Disiplin mematuhi protokol kesehatan warga Jakarta terbilang masih memprihatinkan. Di lokasi yang ada pengawasan ketat, aturan bisa ditegakkan. Di lokasi yang longgar, ramai-ramai mereka meninggalkan masker.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kedisiplinan menjaga diri sendiri dan kesadaran untuk menjaga keselamatan orang lain menjadi tumpuan pencegahan penularan wabah Covid-19. Hal ini karena melakukan pembatasan ketat kian tampak sukar dilaksanakan akibat masyarakat tidak bisa lagi menahan bergulirnya roda ekonomi guna mencukupi kebutuhan hidup.
”Pandemi artinya semua orang rawan tertular, mau yang tinggal di permukiman padat, apartemen, ataupun kompleks perumahan. Melihat tren di masyarakat yang sekarang mulai kembali bekerja ke kantor atau berdagang di pasar, dua hal yang wajib dilakukan terus adalah memakai masker dan mencuci tangan dengan sabun sesering mungkin,” kata epidemiolog Universitas Respati Indonesia, Cicilia Windiyaningsih, saat dikontak dari Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Ia mengungkapkan, berdasarkan kunjungan tim dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia ke sejumlah wilayah di Tanah Air, sukar bagi kabupaten/kota maupun provinsi untuk menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara terus-menerus.
Mengingat adanya kendala ini, pembudayaan gaya hidup baru harus disosialisasikan tanpa henti. Masker, cuci tangan, dan menjaga jarak adalah keniscayaan. Apabila terpaksa berada di keramaian seperti di angkutan umum, upayakan tidak menyentuh apa pun dan segera mencuci tangan begitu sampai di tujuan.
Menurut Cicilia, pengendalian virus korona baru terletak kepada kemampuan pemerintah dan fasilitas kesehatan melakukan tes kesehatan. Data Dinas Kesehatan DKI Jakarta per tanggal 7 Juli menyebutkan ada 344.439 sampel tes reaksi polimerase (PCR). Dari sampel itu, terdapat 26.707 kasus positif Covid-19. Jumlah ini setara dengan 7,7 persen dari total sampel.
”Tes aktif atau tes yang dilakukan langsung kepada kelompok masyarakat yang dinilai terpapar risiko jauh lebih efektif dibandingkan dengan tes pasif atau menunggu pasien datang ke fasilitas kesehatan. Di satu sisi, hal ini bagus karena kita yang mencari virusnya, tetapi di sisi lain ini mengungkapkan pola hidup masyarakat belum banyak berubah. Masih tidak disiplin bermasker dan mengendalikan situasi agar tidak ramai,” paparnya.
Setelah tes, penelusuran jejak pasien positif Covid-19 dan melakukan isolasi menjadi sangat penting. Cicilia menjelaskan, rekam jejak sangat bergantung kepada kejujuran pasien. Akan tetapi, hal ini memiliki kendala di lapangan karena stigma menjadi momok bagi masyarakat. Salah satu contohnya adalah kasus perawat puskesmas yang mengidap Covid-19 di Kelurahan Grogol Utara, Kecamatan Kebayoran Lama. Profesi sebagai tenaga kesehatan ternyata tidak langsung berarti mempunyai kesadaran mau melapor (Kompas, 6 Juli 2020).
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Jakarta Dwi Oktavia Tatri Lestari Handayani mengatakan, ada 12.526 kasus Covid-19 di Jakarta. Sebanyak 8.036 orang dinyatakan sembuh dan 659 orang meninggal. Ia mengingatkan agar masyarakat tetap tidak boleh lengah menjaga keselamatan diri dan orang sekitar.
Pengawasan lemah
Pemantauan Kompas pada akhir pekan lalu menunjukkan bahwa kedisiplinan masyarakat Jakarta ketika berada di luar Ibu Kota fluktuatif akibat lemahnya pengawasan. Contohnya ialah di lokasi wisata hutan pinus dan mata air panas Gunung Pancar di Sentul, Kabupaten Bogor. Mayoritas pengguna kendaraan bermotor yang datang ke sana berpelat nomor Jakarta. Ketika berada di pemandian air panas ataupun di hutan pinus jarang yang terlihat bermasker. Para pengunjung juga duduk bergerombol dan berbincang-bincang sambil berbagi makanan.
Pemandangan serupa juga tampak di restoran sate di Jalan Babakan Madang, Sentul, persis di seberang Sekolah Pelita Harapan dan hanya beberapa puluh meter dari kantor polsek. Parkiran dipenuhi mobil berpelat B. Meja-meja dipenuhi pengunjung tanpa ada sekat dan penanda untuk menjaga jarak. Bahkan, para pelayan restoran juga tidak mengenakan masker. Mereka berdiri bergerombol. Beberapa ada yang batuk-batuk kecil, tetapi tidak menutup mulut dan hidung ataupun mencuci tangan setelahnya.