Aturan Surat Izin Keluar Masuk Masih Berlaku, tetapi Tak Ditaati di Lapangan
Operator bus harus menjaga kepercayaan masyarakat dengan menegakkan protokol kesehatan. Kepercayaan menjadi modal penting kelanjutan bisnis di masa depan. Sayangnya aturan surat izin keluar masuk kini tak ditaati lagi.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·4 menit baca
BEKASI, KOMPAS — Terminal Kota Bekasi, Jawa Barat, masih memberlakukan surat izin keluar masuk bagi penumpang bus antarkota antarprovinsi. Namun, di lapangan, SIKM sudah tak berlaku lagi. Di sisi lain, pengusaha bus membutuhkan kepastian aturan di tengah seretnya pendapatan.
Menurut salah seorang agen tiket Perusahaan Otobus (PO) Family Raya, yang akrab disapa Pak Haji (57), Selasa (30/6/2020) siang, SIKM tidak lagi dibutuhkan. Ini berlaku bagi penumpang menuju Sumatera ataupun penumpang yang datang dari Sumatera.
Di perjalanan pun, kata Pak Haji, sudah tak ada pemeriksaan dokumen penumpang. ”Di penyeberangan (Merak -Bakauheni) juga sudah bisa lewat tanpa SIKM,” ujarnya.
Menurut dia, mengurus SIKM ini termasuk rumit bagi warga. Beberapa penumpang pun pernah minta tolong kepadanya untuk dibuatkan SIKM. Dia sendiri juga tak bisa mengurus SIKM tersebut.
Kasmin (35), agen tiket bus Prima Jasa jurusan Bekasi-Singaparna, pun mengonfirmasi bahwa SIKM tak diperlukan lagi. Penumpang Prima Jasa hanya diwajibkan mengenakan masker. ”Sudah tak ada pemeriksaan di jalan,” katanya.
Kepala Terminal Kota Bekasi M Kurniawan menjelaskan, SIKM masih berlaku hingga 2 Juli 2020. Setelah itu, akan diadakan evaluasi terkait masih perlu atau tidaknya SIKM.
Dikonfirmasi mengenai keterangan agen tiket yang menyatakan SIKM sudah tak dibutuhkan, Kurniawan menjawab, ”Di lapangan seperti itu. Namun, dinas perhubungan masih ada posko untuk pembuatan SIKM. Mungkin untuk mobil pribadi,” ujarnya.
Tadi pagi, Kurniawan memeriksa kesiapan bus AKAP. Dalam video yang dikirim, terlihat Kurniawan menyemprot bus dengan cairan disinfektan.
Di lapangan seperti itu. Namun, dinas perhubungan masih ada posko untuk pembuatan SIKM. Mungkin untuk mobil pribadi.
Pemerintah Kota Bekasi sudah membubarkan pos pemeriksaan SIKM yang berada di perbatasan pada 16 Juni lalu. Ini sejalan dengan pelaksanaan normal baru di Bekasi. Kendati demikian, SIKM sebagai aturan untuk membatasi pergerakan warga masih berlaku. Pengawasannya dilakukan di tingkat RW (Kompas, 16/6/2020).
Dalam konteks Jabodetabek, penerapan SIKM untuk penumpang bus AKAP belum satu suara. Di Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jakarta Timur, penumpang tanpa SIKM dilarang berangkat. Pos pemeriksaan dokumen pun masih berjalan hingga kemarin.
Aturan yang lebih longgar di Terminal Bekasi membuat sejumlah agen tiket di Terminal Pulo Gebang bersiasat. Penumpang yang membeli tiket di Terminal Pulo Gebang tanpa dilengkapi SIKM diangkut dengan travel ke terminal lain, salah satunya Terminal Bekasi.
Presiden Direktur Sinar Jaya Group Teddy Rusli memahami SIKM merupakan bentuk otonomi daerah dalam mengatur pengendalian Covid-19. Namun, di lapangan, aturan SIKM ini malah membuka celah bagi travel liar. Ketika transportasi umum diawasi secara ketat, sejumlah orang memilih untuk menggunakan jasa travel liar yang justru tak aman dalam penerapan protokol Covid-19.
Dia melanjutkan, SIKM dalam batas tertentu juga menimbulkan diskriminasi dalam transportasi darat. Dia mencontohkan tentang penumpang kereta rel listrik yang masuk dan keluar Jakarta dengan jumlah ribuan orang per hari. ”Kereta (KRL) tak wajib SIKM, sementara penumpang bus AKAP diwajibkan. Ini kan gimana, ya,” katanya.
Jangan sampai pandemi Covid-19 membuat kepercayaan masyarakat terhadap bus menjadi terkikis.
Menurut dia, aturan dari Kementerian Perhubungan yang membatasi jumlah penumpang sudah bisa diterima oleh semua pihak, termasuk pengusaha bus.
”Kami membutuhkan aturan yang terpusat dan satu komando. Kalau setiap daerah punya aturannya sendiri, kami yang melintas di berbagai daerah ini tentu sangat kerepotan. Meski demikian, kami tetap menghormati keputusan pemerintah daerah dalam pengendalian Covid-19,” ujarnya.
Di luar perdebatan mengenai SIKM, penumpang bus AKAP mulai menggeliat di tengah normal baru meski belum sebanyak hari biasa. Di Terminal Bekasi, bus AKAP baru beroperasi 8 Juni lalu. PO Family Raya, misalnya, baru mengoperasikan satu bus per hari. Biasanya, Family Raya bisa memberangkatkan dua sampai tiga bus ke Padang setiap hari.
Dilaporkan Pak Haji, agen tiket Family Raya, jumlah penumpang yang berangkat hari ini 15 orang. Ongkos yang dibayarkan pun beragam nominalnya. Ada yang membayar Rp 370.000, ada pula penumpang yang cuma sanggup membayar Rp 340.000. Padahal, tarif sudah dipatok Rp 450.000 sejak dua minggu lalu.
”Pada awal-awal beroperasi, kami masih mematok Rp 700.000 untuk dua bangku tetapi diisi satu orang. Kini kami turunkan jadi Rp 450.000. Selain karena bus masih banyak bangku kosong, kami menyadari bahwa yang naik bus ini kebanyakan orang-orang yang sudah ’habis main’ di Jakarta. Jadi, bukan lagi perantau yang berkantong tebal,” katanya.
Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Djoko Setijowarno mengingatkan, operator bus harus menjaga kepercayaan masyarakat dengan menegakkan protokol kesehatan. Kepercayaan ini menjadi modal penting untuk kelanjutan bisnis di masa depan. ”Jangan sampai pandemi Covid-19 membuat kepercayaan masyarakat terhadap bus menjadi terkikis,” ujarnya.