Jangan Lengah, Virus Bisa Menular di ”Lampu Merah”
Masa PSBB transisi di Jakarta bukan berarti warga aman dari virus korona jenis baru. Justru kewaspadaan warga harus ditingkatkan lantaran aktivitas di ruang publik, termasuk jalan raya, mulai meningkat.
Oleh
Fajar Ramadhan
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Arus lalu lintas di DKI Jakarta yang kembali padat membuat para pengendara sepeda motor waswas saat berhenti di sekitar lampu pengatur lalu lintas (”lampu merah”) ketika lampu berwarna merah. Masyarakat diimbau menaati protokol berkendara serta menerapkan kebiasaan hidup sehat di ruang publik untuk mencegah penularan Covid-19.
DKI Jakarta kini berada pada masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Berdasarkan pantauan pada Senin (8/6/2020) pagi, kemacetan sempat terjadi di sejumlah titik, salah satunya di lampu pengatur lalu lintas Kuningan, Jakarta Selatan. Kerumunan para pengendara sepeda motor pun tidak terelakkan.
Riko (31), salah satu pengendara sepeda motor, mengaku cemas saat berhenti di di sekitar lampu pengatur lalu lintas. Di sana, ia hampir selalu dikelilingi oleh pengendara lain dengan jarak kurang dari 1 meter. Masalahnya, masih ada saja warga yang tidak memakai masker saat berkendara.
”Kalau mobil mungkin aman ya, tapi kalau pengendara sepeda motor pasti was-was. Kita tidak bisa mengatur orang lain yang mendekat,” katanya.
Untuk melindungi diri, Riko selalu mengenakan masker. Ia juga selalu menutup kaca helmnya saat berkendara dan berhenti di sekitar lampu pengatur lalu lintas ketika lampu berwarna merah. Hal itu ia lakukan untuk menjaga kesehatannya manakala pengendara lain tiba-tiba batuk atau bersin di jalanan.
”Tapi, saya lihat masih banyak yang enggak menutup kaca helm. Mungkin karena gerah,” ujarnya.
Pengendara sepeda motor, Ilham Prasetyo (29), juga kerap menjumpai pengendara tanpa masker. Ia bahkan pernah berada di belakang pengemudi sepeda motor yang tiba-tiba bersin. Pengemudi lain tidak berani menegur, tetapi semuanya seragam menutup kaca helm.
”Ada juga yang pakai masker di jalan, tetapi pas mau bersin malah maskernya diturunkan,” katanya.
Ilham juga menyayangkan masih banyak orang yang meludah sembarangan saat berkendara. Padahal, sudah jelas bahwa virus korona jenis baru menyebar melalui droplet. ”Sering banget saya lihat di jalan-jalan kampung. Ya, kan, bisa berhenti dulu dan mencari tempat yang sepi kalau mau meludah,” katanya.
Rentan tertular saat berkendara
Ketua Dewan Pakar Perhimpunan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi) Hanifa M Denny mengimbau masyarakat untuk memperhatikan protokol kesehatan saat mengendarai sepeda motor. Sebab, separuh lebih dari total penduduk Indonesia rentan tertular Covid-19 saat berkendara.
Hanifa merujuk pada jumlah sepeda motor yang mencapai 113 juta unit pada 2017. Menurut dia, bila separuh pengendara sepeda motor tersebut berboncengan, jumlah pengendara sepeda motor di Indonesia dapat mencapai 170 juta orang. Angka tersebut berarti separuh lebih dari total penduduk Indonesia.
”Nah, para pengendara tersebut rentan tertular Covid-19 kalau tindakan-tindakan pencegahan dan pengendalian tidak dilakukan,” kata anggota Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional tersebut.
Untuk itu, Hanifa menganjurkan kepada para pengendara sepeda motor untuk rutin melakukan disinfeksi kendaraan dan perlengkapan sebelum dan setelah digunakan. Tidak hanya itu, pengendara juga wajib mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum memegang bagian-bagian kendaraan bermotor.
Pengendara sepeda motor juga harus menggunakan masker dan sarung tangan yang bersih serta dicuci setiap selesai digunakan. Gunakan juga jaket yang bersih. Artinya, setelah tiba di rumah, jaket tersebut harus langsung dicuci dengan air dan sabun.
Ia juga menyarankan pesepeda motor memakai helm pribadi yang dilengkapi pelindung wajah berbahan terang atau jernih. Usahakan setelah digunakan langsung disemprot dengan cairan atau uap desinfeksi. Jika tidak memungkinkan, helm juga bisa dijemur di bawah terik matahari selama beberapa jam.
Hanifa menambahkan, masyarakat yang sedang mengalami sakit atau suhu badannya di atas 37,5 derajat celsius agar tidak berkendara. ”Upayakan mengendarai kendaraan bermotor sendiri atau berboncengan dengan penghuni rumah yang sama,” ujarnya.
Secara khusus, Hanifa mendorong para petugas terkait untuk membantu mengawasi dan membimbing para pengendara kendaraan. Pengendara harus dipastikan mengikuti prosedur aman dan sehat dalam berkendara sepeda motor.
Lalin padat
Selain di beberapa titik lampu pengatur lalu lintas, kemacetan juga terjadi di Jalan Gatot Subroto dan tol dalam kota sekitar pukul 07.30. Petugas kepolisian bahkan memberlakukan sistem lawan arah atau contra flow. Satu lajur tol dari arah Slipi menuju Cawang difungsikan untuk kendaraan dari arah sebaliknya.
Mobil-mobil pribadi yang hendak keluar ke Gerbang Tol Semanggi juga diarahkan keluar melalui pintu keluar di depan Gedung Plaza Mandiri. Hal itu yang menyebabkan Jalan Gatot Subroto dari arah Kuningan menuju Slipi ikut tersendat. Kemacetan sempat mengular sekitar 200 meter saat itu.
Berbeda dengan Jalan Gatot Subroto, lalu lintas di Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin pagi cenderung ramai lancar. Hal yang sama juga terpantau di Jalan Prof Dr Satrio, Kuningan, Jakarta Selatan. Pengendara sepeda motor mendominasi kawasan tersebut.
Hal itu seiring dengan belum tingginya aktivitas di sejumlah gedung perkantoran dan pusat perbelanjaan kedua ruas jalan itu. Hingga pukul 09.00, kawasan tersebut relatif sepi. Hanya terlihat beberapa karyawan yang keluar dari Halte Transjakarta GOR Sumantri menuju area perkantoran.
Bayu (23), salah satu karyawan di kawasan Kuningan, mengaku, saat ini perusahaannya belum mempekerjakan semua karyawannya di kantor. Jumlah karyawan yang bekerja di kantor dibatasi hanya 50 persen hingga akhir Juni 2020. Ini sesuai aturan pemerintah tentang kegiatan perkantoran selama PSBB transisi.
Para karyawan dibagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama masuk selama dua hari dalam seminggu, sedangkan gelombang kedua masuk tiga hari dalam seminggu. Hal yang sama berlaku sebaliknya pada minggu selanjutnya.
”Senin ini, saya masuk, besok giliran gelombang satunya yang masuk. Lalu, saya masuk lagi hari Rabu,” katanya.
Setidaknya sudah dua bulan lebih Bayu bekerja dari rumah. Sebenarnya, Bayu masih merasa waswas untuk beraktivitas di kantor. Apalagi, ia harus memakai jasa ojek daring untuk berangkat dari tempat tinggalnya di kawasan Gandaria menuju Kuningan.
”Masih rawan pakai helmnya. Belum siap bawa helm sendiri sih hari ini,” katanya.