Pelaju mengatur waktu keberangkatannya agar tidak terjebak kepadatan penumpang di angkutan umum. Sebagian meminta kelonggaran waktu kerja yang lebih fleksibel kepada atasannya.
Oleh
Fransiskus Wisnu Wardhana Dany
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepadatan penumpang di stasiun terjadi karena masa pembatasan sosial berskala besar transisi meningkatkan mobilitas warga. Alhasil, pelaju harus bersiasat untuk mencegah penyebaran Covid-19 meskipun tidak mudah.
Kepadatan terjadi pada jam sibuk di sejumlah stasiun kereta rel listrik (KRL). Penumpang antre mulai dari area pintu masuk stasiun hingga peron menuju gerbong kereta. Kepadatan membuat jaga jarak sebagai salah satu protokol kesehatan sulit terwujud.
Kepadatan membuat Nadia Eliza (27), karyawan swasta asal Bogor, Jawa Barat, meminta kelonggaran waktu masuk kantor kepada atasannya karena waswas terpapar SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Menurut dia, protokol kesehatan lain, yakni mengenakan masker, mencuci tangan dengan sabun, dan membekali diri dengan antiseptik, ambyar karena harus berdesak-desakan untuk berangkat kerja.
Atasan memakluminya karena Nadia belum mempunyai alternatif lain untuk berangkat kerja. Praktis selama ini hanya KRL yang mengantarnya dari Stasiun Cilebut ke Stasiun Manggarai, Jakarta. ”Setelah kejadian kemarin (kepadatan), saya dapat kelonggaran waktu masuk kantor,” ujar Nadia, Selasa (9/6/2020).
Jika sebelumnya harus berangkat pukul 05.00 atau pukul 06.00, kini ia punya alternatif lain, yakni berangkat pukul 08.15 atau pukul 10.27. Kelonggaran tersebut membuatnya bisa menghindari kepadatan di stasiun.
Kondisi padat penumpang juga dialami Diaz Herdiansyah (20), karyawan swasta di Tanjung Priok. Hal itu terjadi sejak berangkat dari Stasiun Citayam, Bogor, hingga Stasiun Jakarta Kota. Bahkan, Selasa ini ada persoalan tambahan, kereta tertahan sekian menit di Stasiun Gondangdia karena ada gangguan di lintasan menuju Stasiun Jakarta Kota.
”Selalu berusaha menjaga jarak satu sama lain, tetapi memang mustahil diterapkan karena ujung-ujungnya desak-desakan juga,” ucap Diaz. Kondisi yang sulit dihindari itu membuatnya lebih intens mencuci tangan dan membersihkan diri begitu tiba di stasiun tujuan dan kantor.
Kepadatan penumpang terutama pada jam sibuk tidak terhindarkan dan terjadi sejak situasi normal. Data Litbang Kompas menyebutkan, transportasi umum tetap menjadi andalan bagi mereka yang bertempat tinggal jauh dari lokasi aktivitas sehari-hari. Hal itu diketahui dari total 3,2 juta komuter di Jabodetabek tahun 2019. Sebanyak 21 persen di antaranya harus menempuh lebih dari 30 kilometer sekali jalan dan tidak semua komuter dapat menempuhnya dengan kendaraan pribadi, terutama sepeda motor.
Erlita Dewi (22) dari Komunitas Anak Kereta Twitter menuturkan, teman-teman di komunitas menyiasati situasi tersebut dengan beralih ke kendaraan pribadi ataupun transportasi umum lain yang terjangkau.
Sementara mereka yang tetap menggunakan KRL semakin meningkatkan kewaspadaan diri. ”Membawa masker cadangan, cuci tangan sebelum masuk dan keluar stasiun, membawa alat makan sendiri, dan memakai pelindung wajah jika diperlukan,” ucap Erlita.
Salah satu upaya untuk mengurangi kepadatan di sejumlah stasiun adalah pengaturan jam kerja. Vice President Corporate Communications PT KCI Anne Purba, Senin, mengatakan, pihaknya akan mengusulkan agar perusahaan di Jakarta menerapkan jam kerja secara shift. Dia juga berharap ada kerja sama kembali dengan pemerintah daerah untuk melakukan tes cepat dan tes usap tenggorokan guna mengetahui risiko penyebaran Covid-19 di stasiun dan KRL.
Mobilitas naik
Riset Litbang Kompas menunjukkan peningkatan mobilitas warga pada masa transisi. Sebelumnya mobilitas warga menurun selama pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Selama PSBB, mobilitas warga di tempat kerja pada Maret 2020 justru berkurang 15 persen dan kembali turun hingga 73 persen pada April 2020. Sama halnya dengan tren penggunaan transportasi umum, mobilitas di tempat transit, seperti halte dan stasiun, pada Maret 2020 berkurang 27 persen dan merosot menjadi 79 persen pada April 2020.
Memasuki masa transisi, mobilitas warga secara perlahan kembali merangkak naik. Terpantau dari peningkatan tingkat kemacetan yang disajikan di laman Tomtom.com, seperti kemacetan di Jakarta pada Jumat, 29 Mei 2020, yang rata-rata masih sebesar 2,5 persen. Namun, seminggu kemudian pada hari yang sama naik menjadi 10,2 persen.
Selama 2-5 Juni 2020, dalam sehari terjadi dua kurva tingkat kemacetan. Jumat, 5 Juni, contohnya, pertama terjadi pukul 08.00-09.00 WIB sebesar 12 persen. Kedua, pukul 18.00 WIB sebesar 40 persen. Pola ini mirip dengan rata-rata tingkat kemacetan pada hari yang sama tahun 2019. Puncak kemacetan yang menandakan waktu berangkat dan pulang kerja warga DKI Jakarta.
Meningkatnya mobilitas warga juga terlihat dari tren penggunaan transportasi umum. Kemacetan pada Jumat, 5 Juni, meningkat 7,7 persen dibandingkan dengan minggu sebelumnya, pengguna transportasi publik juga naik meski hanya 3,4 persen. Data ini tersaji di laman Moovitapp.com berjudul ”Impact of Covid-19 on Public Transit Usage”.
PT KCI dalam keterangannya, Minggu (7/6/2020), menyebutkan, kemungkinan adanya antrean penumpang karena aturan jaga jarak dan batasan kapasitas di dalam kereta. Penumpang diminta tidak tergesa-gesa dalam menggunakan kereta, merencanakan perjalanan dengan cermat, dan melengkapi diri dengan perlindungan kesehatan yang dirasa perlu.