Di Tengah Pro-Kontra, Pengojek Daring Berharap Penumpang Mulai Memilih Mereka
Belum ada jaminan keselamatan dan keamanan terkait diperbolehkannya kembali ojek daring membawa penumpang. Pro-kontra masih terjadi. Di Jakarta, ojek daring bisa membawa penumpang, di daerah sekitar DKI belum diizinkan.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar & Aguido Adri
·4 menit baca
Pembatasan sosial berskala besar atau PSBB transisi di DKI Jakarta membuka izin bagi para pengemudi ojek daring untuk mengangkut penumpang setelah sebelumnya dibatasi hanya boleh mengantarkan makanan dan barang. Hal ini mengakibatkan pengemudi ojek daring asal Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi kembali memasuki Jakarta demi bisa menambah nafkah.
Izin itu diberikan melalui Surat Keputusan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Nomor 105 Tahun 2020 tentang Pengendalian Sektor Transportasi untuk Pencegahan Covid-19 di Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman, dan Produktif. Syaratnya adalah menggunakan alat pelindung diri, seperti masker dan cairan antiseptik. Selain itu, baik pengemudi maupun penumpang wajib mengenakan masker. Penumpang juga dianjurkan membawa helm sendiri.
Kokon, seorang pengemudi ojek daring yang berasal dari Serpong, Tangerang Selatan, Banten, menunggu giliran sepeda motornya disemprot cairan disinfektan oleh Fadil, staf dari perusahaan ojek daring, Grab, di Poin Square Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Selasa (9/6/2020). Ia mengaku sengaja ke Jakarta agar bisa mengangkut penumpang.
”Di Tangerang Selatan belum boleh mengantar penumpang. Pesanan makanan dan mengantar barang memang ada. Tetapi kalau di Jakarta, kesempatan mendapat pesanan lebih banyak karena bisa mengantar penumpang juga,” ujarnya.
Di Tangerang Selatan belum boleh mengantar penumpang. Pesanan makanan dan mengantar barang memang ada. Tetapi kalau di Jakarta, kesempatan mendapat pesanan lebih banyak karena bisa mengantar penumpang juga.
Ia mengaku kini lebih disiplin menjaga kesehatan. Setiap hari ia mengukur suhu tubuhnya dan mengunggah data tersebut ke aplikasi ojek daring tempatnya bekerja sehingga calon penumpang yang memesan layanannya bisa mengetahui bahwa Kokon dalam kondisi sehat. Ia juga membekali diri dengan sarung tangan dan partisi plastik yang dikenakan di punggung seperti ransel.
Demikian juga dengan Hamdi, pengojek daring yang menunggu datangnya pesanan di sekitar Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan. Ia mengaku biasanya beroperasi di Kota Depok, Jawa Barat. Namun, dengan dibukanya izin mengantar penumpang di Jakarta, ia coba mengadu untung dengan menambah opsi layanan yang bisa diberikan.
Dari pagi hingga tengah hari, Hamdi belum memperoleh satu pun pesanan. Akan tetapi, ia optimistis keadaan membaik. Menurut dia, hal ini karena Selasa merupakan hari kedua izin perkantoran dibuka. Masyarakat masih membiasakan diri dan memilih mengendarai kendaraan pribadi. Hamdi meyakini dalam beberapa hari ke depan masyarakat mulai memilih kembali bekerja dengan mengendarai ojek sehingga ia mau menunggu.
Presiden Grab Indonesia Ridzki Kramadibrata mengatakan, pihaknya tidak bisa melarang gelombang pengojek yang datang dari Bodetabek ke Jakarta untuk mencari nafkah. ”Kami hanya bisa meminta bagi pengojek Grab dari Bodetabek agar menuju titik-titik shelter untuk mengambil alat pengaman berupa partisi, diperiksa suhu tubuhnya, dan disemprot sepeda motornya,” ujarnya.
Menurut dia, pengemudi juga gencar melakukan sosialisasi kepada penumpang yang memesan layanannya. Hal ini untuk membantu perusahaan mempromosikan cara naik ojek daring di masa transisi, yaitu dengan membawa helm sendiri. Untuk beberapa hari ke depan, pengojek masih diminta menyediakan helm cadangan yang harus disemprot cairan antiseptik setiap kali hendak digunakan. Namun, setelah itu penumpang harus tertib membawa helm masing-masing.
”Kami juga meniadakan denda pembatalan pesanan. Apabila penumpang memesan layanan ojek dan ternyata pengemudi tidak memakai masker, penumpang berhak membatalkan pesanan. Demikian juga sebaliknya. Kami tidak mau mengambil risiko baik pengemudi maupun penumpang melakukan perjalanan dengan alat pengaman tidak memadai,” kata Ridzki.
Pro dan kontra
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno menjabarkan, pemberian izin ojek daring membawa penumpang berseberangan dengan ketentuan menjaga jarak fisik untuk memutus penularan Covid-19. Hal ini menunjukkan lemahnya perlindungan kepada penumpang dan pengemudi.
”Partisi terbuat dari mika atau plastik yang belum memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia. Bahkan, belum diuji coba oleh instansi yang berwenang mengenai keamanan dan keefektifan cara bekerjanya,” ujarnya.
Partisi terbuat dari mika atau plastik yang belum memiliki sertifikat Standar Nasional Indonesia. Bahkan, belum diuji coba oleh instansi yang berwenang mengenai keamanan dan keefektifan cara bekerjanya.
Ia mempertanyakan keberadaan protokol keamanan dan kesehatan operasional ojek daring. Sejauh ini belum ada rekomendasi dari para ahli kesehatan ataupun Gugus Tugas Penanganan Covid-19 DKI Jakarta dan lembaga-lembaga resmi transportasi lainnya. Pengawasan dan evaluasinya juga tidak terukur.
Pemberian izin membawa penumpang jangan sampai berlandaskan kepentingan ekonomi semata. Di masa rawan penularan penyakit, kesehatan dan keselamatan masyarakat adalah prioritas. Kalau sampai pengangkutan penumpang mengakibatkan kluster penularan baru, masyarakat akan menuntut perusahaan ojek daring dan lembaga-lembaga pemerintah yang memberi izin operasional.
Djoko mengatakan, aturan mengenai kendaraan bermotor sudah jelas di dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 41 Tahun 2020. Pasal 11 menyatakan sepeda motor untuk melayani keperluan pribadi dan mengangkut penumpang harus memenuhi protokol kesehatan.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi Soerjanto Tjahjono mengatakan, pihaknya telah berdiskusi dengan para ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk membuat partisi yang sesuai standar keamanan. Akan tetapi, ia mengingatkan bahwa pemasangan partisi tidak berarti langsung menurunkan risiko penularan Covid-19.
”ITB sedang mengembangkan partisi yang aerodinamis sehingga tidak membuat sepda motor bergoyang ketika terkena angin. Ini merupakan perlindungan minimum terhadap penyebaran virus korona jenis baru. Nanti akan dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan,” ujarnya.
ITB sedang mengembangkan partisi yang aerodinamis sehingga tidak membuat sepeda motor bergoyang ketika terkena angin. Ini merupakan perlindungan minimum terhadap penyebaran virus korona jenis baru. Nanti akan dievaluasi oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.