Masyarakat Jakarta bisa mengakses layanan penyewaan sepeda daring atau ”bike sharing”. Layanan penyewaan sepeda ini mendorong kembali gerakan bersepeda untuk mengurai masalah transportasi di Ibu Kota.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Datanglah ke Jakarta Pusat jika ingin mencicipi tren gowes di jantung Ibu Kota. Tidak perlu risau jika tidak punya sepeda. Kendaraan roda dua ini bisa disewa dengan harga terjangkau. Cukup merogoh kocek Rp 3.000 untuk gowes selama 15 menit.
Layanan ini merupakan bagian dari penyewaan sepeda dalam jaringan (bike sharing) yang disediakan Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Institute for Transportation and Development Policy (ITDP), dan PT Gowes Teknologi Indonesia. Layanan ini diuji coba mulai Jumat (3/7/2020) hingga sebulan ke depan.
Mengutip akun @DishubDKI_JKT di Twitter, layanan bike sharing tersebar di sembilan titik, yaitu Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia (HI), halte sekitar pelican crossing Bundaran HI sisi timur dan barat, di depan Gedung Sinar Mas, halte Balai Kota DKI Jakarta, Stasiun Tanah Abang, Kantor Wali Kota Jakarta Pusat, Gedung Dinas Teknis Abdul Muis, dan Gedung Dinas Teknis Jatibaru.
Karyawan kantor pemerintah Agung (48) baru pertama kali mencoba layanan penyewaan sepeda ini. Sebelum menyewa, ia mengunduh aplikasi Gowes di ponsel pintar dan mengisi saldo di aplikasi. Setelahnya, ia memindai kode QR di bawah sadel untuk membuka kunci, lalu menggenjot sepedanya dari kawasan Bundaran HI menuju Monas.
”Kegiatan bersepeda hari ini sebenarnya impulsif. Saya melihat ada layanan bike sharing saat melintas dan memutuskan mencoba. Saya menikmati pengalaman kali ini dan berencana gowes lagi pekan depan. Saya harap layanan ini berlanjut terus,” kata Agung di Jakarta, Sabtu (4/7/2020).
Penyewaan sepeda murah ini dinilai menguntungkan buat Agung yang tidak memiliki sepeda. Ia jadi bisa mencoba tren gowes tanpa harus mengeluarkan uang banyak untuk membeli sepeda.
Karyawan bank Dwi (26) berpendapat sama. Ia kini punya kesempatan bersepeda di pusat kota karena ada layanan bike sharing. Kendati memiliki sepeda pribadi, ia kerap bimbang bersepeda ke pusat kota. Kondisi lalu lintas yang ramai dan minimnya jalur sepeda jadi alasannya.
”Hitung-hitung saya bisa sekalian mencoba hype bersepeda. Jika sepeda ini nyaman digunakan, saya berencana gowes lagi pada hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) mendatang,” kata Dwi.
Layanan bike sharing juga memantik keinginan karyawan swasta Franky (35) kembali bersepeda. Sepeda tidak hanya dipandang sebagai moda transportasi ramah lingkungan, tapi juga transportasi yang menyehatkan tubuh. ”Bagi saya yang menggeluti olahraga lari, bersepeda ini bagus sekali untuk melatih performa tubuh,” katanya.
Di sisi lain, layanan bike sharing dinilai masih butuh ditingkatkan. Franky mengeluhkan ketidakjelasan rute yang boleh ditempuh oleh penyewa sepeda. Ia berharap pihak pengelola aktif memberikan informasi soal rute dan jarak tempuh yang diperbolehkan.
”Saya bersepeda sekitar 20 kilometer dari kawasan HI menuju ke Gambir, Monas, Bundaran Senayan, dan kembali ke HI. Saya dihubungi petugas di tengah jalan. Katanya, saya bersepeda terlalu jauh. Saya harap ada informasi soal ini sejak awal,” ujar Franky.
Layanan bike sharing diharapkan bisa mempermudah mobilitas dan konektivitas masyarakat. Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Faela Sufa mengatakan, penyewa tidak perlu mengembalikan sepeda sesuai dengan titik peminjaman. Sepeda bisa dikembalikan di delapan titik lain yang tersedia.
”Bike sharing mendorong perjalanan jarak dekat hingga 3 kilometer. Jadi, warga yang menggunakan transportasi umum bisa berpindah tempat dengan menggunakan sepeda. Mereka tidak perlu berjalan kaki atau memanfaatkan ojek daring setelah tiba di stasiun MRT misalnya. Di saat yang bersamaan, kami mendorong konektivitas (antarmoda) dengan sepeda yang ramah lingkungan dan anti-macet,” kata Faela saat dihubungi terpisah.
Bersepeda pun mendorong mobilitas warga yang aman selama pandemi Covid-19. Sepeda merupakan moda transportasi perseorangan sehingga prinsip jaga jarak bisa dilakukan.
Bike sharing mendorong perjalanan jarak dekat hingga 3 kilometer. Jadi, warga yang menggunakan transportasi umum bisa berpindah tempat dengan menggunakan sepeda.
Transport Associate ITDP Rian Wicaksana mengatakan, bersepeda juga bisa mengurangi beban kapasitas transportasi umum. Masyarakat pun tidak perlu berdesak-desakkan di dalam kereta ataupun bus selama pandemi.
Di sisi lain, dokter spesialis kedokteran olahraga dan dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, Zaenal Muttaqin, menekankan pentingnya menerapkan protokol kesehatan selama bersepeda. Masker dan helm wajib dikenakan.
Ia menyarankan agar bersepeda dilakukan dengan intensitas ringan. Bersepeda dengan intensitas berat bisa menyebabkan pasokan oksigen ke dalam tubuh berkurang, terlebih dengan penggunaan masker yang menghambat aliran udara ke tubuh.
Jika bersepeda dengan intensitas berat dilanjutkan, tubuh bisa mengalami hipoksia. Kerja jantung bisa melambat dan menjepit jalur pernapasan yang bisa menyebabkan kematian mendadak.
”Bersepedalah dengan intensitas ringan. Ketika seseorang bersepeda dan saat berbicara suaranya tidak jelas, itu berarti dia mulai mengalami (olahraga) dengan intensitas berat. Ini berbahaya,” kata Zaenal seperti dikutip dari laman UGM.