kampung halaman keluarganya di Padang, Sumatera Barat. Padahal, mudik dan bersilaturahmi dengan keluarga besarnya menjadi salah satu tradisi yang kerap ia lakukan setiap Lebaran.
Ia mengakui bahwa suasana bulan Ramadhan dan Lebaran tahun ini sangat berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Sejumlah tradisi yang melibatkan kerumunan orang juga terpaksa ditiadakan untuk menaati aturan jaga jarak fisik dan mencegah penyebaran Covid-19.
Salah satu tradisi yang terpaksa ditiadakan Azhar adalah cucurak. Cucurak merupakan tradisi makan-makan bersama dengan menggunakan daun pisang menjelang bulan Ramadhan. Tradisi ini sering diadakan masyarakat Sunda, tak terkecuali warga Bogor.
Selain Azhar, perbedaan suasana Ramadhan dan Lebaran tahun ini akibat pandemi Covid-19 juga dirasakan Aji Suryo (30), warga Tapos, Depok. Pandemi membuat Aji dan keluarganya terpaksa mengurungkan niat mudik ke Kudus, Jawa Tengah.
”Setiap Lebaran kami selalu mudik di minggu ketiga. Keluarga besar sebenarnya masih mengharapkan kami pulang dan berkumpul. Tetapi, kami takut di perjalanan malah terjangkit, apalagi saat ini kendaraan umum juga sudah tidak beroperasi,” ujarnya.
Anindya Metta (26), warga Jatiwaringin, Bekasi, juga memutuskan tidak mudik ke rumah kakeknya di Semarang, Jawa Tengah. Namun, kemungkinan besar ia tetap mudik lokal ke rumah orangtuanya di Tangerang Selatan. Ia mengaku penjagaan di perbatasan tidak terlalu ketat sehingga masih bisa keluar-masuk Bekasi.
Baik Azhar, Aji, maupun Anindya menyadari bahwa saat pandemi meredam ego untuk tidak mudik lebih penting daripada menjalankan tradisi puluhan tahun. Mereka percaya bahwa hakikat mudik adalah melakukan silaturahmi kepada keluarga dan sanak saudara.
Namun, silaturahmi tidak diukur dari jarak, melainkan niat. Mereka pun tidak mempermasalahkan hal tersebut karena niat silaturahmi masih bisa dilakukan lewat teknologi berupa panggilan video.
Antisipasi RW
Terkait antisipasi mudik warganya, Wali Kota Bogor Bima Arya telah meminta semua RT dan RW untuk turut siaga di wilayah masing-masing. Peran RW Siaga dinilai sangat penting untuk mengawasi kepatuhan penerapan protokol kesehatan guna mencegah penyebaran virus di tingkat RW.
Ketua RW 008 Kelurahan Menteng, Bogor Barat, Zakaria mengatakan, warga di wilayahnya menerapkan sistem pintu keluar-masuk area satu pintu. Warga juga meminta penghuni ataupun tamu yang masuk ke wilayah RW 008 untuk mengenakan masker dan mencuci tangan di pintu gerbang RW 008.
Khusus bagi warga atau tamu yang nekat mudik, mereka akan diperiksa suhu tubuhnya dan diwajibkan mengisi buku tamu untuk keperluan kontrol pengurus RW. Setelah itu, mereka akan ditempatkan di ruang isolasi khusus yang telah dibuat oleh warga.
”Tempat isolasi itu sengaja kami buat bagi para saudara atau kerabat dari warga yang nekat mudik ke sini. Semoga saja tidak terpakai,” ujar Zakaria.
Pada 19 Mei lalu, Pemkot Bogor beserta Forkominda, MUI, Dewan Masjid, dan perwakilan Kementerian Agama Kota Bogor juga telah menandatangani keputusan terkait hal-hal yang perlu dilakukan masyarakat saat Lebaran di tengah pandemi. Beberapa di antaranya tidak ada takbir keliling di jalan raya hingga tidak melakukan shalat Idul Fitri berjemaah di masjid atau lapangan.
Selain Pemkot Bogor, Pemkot Bekasi juga telah meminta camat dan lurah untuk terus memantau serta menyosialisasikan terkait pencegahan penularan Covid-19, khususnya di wilayah yang sudah berstatus zona hijau. Saat ini, Pemkot Bekasi telah menetapkan 41 dari total 56 kelurahan telah masuk zona hijau karena laju penyebaran virus Covid-19 yang melandai.
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi, melalui surat perintahnya, menyatakan bahwa warga di wilayah zona hijau dapat melaksanakan shalat Idul Fitri. Namun, hanya untuk warga di lingkungan RT atau RW tersebut. Shalat Idul Fitri tetap harus dengan protokol kesehatan yang ketat, seperti menjaga jarak, menggunakan masker, dan panitia menyeleksi warga di lingkungan tersebut satu per satu.
Sementara warga di wilayah zona merah tetap dianjurkan untuk shalat Idul Fitri di rumah. Mereka juga diharapkan tidak pergi ke wilayah zona hijau untuk shalat Idul Fitri karena ada tim pengawasan dari setiap Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) setempat.